Terkesiap, Zavy nyaris terlonjak dari kursinya. Dia langsung menoleh dan menjawab tegas, “Vinna, kau sedang mabuk. Sebaiknya kau tidak usah bicara terlebih dahulu. Fokuslah menyetir.” Zavy kembali menghadapkan wajahnya ke depan. Dia jauh lebih khawatir ketimbang nona sopir di sebelahnya.
“Tidak. Tidak. Aku tidak mabuk. Aku sadar sekarang,” tepis Vinna dengan suara serak tapi jelas.Meskipun memang sedikit mabuk, Vinna sadar apa yang dia bicarakan. Dia terus bicara walaupun Zavy menyuruhnya berhenti. Selama dalam perjalanan Vinna menceritakan permasalahan yang sedang dia hadapi, lalu berharap dia menemukan solusinya pada pria tampan di sebelahnya ini.“Zavy, aku mau dinikahkan sama pria tua bangka penyakitan yang jeleknya minta ampun. Ya, sebagian besar orang akan berpikir sebaiknya tidaklah mengapa karena duit dia banyak. Tapi aku tidak suka dan tidak akan pernah mau. Najis!” sungut Vinna dengan wajah yang ketus.“Masih ada cara lain untuk membayar utang keluargamu di Bank Platinum dan mencari pinjaman baru. Tidak mungkin tidak ada jalan lain.”“Wayne Chad akan brutal kalau dalam waktu dua minggu kami tidak bisa melunasi utang lama. Parahnya, perusahaan bakal dipastikan pailit oleh pengadilan.”Wayne Chad akan memberikan kelonggaran terhadap utang lama dan memberikan dana segar yang baru jika Vinna mau menjadi istrinya meskipun dalam waktu yang tak lama. Dari sanalah Keluarga Charlton beranggapan bahwa masih untung Vinna tidak menyerahkan dirinya begitu saja, dengan kata lain Vinna bukan seorang pelacur, melainkan istri sah.Bisa jadi setelah satu atau dua tahun pernikahan, di saat perusahaan telah bangkit dan utang telah lunas semua, barulah Wayne Chad akan menceraikan Vinna. Hal tersebut sudah masuk dalam kesepakatan awal di antara Keluarga Charlton dan Wayne Chad. Kedua pihak setuju dan sama-sama diuntungkan dalam hal ini.Namun,Vinna tetap tidak sudi walaupun dia bukanlah dianggap sebagai pelacur kotor. “Aku pernah menolak pria konglomerat karena aku tidak suka. Entahlah sudah berapa pria biasa-biasa saja yang aku campakkan. Aku hanya ingin fokus mengurus perusahaan keluarga yang hampir hancur ini. Belum terpikir ingin menikah.”‘Kau Presiden Direktur yang jutek!’ umpat Zavy dalam hati.Ketika Charlton Property Group di bawah kepemimpinan Ferdy Charlton, utang perusahaan jauh lebih banyak dan manajemen pun jauh lebih buruk dari sekarang. Namun, perusahaan berguyur bangkit saat di bawah kendali Vinna Charlton. Lebih dari separuh utang telah terlunaskan tanpa harus bertindak aneh-aneh dan segelintir pejabat dan karyawan korup pun telah lenyap.“Sekarang, mereka masih saja menjadikan aku sebagai alat agar perusahaan keluarga seratus persen lepas dari masalah dan membaik,” keluh Vinna dengan raut wajah yang amat kesal. “Aku tidak mengungkit kebaikan dan pencapaianku selama tiga tahun terakhir semenjak aku menjabat sebagai Presdir, tetapi aku juga butuh dihargai dan tidak selalu dibebani masalah.”Zavy menghela napas pendek, mengangguk dan memahami apa yang sedang dirasakan oleh Vinna. Kendati begitu, menyamar menjadi seorang pria konglomerat dan menjadi suaminya merupakan hal konyol.