Di sepanjang perjalanan menuju rumah, aku sibuk berpikir. Bagaimana caranya untuk bercerai secepatnya dari mas Yoga.
Sekarang tidak ada lagi penghalang untukku segera menggugat cerai mas Yoga. Dulu, yang paling aku takutkan adalah masa depan dari anakku kelak, tapi sekarang dengan warisan peninggalan ayah aku tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk hidup kami nantinya.
Dari tadi mas Yoga selalu menghubungi ku, aku tak memberi kabar apapun padanya. Bahkan ketika sampai di rumah paman aku tak mengubris panggilan telponnya.
Gara-gara dia, aku berbohong pada paman. Pake alasan mertua sakit segala. Paman sebenarnya memaksa untuk menginap di rumahnya, tapi aku rasa kini bukan saat yang tepat. Aku takut paman melihat rona kesedihan di wajahku. Jika terus-terusan dekat dengan paman dan bibi, aku takut rahasia ku bisa bocor.
Aku tak mau mereka ikutan sedih dengan apa yang sedang menimpaku. Handphone ku kembali berdering, mas
Aku di rumah tanpa ada kegiatan apapun yang aku lakukan. Rasanya bosan sekali. Mas Yoga tidak akan pulang, aku dirundung kesepian. Tak ada keinginan apapun. Aku harus ngapain?Terlintas pikiran dihatiku untuk mencari tau siapa sebenarnya perempuan yang mas Yoga nikahi. Apa sebenarnya motif dia mau dijadikan istri kedua suami ku.Sepertinya aku harus berpura-pura baik padanya. Aku harus bicara padanya. Kali ini tanpa ada kemarahan. Aku harus mengorek sedikit informasi darinya.Aku berniat bertandang ke rumahnya siang ini.Ku lajukan kendaraan menuju rumah perempuan itu, aku ingin sedikit lebih mengenal perempuan itu. Agar tidak ada penyesalan sedikitpun di hati ku jika sudah bercerai dari mas Yoga nantinya.Aku sengaja memarkirkan mobil di luar pagar rumah perempuan itu. Pagarnya tidak terkunci, jadi aku leluasa untuk masuk ke dalam.Setelah sampai di pintu, ku ketok pintu rumahnya. Tapi tidak a
Aku ingat punya kenalan yang bisa aku minta tolong untuk utusan ini. Segera aku menghubungi nomornya."Hallo, Riana. Apa kabar?" Terdengar sahutan dari Bayu. Laki-laki yang akan aku mintai tolong. Dia adalah kepala preman di dekat komplek tempat tinggal ku.Aku mengenalnya dengan baik, karena setiap ada acara gotong royong di komplek ini, dia akan selalu menggodaku. Tanpa takut di dengar oleh suamiku."Kamu sibuk nggak? Bisa aku minta tolong nggak?" "Buat kamu apa sih yang nggak, Riana! Bahkan jika kamu meminta aku jadi suamimu, aku siap kok?" Dia malah terkekeh sendiri. Aku hanya tersenyum tipis. Dasar laki-laki buaya darat. Bisanya cuma gombalin aja. "Nggak usah kasih gombalan sekarang, kang. Aku mau minta tolong sama kamu, bisa nggak?" "Bisa, apaan?" Dia mulai sedikit serius. "Aku mau kamu cari tahu tentang se
Aku memasuki rumah dengan enggan, terasa begitu sepi. Tak ada lagi kebahagiaan yang kurasakan saat menginjakkan kaki ke rumah ini.Ingin rasanya segera pergi, tapi entah kenapa ada keraguan di hatiku. Perasaan yang entah kenapa selalu menghantuiku.Mas Yoga yang dulunya begitu memanjakanku, mau melakukan apapun untuk membahagiakanku tapi sekarang sudah berkhianat. Cinta yang selalu ku puja ternyata begitu tak ada artinya.Kuusap perutku yang sudah mulai sedikit menonjol, kandungan yang baru memasuki bulan ketiga membuatku terkadang sering mual dan pusing.Tapi, itu selalu tak pernah ku katakan pada mas Yoga. Tak mungkin dia peduli lagi, sedangkan disana, perempuan itu kandungannya sudah memasuki bulan ke empat.Besok hari kamis, seharusnya mas Yoga datang ke rumahku. Karena itu adalah giliran mas Yoga menginap di rumah ku.Tapi tak ada lagi perasaan bahagia, tak ada lagi kebahagiaan saat akan menyambut dia datang.Dulu, sa
Setelah membersihkan peralatan makan, aku lalu berkemas. Saatnya untuk keluar. Aku mau belanja ke swalayan.Tak ada teman, biarlah. Aku bisa pergi sendiri. Aku melajukan kendaraan menuju swalayan. Setiba disana, aku segera meraih troli dan memilih barang-barang yang aku butuhkanTengah asyik memilih, aku di kejutkan oleh panggilan seseorang. Aku ternyata itu mas Candra."Mas Candra?" Aku menyapanya heran. Ngapain dia di swalayan. Bukannya ini masih jam kerja."Riana, lagi belanja ya?""Iya, mas. Mas ngapain disini? Nggak lagi kerja?" Aku menatapnya heran."Ini habis meeting sama klien, liat kamu masuk kesini. Ya mas ikutin aja?" Dia tersenyum manis padaku."Ah, kirain mas nggak kerja. Tapi ngomong-ngomong gimana sama berkas perceraian aku mas?""Semuanya sudah selesai kemaren, tinggal minta persetujuan kamu saja lagi. Setelah itu akan mas urus ke pengadilan!""Ooo...begini mas, jangan dulu di urus ke pengadilan. Si
Aku kembali menikmati makanan di piringku, sebenarnya malu di liatin mas Candra makan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, perutku seakan selalu minta tambah.Aku menyeruput jus jeruk setelah isi piringku ludes. Rasanya perutku penuh sekali. Mas Candra menatapku dengan pandangan yang mendebarkan dada."Jangan menatapku seperti itu, mas!", ujar ku memalingkan muka."Kamu masih saja sama seperti dulu, setelah isi piringmu kosong, baru minum", ujarnya menunjuk jus jeruk yang ada di tanganku."Ini kalau makanannya terlalu enak, mas. Lupa deh buat minum""Ini, minum air putih dulu", dia menyodorkan segelas air putih padaku.Aku menerimanya, lalu meminum sedikit. Itu kebiasaan ku sejak lama. Kalau makanannya enak, aku sering lupa untuk minum. Pasti nanti, setelah semua makanan habis baru minum.Dia masih saja ingat kelakuanku, padahal sudah lebih delapan tahun yang lalu aku pernah makan berdua dengannya.Mungkin benar yang di ucapka
Aku bahkan tidak mau bertemu dengan calon yang paman pilihkan, bahkan sampai sekarangpun aku tidak tau seperti apa calon yang paman pilihkan untukku.Karena aku yang tetap bersikeras ingin menikah dengan mas Yoga, paman akhirnya luluh. Dia memberikan restunya. Bibi juga awalnya terpaksa. Dia bilang calon yang dipilihkan paman sepertinya lebih baik.Ketika lamaran mas Yoga di terima oleh paman dan bibi, aku kembali bertemu dengan mas Candra.Dia datang langsung ingin melamar ku, saat itu kami janjian di sebuah kafe. Aku sebenarnya penasaran dengan mas Candra, sudah lama kami tidak bertemu. Komunikasi terputus. Tidak ada kata putus diantara kami sebenarnya."Mas selama ini kemana aja? Mas ninggalin aku tanpa ada kabar sedikitpun!" ujar ku mengawali pembicaraan kami."Maafkan mas, Riana. Setelah kita sama-sama wisuda, mas kembali ke kampung""Lalu kenapa handphone mas tidak bisa
Aku ke dapur dan langsung membuka kulkas, aku mau masak ayam goreng saja. Tadi, aku sudah makan dendeng sambal ijo. Besok saja aku masak itu.Aku mulai membersihkan ayam yang sudah terpotong menjadi beberapa bagian. Menyiapkan bumbu agar gorengannya tidak menjadi amis nantinya. Setelah bumbu tersedia, aku balurkan pada ayam yang sudah dicuci bersih.Ayam yang sudah di kasih bumbu mau aku ungkap dulu sebentar. Sambil menunggu bumbu meresap pada daging ayam, aku mulai menyiapkan bahan untuk sambalnya. Aku mau buat sambal terasi, pake sedikit gula aren. Biar rasanya menjadi lebih gurih."Masak apa ma?" mas Yoga menghampiriku di dapur."Ayam goreng""Enak dong?""Ya, jelas enak lah...kalau aku yang buat""Iya, masakan mama memang lebih enak daripada Rindu""Nggak usah bandingin aku sama dia, mas! Aku dan dia jauh berbeda. Nggak selevel!""Emang apa bedanya kamu dengan Rindu?" ucapan mas Yoga membuat aku menatapnya tajam.
Aku tersentak kaget saat mendengar perkataan mas Yoga, dia mau membuatkan minuman itu untuk perempuan itu. Selama jadi istrinya belum pernah dia ikut campur urusan dapur. Semuanya aku yang membereskan. Tapi sekarang, dia rela melakukan apa saja demi perempuan itu.Aku tidak terima, dia sungguh keterlaluan. Apa rasa cintanya pada perempuan itu sangat besar? Hingga dia rela diperbudak olehnya."Kamu kenapa sih, mas? Kenapa mau membuatkan minuman itu untuknya? Suruh dia yang mengerjakan, bukannya kamu!" aku tak habis pikir dengan jalan pikiran mas Yoga."Lho? Kenapa mbak marah? biarin saja mas Yoga yang bikin. Mbak tau nggak? Apapun yang aku mau pasti cepat dia lakukan. Karena dia sangat mencintaiku!" dengan sombongnya perempuan itu menepuk dadanya."Apa kamu pikir dia sangat mencintaimu? Dia hanya dibutakan oleh rayuan mu yang terlalu murahan!" aku membalas perkataannya dengan keras."Bilang saja mbak cemburu? Karena tidak pernah diperlakukan seperti