Luna, seorang anak haram yang diangkat menjadi anak Presiden di Negeri Alegra. Setiap hari ia harus menjalani kepahitan hidup di tengah-tengah keluarga Presiden yang sangat diskriminatif. Namun pada suatu hari, bagai sebuah keajaiban, datanglah seorang pria misterius bernama Gavin Marshall padanya. Lelaki itu membawa misi rahasia dan mengajak Luna untuk bekerjasama dengannya merencanakan "Sesuatu Yang Sangat Rahasia". Hidup Luna pun berubah, jungkir balik seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Lantas, siapakah Gavin Marshall? Apakah rencana yang telah direncanakannya? Dan mampukah Luna memecahkan misteri demi misteri di Negeri Alegra? Ku tulis kisah ini untuk menunjukkan kegigihan mereka yang tidak takut membela yang benar, dan yang dengan cinta sanggup mengalahkan semua kebencian. Ku tulis kisah ini dengan air mata....
View Moreท่วงท่าสง่างามดุจนางหงส์ร่ายรำบนฟากฟ้า แต่ทว่ากลับเต็มเปี่ยมไปด้วยอานุภาพแกร่งกล้าไปต่างจากพญามังกร จิวซิน (โชคชะตาและความรัก) เงื้อฝ่ามือปะทะฝ่ามือของชงไฉ่ (สีสันของความฉลาด) เต็มแรง อีกฝ่ายหาได้สะทกสะท้านไม่กลับพลิกตัวกอดรัด ไว้ในอ้อมแขนจิวซิน ดิ้นรนพลิกตัวหลบหลีกการต่อสู้ด้วยมือเปล่าที่ผลัดกันรับผลัดกันรุกยุติลง หากแต่จิวซินกลับชักกระบี่คมกริบ ออกจากฝักรวดเร็วปานสายฟ้า ตวัดเพียงหนึ่งก็จ่อที่คอหอยของชงไฉ่อย่างไร้ปราณี ใบหน้าสวยในอาภรณ์ของบุรุษ ไม่อาจเพลี่ยงพล้ำแก่ผู้ใด จิ่นฉิน (พิณอันแน่วแน่) องครักษ์หนุ่มยกมือขึ้นกอดอก เมื่อเห็นจิวซินนายหญิงในอาภรณ์ชาย เหนือกว่าในการต่อสู้กับองค์ชาย 12องค์รัชทายาทของ ไห่ตงหยวน
“ใจคอเจ้ามิไยจะ เสียบคมกระบี่ลงบนลำคอข้าจริงหรือ”
“ท่านก็รู้แม้ข้าจะอยากส่งมันเข้าสู่เนื้อหนังของท่านเพียงใดก็ไม่อาจถึงจะอยากเพียงใดก็เถอะ เนื่องด้วยท่านเป็นถึงผู้สืบทอดราชบัลลังก์” ชงไฉ่ยิ้มอย่างมีชัย
“เจ้ามีใจปฏิพัทธ์ ต่อไห่ตงหยวนเช่นนั้นเลยหรือเจ้าเฉลยน้อย”
เสียงปรบมือดังลั่นมาแต่ไกลพร้อมเสียงหัวเราะลั่น จิวซินดึงกระบี่กลับประสานมือถวายความเคารพฮ่องเต้
“เจ้าสิบสอง เจ้านี่ช่างอ่อนหัดนัก คงต้องหมั่นฝึกปรือฝีมือจะได้ทัดเทียมองค์ชายใหญ่จิ่นเกอจากเหอตงหยวน”
ชงไฉ่ชักระบี่รวดเร็วปานสายฟ้าเมื่อลำคอเป็นอิสระตวัดเกี่ยว ชายผ้าสีดำที่ปิดบังใบหน้าของจิวซินขาดเป็นสองส่วน ปลายกระบี่บางเบาแต่คมดั่งมีดโกนเฉียดแก้มเนียนเผยให้เห็นหยดเลือดสีแดง ดวงตาคมเบิกโพลงเมื่อพบกับใบหน้าสวยหวานราวกับอิสตรี แต่ทว่าสายตาคมเยี่ยงบุรุษ จิ่นฉินกำกระบี่แน่นแต่ไม่กล้ากระทำการใด
กระบี่ในมือของชงไฉ่ชะงักทันที
“เจ้าสิบสองคงจะเสียหน้ามิใช่น้อยที่เพลี่ยงพล้ำ แต่สมควรที่จะให้เกียรติองค์ชายใหญ่บ้างแม้เขาจะต้องมาเป็นน้องเขยเจ้าก็ตาม”
องค์ชายสิบสองลดกระบี่ลงข้างลำตัวใบหน้ามีแววฉงน ประสานมือตรงหน้า
“ลูกชงไฉ่ถวายพระพรเสด็จพ่อ มิมีเสียหน้า แต่ประการใดการต่อสู้ย่อมมีเพลี่ยงพล้ำมิใช่ฝีมือหากแต่เป็นกระบวนท่าที่เลือกใช้ เพราะประเมินองค์ชายใหญ่ต่ำไป เพียงแต่ลูกใช้กระบวนท่าที่ด้อยกว่าเขาไปหน่อยยังมีโอกาสอีกมากในเมื่ออย่างไรเสียเขาต้องมาอาศัยตงไห่หยวนของเราอีกนาน”
เสียงหัวเราะดังก้องด้วยความชอบใจคำพูดของลูกชายที่หมายมั่นให้สืบทอดบัลลังก์
“องค์ชายใหญ่อย่าได้ถือสา การเดินทางราบรื่นดีใช่หรือไม่”
หันมาทางจิวซินที่สารวนอยู่กับการเช็ดรอยเลือดบนแก้มเนียน
“มิมีเรื่องขัดข้องอันใดฝ่าบาท “
“ดี อย่างนั้นเจ้าไปพักเสียเถิดเด็กๆ เชิญองค์ชายใหญ่ยังตำหนัก บูรพาที่จัดเตรียมไว้”
ไม่รอช้าจิวซินออกเดินจากไปทันที หางตามิวายชายไปสบเข้ากับแววเยาะหยันขององค์ชายสิบสอง จิวซินกำมือจิกเข้าไปในอุ้งมือจนรู้สึกเจ็บ
“เห็นไหมเล่า อย่างนี้นี่เองพี่ใหญ่ถึงยอมขัดบัญชาไม่ยอมมาเป็นราชบุตรเขยของไห่ตงหยวน ใช่ไหม จิ่นฉิน”