“Vinna, aku hanya seorang barista dan mahasiswa yang tidak tahu bakal lulus atau tidak. Terus terang saja, sekarang aku pun sedang ada masalah yang cukup serius.”Vinna menoleh beberapa saat sebelum bertanya, “Kau tidak yakin bakal lulus? Bagaimana bisa? Apa masalah mu?”“Aku menunggak bayar uang kuliah selama empat semester. Sepertinya aku bakal kena DO.”Sekitar dua tahun yang lalu, Zavy difitnah telah mencuri barang di cafe tempat dia bekerja oleh bosnya dan ketika dia sedang diperiksa, di sana terjadi adu pukul karena Zavy merasa dirinya benar. Tiga orang suruhan bosnya tersebut harus masuk rumah sakit dikarenakan keberingasan Zavy seorang diri. Akibatnya Zavy harus membayar lebih dari lima ribu dollar untuk biaya rumah sakit dan juga termasuk barang yang dianggap hilang.“Aku juga telat bayar sewa rumah selama tiga bulan. Kemungkinan besar aku bakal kena usir.”Jika dilihat dari masalah yang dia hadapi, sebenarnya Zavy bukan orang yang ceroboh dan bodoh, hanya saja dia terjebak dalam lingkaran takdir yang begitu menyebalkan. Dia sesungguhnya tidak mau terjebak dalam semua masalah tersebut. Sama seperti Vinna juga. Intinya, masalah yang mereka hadapi bukanlah berasal dari ulah dan kesalahan sendiri, melainkan kejahilan orang di sekitarnya.Di tempat bekerja, Zavy termasuk karyawan rajin dan tidak pernah bikin ulah. Namun kepolosan dan kebaikannya tersebut dianggap remeh oleh sebagian orang. Sementara di lingkungan kampus, dia termasuk mahasiswa yang cerdas, hanya saja ketika mengharapkan beasiswa, dia tidak pernah bisa mendapatkannya dengan alasan data administrasinya kurang lengkap.“Asal usul keluargaku tidak jelas. Aku tidak tahu siapa ayah dan ibuku. Aku tidak punya kerabat,” ungkap Zavy. “Pas masih kecil, aku tinggal di panti asuhan, karena tidak betah, akhirnya pas SMP aku melarikan diri dan mulai belajar mencari uang untuk memenuhi kebutuhanku sendiri. Sampai sekarang, aku hidup seorang diri.”Pelik, pahit, menyedihkan.Setidaknya, Zavy tidak seperti Vinna yang sering diperalat dan dimanfaatkan oleh keluarga dan kerabatnya. Meski begitu, hingga saat ini Zavy tidak pernah merasakan manisnya dalam hidup berkeluarga, tidak pernah diberikan mainan oleh orang tuanya, tidak pernah diberikan uang jajan, tidak pernah diberikan fasilitas belajar. Tidak ada kenikmatan.Meskipun Zavy tidak dibesarkan dan dididik oleh orang tua dan keluarganya, namun dia banyak belajar dari pengalaman hidup yang pahit selama ini, di mana karakternya terbentuk dari beragam masalah yang pernah dan sedang dia hadapi. Orang bijak mengatakan, kepahitan hidup akan membesarkan jiwa dan membuka cakrawala jalan pikiran.Vinna tercenung, memahami apa yang sedang dirasakan Zavy. “Aku turut prihatin terhadap masalah yang sedang kau hadapi, Zavy.” Setelah itu, Vinna memberikan pujian yang cukup banyak. “Aku salut pada mu. Kau cerdas dan punya keberanian. Ketika tadi aku melihat kau begitu heroik saat menghajar dua begundal barusan, aku merasa takjub. Aku tidak pernah melihat pria seberani kau sebelumnya, Zavy.”Zavy menggeleng lalu menjawab dengan nada yang dingin karena dia tidak suka menerima pujian. “Mereka sedang dalam kondisi mabuk. Aku pikir, anak SMP saja bisa mengalahkan mereka. Aku sangat biasa dan tidak ada yang spesial dariku.” Zavy berusaha tetap rendah hati meskipun dia layak mendapatkan pujian.Vinna berdeham dan berkata tegas. “Aku sudah tahu apa masalah yang sedang kau hadapi dan kau pun tahu apa masalah yang sedang aku hadapi.” Vinna berencana membantu Zavy supaya bisa terlepas dari masalah yang sedang dia hadapi.“Zavy, kita buat sebuah perjanjian. Aku yakin kau mau menerimanya.”Zavy mengerutkan keningnya. “Perjanjian?”Minggu pagi di Istana Rock!Hari di mana puncak dari segala kesuksesan dan kebahagiaan. Sukses dan bahagia karena Zavy sudah melewati banyak sekali ujian berat di dalam kehidupannya. Selama lebih dari dua puluh tahun lamanya dia hidup di dalam kemiskinan dan kemelaratan. Selama lebih dari dua dekade dia hidup tanpa kasih sayang orang tua, tidak punya kerabat, dan kerap termarginalkan karena statusnya yang tidak jelas. Dalam waktu tersebut, lebih banyak tragedi dari pada komedi, lebih sering berduka ketimbang bersuka, serta lebih banyak merasakan payah dari pada gembira.Zavy menganggap bahwa perjalanan panjang nan pahit dan getir itu jelas punya hikmah besar bagi dirinya. Jika saja dia hidup dari kecil dalam bergelimang harta, besar kemungkinan dia bakal jadi anak mama. Namun, karena dia besar di jalanan, nyalinya lebih tinggi dari pada sepuluh preman, dan kekuatannya lebih tangguh dari pada petarung profesional. Hidup yang sulit dan berat telah membentuknya jadi pribadi yang kokoh dan
Russel Winston punya dua saudara kandung, yakni Axel Winston dan Gennifer Winston.Russel dan Axel membawa semua keluarga mereka. Kini Russel sudah terang-terangan kepada keluarga dan kerabatnya tentang posisi Zavy di lingkungan mereka.Marvin Rock punya satu saudara kandung yang bernama Harven Rockwell. Dia juga membawa keluarganya ke sini.Tidak hanya itu, ada beberapa Rock dari luar negeri juga menyempatkan hadir di sini, sekalian mereka ingin menyaksikan hari penobatan Raja Glora di hari Minggu nanti.Saking ramai dan meriahnya, sampai-sampai Luis Charlton pun turun gunung. Meskipun sudah tua dan agak kesulitan berjalan, dia menggagahkan diri menyambut semua orang-orang besar itu. Ferdy, Shane, dan Edward sigap. Mereka tidak mau menyia-nyiakan momen paling mengesankan ini.Selama Keluarga Charlton mengadakan pesta, perjamuan, atau pertemuan, baru kali ini mereka bisa bergabung bersama dua nama besar, Rock dan Winston!Luis Charlton memberi hormat yang begitu spesial kepada semua
Vinna ingin ngakak tapi takut dosa lalu dia menjitak kepala Zavy tapi Zavy langsung mengelak dari serangan mendadak itu.Zavy tersenyum geli. “Maaf, Kek. Cuma bercanda kok. Mana mungkin Kakek suka Americano. Minuman itu ibarat obat pusing kepala dicampur arang. Pahit dan tiada arti. Hehe.”Tapi, spekulasi dari Zavy nyatanya meleset. Luis Charlton malah suka kopi pahit, secara dia sudah tua jadi tidak suka gula dan susu. “Aku pesan yang jumbo. Americano adalah kesukaanku.”Vinna membuang muka sambil menghembuskan napas panjang. “Aku baru saja mau bilang kalau Kakek suka kopi pahit. Eh, kau malah banyak oceh, Zavy!” ketus Vinna menyeringai tipis.Ops!Kalau saja bukan Zavy yang bergurau barusan, pastilah Luis Charlton berang, hanya saja yang bercanda barusan adalah Zavy!Sebagaimana orang tua yang sudah berumur, Luis Charlton tertawa seperti pohon beringin yang daun-daunnya bergoyang karena disapu angin, tetap tegar dan bersahaja. Begitu teduh, enak dipandang.Luis Charlton tidak marah
Pada malam harinya di ZV Cafe.Zavy sudah mengganti nama cafe miliknya jadi ZV Cafe, gabungan inisial nama dia dan Vinna.Zavy menyuruh manager cafe untuk mengosongkan semua tempat dan menutup cafe pada jam tujuh malam. Khusus malam ini semua sisi tempat digunakan untuk berkumpulnya tiga keluarga besar. Dua nama sudah melambung tinggi : Rock dan Winston. Sekarang bakalan ada satu nama lagi yang bakalan melambung tinggi juga : Charlton!Sebenarnya ini bukanlah sebuah pesta ulang tahun atau perayaan sejenisnya, tetapi Zavy mengumpulkan keluarga dan kerabatnya untuk mempersatukan dan mempererat hubungan. Selain itu, mungkin rasa syukurnya kepada Tuhan setelah lepas dari ujian besar dan kini, dia bisa kembali menikmati hari-harinya bersama Vinna.Luis Charlton datang paling awal dan tidak mau terlambat meski hanya sebentar saja. Walaupun usianya paling tua, dia yang paling bersemangat untuk datang, mengalahkan semangat anak dan para cucunya yang masih juga belum nongol.Zavy yang berada d
Zavy dan Vinna berkeliling di sana, menikmati apa saja yang ada di lantai satu dan dua. Bagi Zavy, ini seperti momen nostalgia mengingat-ingat masa-masa dia susah sewaktu menjadi barista.Zavy terkekeh sendiri sebelum bergurau sama istrinya, “Pas ada orang yang pesan Americano ukuran jumbo, aku mikir, apa enaknya menikmati kopi pahit tanpa rasa itu dengan gelas besar?”Vinna yang suka manis tidak bisa menahan geli di perutnya. “Hehe. Hidup ini terlalu manis hanya untuk menikmati kopi semacam itu.”“Tapi, kopi kan tergantung selera masing-masing. Kita tidak bisa menyalahkan dan menyudutkan orang yang suka dengan jenis tertentu. Sama seperti musik, novel, olahraga, bahkan merek sepatu. Ini masalahnya tergantung selera. Selera sangat subjektif. Jadi terserah dia lah.”“Eh! Kau yang buka cerita ini tapi kau sendiri yang menutupnya seperti itu. Bagaimana kau ini, mantan Barista?!”Zavy dan Vinna lalu duduk berdua di lantai dua sembari menonton kendaraan yang hilir mudik di sana. Zavy men
Setelah dari kampus, Zavy dan Vinna kemudian menuju Cafe Ings, tempat di mana dulu Zavy bekerja sebagai barista.Sangat kebetulan, siang hari itu di sana ada Kevin Hamilton sedang asyik nongkrong bersama teman-temannya.Dulu Kevin adalah orang yang paling bersemangat menyerukan bahwa Zavy hanyalah pekerja cafe rendahan.Hugo, pemilik cafe, bergegas menuju bagian depan cafe setelah anak buahnya bilang kalau sekarang mereka kedatangan tamu luar biasa.Kevin sedang duduk dengan rokok melekat di sela jarinya. Sementara Hugo dalam posisi berdiri dan agak menundukkan kepala saat melihat Zavy.Zavy mengawasi dua orang itu kemudian berkata, “Kevin, kau benar, dulu kau pernah bilang kalau aku adalah pekerja cafe rendahan. Haha. Silakan tanya sendiri pada pemilik tempat ini. Benar kan, Hugo?”Hugo mengangguk takzim. “Benar. Tuan Zavy sempat pernah bekerja di sini.”Tuan Zavy?Ketika Kevin melihat Zavy, raut wajahnya langsung terlihat malas dan masam. Dia merasa kalah kalau sudah berhadapan deng