ประโยคสุดท้ายหันไปพูดกับองครักษ์หนุ่ม จิ่นฉินยังคงเงียบงัน
“ใช่หรือไม่จิ่นฉิน” น้ำเสียงกระเง้ากระงอดจิ่นฉินยิ้ม
“เป็นเช่นนั้นนายท่าน”
ตอบอย่างจะเอาใจเสียมากกว่าจิวซินจับน้ำเสียงได้
“เจ้าไม่เข้าข้างข้า ข้าให้หมิงหลิน ตอบข้าดีกว่า”
หันไปทางสาวใช้ที่เดินอยู่เบื้องหลัง
“ค่ะคุณหนูคุณหนูว่าอย่างไรหมิงหลินก็มิอาจคิดเป็นอื่น”
จิ่งซินยิ้มอย่างมีชัย
“เจ้านี่ช่างดีจริงๆหมิงหลินไม่เหมือนจิ่นฉินที่เมินเฉยต่อข้า” น้ำเสียงตัดพ้อจิ่นฉินยังยิ้ม
“องค์หญิงพบพวกเขาเพียงครู่ก็ตัดสินพวกเขาเสียแล้ว มิโหดร้ายไปหน่อยหรือ”
“ฮึข้าไม่สน อีกอย่างบอกแล้วอย่างไรล่ะว่าห้ามเรียกข้าว่าองค์หญิง”
หมิงหลินหัวเราะคิกคักจิ่นฉินทำหน้าเหลอหลา
“เข้าใจแล้ว...องค์ชาย”
น้ำเสียงค่อนข้างขัดหูด้วยความกระดากปาก จิวชินยิ้มอย่างสมใจ
Hari sudah mendekati pukul satu siang tetapi tidak ada tanda-tanda keceriaan di akhir musim semi ini. Hawa dingin. Kabut terbang membungkus kota dan angin berhembus kencang. Di pulau Saiorse, di sebelah tenggara dari Istana Alegra, selokan beriak-riak menuju sungai hingga ke laut. Airnya jernih dan deras. Sepucuk pohon granium berdiri di pinggir, sehelai kelopak ungunya jatuh ke selokan dan terbawa arus seperti perahu kertas. Orang-orang berjalan dengan pakaian tebal nan berat. Jejak-jejak uap putih keluar setiap kali mereka bernafas. Saat melihat kelopak-kelopak bunga berjatuhan dan mengalir di selokan, mereka tersenyum hangat menyadari bahwa sebenarnya ini musim semi, bukan musim dingin. “Cuaca adalah satu-satunya hal yang tidak aku inginkan disini,” seru Tuan Philomene. Dari kaca mobil sederhananya, ia memperhatikan kehidupan bergerak menuju kesunyian. Balok-balok gedung berbaris menciptakan gang-gang sempit. Orang-orang lalu lalang di depan toko yang setengah buka, para
Detik suara gerimis menghanyutkan suasana, menorehkan tinta hitam pada jalanan di pagi kelabu. Sebuah limosin beserta jajaran mobil lainnya meluncur mendekati pintu gerbang istana Alegra. Gerbang terbuka, penghormatan terhampar. Lord Alastairs telah kembali, demikian semua penghuni istana berbicara. Mereka bersiap-siap. Segala hal dipersiapkan. Lagu kebangsaan didengungkan. Para prajurit berbaris memanjang dari pintu gerbang hingga pintu istana utama; tegap, sigap. Mereka menampakkan wajah ceria, bahwa mereka senang Sang Raja kembali, bahwa mereka gembira dapat berjumpa Sang Raja lagi. Lady Earlene, Adrien dan Luna berjaga di depan pintu. Ketika Lord Alastairs keluar dari limosin dan pintu selebar dan setinggi beberapa kaki dengan ukiran kuno yang rumit itu terbuka, mereka semua membungkuk hormat. “Selamat datang, Tuanku,” seru Lady Earlene, disusul oleh Adrien dan Luna. Lord Alastairs tidak membalas, melainkan langsung masuk ke dalam, melewati ruang tengah dengan langit-lan
“Ke Margot ya, pak,” titah Gavin kepada supirnya. Luna tercengang.“Aku pikir kita akan pulang?”Gavin menggelengkan kepala, “Aku ada pementasan malam ini.”“Datanglah dan saksikan sebentar penampilanku,” kata Gavin, nada suaranya melembut. Luna mengeluh panjang.“Bisakah kita pulang saja? Aku sudah cukup lelah malam ini.”“Baiklah. Antarkan saja aku sampai Margot Boulevard, setelah itu antarkan Lady Luna sampai ke Istana Alegra.”Luna tak bergeming. Mobil terus melaju hingga pada suatu titik, di suatu Boulevard, sang sopir memarkirkan mobilnya ke pojok, persis di depan sebuah gedung teater. Malam semakin larut. Bintang-bintang yang biasa bertaburan hingga nyaris membuat orang yang melihat langit merasa tersesat, kini hilang, entah tersesat dimana. Hanya bias sabit yang redup bangkit dalam kesendiriannya, ditopang oleh baris cemara di kejauhan.Namun, di baw
Mereka sampai di depan restaurat milik Monsieur Lucien Benichou. Sebuah restaurant diantara jalan setapak yang penuh dengan pepohonan cemara, magnolia dan ash. Pepohonan itu digantungi lampu kerlap-kerlip, membuatnya mengapung dalam cahaya. Ini adalah restaurant kelas satu dengan kunjungan terbatas untuk kalangan bangsawan dan para pejabat saja. Pemiliknya, Monsieur Lucien Benichou, adalah seorang bekas bangsawan perancis bertubuh gempal yang memiliki rambut perak palsu dengan keriting yang panjang. Ia menggilai aroma renaissance, novel-novel klasik, pantomim, dan beethoven, yang kemudian menginspirasinya untuk mendekorasi restaurant ini dengan lukisan-lukisan, musik klasik dan rak buku berisi karya penulis besar.Ketika Adrien, William, Lucien, Luna, Julius dan Tuan Philomene datang, Monsieur Lucien terperanjat senang. Bibirnya yang tertutupi jenggot dan kumis terbuka lebar, ia mempersilakan mereka duduk di bangku di dekat jendela, tersisih dari bangku peng
Luna dan Tuan Philomene keluar ruangan lalu berjalan melewati koridor. Di ujung koridor, di dekat sebuah patung malaikat, mereka bertemu Adrien yang berdiri bersandar pada tiang berulir sambil melipat tangan. Luna tercekat.“Oh Prince Adrien Moritz Alegra, The Duke of The Young Majesty of Alegra,”ujar Tuan Philomene. Ia menangkupkan kedua tangannya dan membungkuk, “Hormat saya,” lanjutnya.Adrien menyipitkan matanya melihat Luna. Bibirnya terbuka hendak bersua. Namun sebelum ia mulai berkata-kata, terdengar suara dari arah belakang. Ia menengok dan mendapati dua saudara kandung, Leonel dan Julius, mendekat ke arahnya dengan ceria.Leonel Tissier Delbonel, adalah anak ketiga dari Johannes Hardy Delbonel, rival setia Lord Alastairs dan salah satu tokoh utama pendiri Partai Kesetiaan, “Mata Angin”. Ia adalah adik kedua dari Guillaume, ketua parlemen saat ini. Ia seorang pebisnis dan politikus. Ia adalah anggota
Kesedihan. Itulah yang dirasakan Lady Earlene saat pertama kali dering telepon itu berbunyi dan ia memutuskan untuk melaju berkilo-kilometer menuju pulau Margot. Berdiam dibalik mobilnya, ia memperhatikan jejeran rumah sederhana para penyair di Margot City. Ah, betapa indahnya hidup para penyair itu, sederhana dan bebas. Mereka bisa mengungkapkan isi hati dan pikiran tanpa beban. Mereka bisa menjadi diri mereka atau berkelakar untuk menjadi orang lain tanpa pernah ada yang tahu. Semuanya hanya terangkum manis dibalik larik-larik puisi dan kalimat-kalimat bersayap. Tidak ada yang tahu. Lady Earlene memikirkan tentang dirinya... betapa mengerikannya saat seluruh gerak-gerikmu diperhatikan banyak orang. Seluruh perkataanmu, seluruh perbuatanmu...“Berpura-puralah,” begitu kata Lord Alastairs.Tapi terkadang, aktris terbaik pun perlu turun panggung untuk sekedar minum dan istirahat. Seorang aktris terbaik pun, betapapun baiknya, lama-lama akan haus pada dirinya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments