Ratu Sekar Ayu adalah seorang ratu yang hebat. Di bawah kekuasaannya ia berhasil membawa Kerajaan Welirang menuju masa kejayaan walau jalan yang ia lalui tak mudah. Pengkhianatan, perang, intrik dan kelicikan orang-orang di istana yang menghalangi jalannya untuk bertahta berhasil ia kalahkan dengan kerja keras dan perjuangan. Sayangnya ia jatuh cinta pada orang yang salah, yang pada akhirnya membawa Kerajaan Welirang di ambang kehancuran. Dialah ratu terakhir yang menduduki singgahsana kerajaan sebelum akhirnya kerajaan itu benar-benar hancur dan hilang ditelan oleh waktu. Ratu yang hebat hanya tinggal nama. Tak ada yang salah dengannya, kesalahannya hanya satu, yaitu jatuh cinta.
View MoreDahulu, berabad-abad yang lalu, jauh sebelum Nusantara bersatu menjadi sebuah negara kesatuan, pulau-pulau yang terbentang dari ujung barat hingga ke timur negeri ini terbagi menjadi banyak wilayah kerajaan, tak terkecuali Pulau Jawa. Sudah banyak kerajaan Jawa yang telah berhasil mengukir tinta emas, tak sedikit pula yang pada akhirnya harus tumbang sebelum sampai mencatatkan diri dalam sejarah peradaban negeri ini. Hal itu akibat peperangan demi peperangan perebutan wilayah untuk memperluas daerah kekuasaan. Tanah yang subur serta kekayaan alam yang berlimpah menjadikan tanah Jawa bak gula yang selalu diperebutkan para semut. Adu gengsi dan ambisi juga menjadi salah satu alasan yang tak bisa dikesampingkan. Hal itu membuat kerajaan-kerajaan kecil tak memiliki banyak pilihan kecuali tunduk di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan besar agar tetap bisa bertahan, alih-alih mencatatkan diri dalam sejarah.
Sementara itu di sebuah desa kecil yang asri dan damai jauh dari hiruk pikuk aktifitas warga di pusat kuta raja,
Hantaman gada terdengar silih berganti di sebuah rumah berpekarangan luas di pinggiran desa. Teriknya sinar matahari serta panasnya tungku pembakaran besi tak menghalangi semangat para pekerja untuk terus menempa besi-besi itu guna mendapatkan senjata dengan kualitas terbaik. Kualitas senjata yang mereka buat memang telah tersohor di khalayak luas, bahkan istana. Senjata-senjata buatan Mpu Geger membuat Kerajaan Welirang cukup disegani di tanah Jawa. Gagahnya prajurit di medan perang, kecerdasan para panglima perangnya, ditambah dengan senjata-senjata hebat yang mereka gunakan sudah cukup membuat ciut nyali musuh meski sebenarnya Welirang bukanlah kerajaan besar.
"Hei, Parwan," kata seorang pria berambut putih dengan jenggot panjang berwarna senada di antara suara hantaman palu.
"Iya, Mpu," jawab lelaki yang bernama Parwan.
"Kemana sahabatmu yang satu itu ? kenapa belum kembali juga setelah pamit makan siang ?" tanya Mpu Geger.
"Entahlah, Mpu. Saya belum menjumpainya."
"Carilah dia. Aku khawatir telah terjadi sesuatu dengannya."
"Baik, Mpu," jawab Parwan lalu segera pergi mencari sahabatnya.
Setelah mencari ke sana ke mari, akhirnya Parwan menemukan sahabatnya. Saat itu ia melihat sahabatnya sedang tidur dengan nyaman di atas dahan pohon. Rupanya semilir angin, ditambah perut yang kenyang membuat pria itu terlena lalu tertidur disana hingga lupa untuk kembali ke pekerjaannya. Parwan berjalan pelan-pelan mendekati pria itu. Parwan yang memang jahil, lalu menusuk pantat pria itu dengan ranting hingga ia terjatuh dari dahan pohon. Untungnya dahan itu tidak terlalu tinggi.
"Ahh, aduh," pekik pria itu sambil memegangi pinggangnya.
"Hahahaha ..."
Bukannya menolong Parwan malah menertawai sahabatnya yang sedang meringis kesakitan di tanah.
"Sial kau," hardik pria itu sambil melemparkan ranting kering ke arah Parwan. Parwan tak bergeming, ia masih terus menertawakan pria itu.
"Hei Damar, teman-temanmu sedang sibuk bekerja dan kau malah enak-enakan tidur di sini," kata Parwan setelah puas menertawakan Damar.
"Kau ini merusak mimpi indahku saja," jawab Damar kesal.
"Kau masih memimpikan gadis itu ?"
"Hari ini ia menunggangi kuda dengan pedang di tangannya."
"Ohh, mungkin dia ingin membunuhmu."
"Ngawur ..." jawab Damar sambil memukul Parwan.
"Sakit, Mar," pekik Parwan. "Secantik apa sih gadis itu ?" tanya Parwan lagi, penasaran.
"Aku tak bisa menggambarkannya. Bak dewi yang jatuh dari kahyangan."
"Putri Sekar Ayu, lewat ?"
"Hmm, aku belum pernah bertemu Putri Sekar Ayu, tapi aku yakin gadisku jauh lebih cantik darinya," jawab Damar dengan penuh keyakinan.
"Jangan-jangan dia lelembut yang menyukaimu, lalu diam-diam menemuimu di alam mimpi."
"Huss. Jangan menakutiku !!"
"Habisnya mimpimu itu aneh."
"Sudahlah. Susah bicara dengan orang yang tak paham sepertimu."
"Loh, kok aku ? kau itu yang aneh," kata Parwan kesal.
Damar dan Parwan berjalan menuju tempat mereka bekerja. Sepanjang jalan Damar lebih banyak diam, ia memikirkan kembali perkataan Parwan. Benar juga kata Parwan, mana mungkin gadis secantik itu hidup di dunia nyata. Ada banyak gadis cantik di desanya, namun tak pernah ia menjumpai yang secantik gadis yang sering muncul di dalam mimpinya. Bagaimana jika memang ia bangsa lelembut yang sengaja mengganggunya di alam mimpi ? Damar jadi merinding saat membayangkan hal itu.
Selama beberapa bulan belakangan, Damar selalu bermimpi melihat seorang gadis yang belum pernah ia temui sebelumnya. Kecantikannya membuat Damar susah menjalani hidup di dunia nyata karena dunia mimpi jauh lebih menyenangkan. Gadis itu bak seorang putri, memakai selendang hijau dan bermahkotakan emas di kepalanya. Jika biasanya seorang putri bangsawan menaiki kereta emas, gadis ini justru gemar menunggang kuda. Rambut panjangnya hitam berkilau diterpa sinar matahari, terurai diterpa angin di atas kuda yang ia tunggangi. Sorot matanya tajam namun tetap tersirat keanggunanan pada dirinya.
"Kau tak mendengarkanku ?" tanya Parwan membuyarkan lamunan Damar.
"Iya iya aku dengar," jawab Damar pura-pura. Padahal dari tadi ia tak paham apa yang dikatakan Parwan.
"Permisi anak muda," kata seorang kakek tua yang entah darimana asalnya tiba-tiba sudah berdiri di hadapan Damar dan Parwan.
"Kau ini mengagetkanku saja, Ki," kata parwan spontan, lalu Damar memelototinya agar ia lebih sopan pada orang tua.
"Maafkan aku anak muda," jawab kakek tua itu.
"Ada yang bisa kami bantu, Ki ?" tanya Damar.
"Begini anak muda ..."
Kakek tua itu mengaku datang dari jauh untuk mengunjungi candi suci yang berada di atas Bukit Pujon, namun karena usianya yang tak lagi muda ia tak sanggup lagi untuk berjalan. Ia juga mengaku telah kehabisan bekal. Jangankan untuk menyewa kereta kuda, untuk perbekalan selama perjalanan saja sudah tak ada lagi. Jadi kakek tua itu bermaksud meminta bantuan Damar dan Parwan untuk mengantarkannya ke Bukit Pujon.
"Baiklah, Ki, tunggulah di sini aku akan menjemputmu dengan kuda milik majikanku," kata Damar.
"Tidak anak muda, punggungku tak kuat jika harus naik kuda."
Damar dan Parwan saling melempar pandang, lalu mereka bedua kembali memandangi kakek itu dengan tatapan bingung. Si kakek hanya tersenyum memperlihatkan giginya yang mulai habis termakan usia.
"Akulah yang kau cari, Utari," kata Ratu berdiri di hadapan Utari sambil memegangi dadanya. Walau telah siuman, namun efek racun di dalam tubuhnya tak bisa secepat itu hilang. Para tabib telah berusaha memintanya untuk pergi menyelamatkan diri, namun ratu justru lebih memilih untuk menyelesaikan masalahnya dengan Utari. "Bedebah !! Baiklah, aku tak akan bermain-main lagi denganmu !!" teriak Utari marah mengetahui kesembuhan ratu. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung mengayunkan pedangnya ke arah ratu. Dua wanita itu bertarung, keadaan ratu yang belum pulih sepenuhnya membuatnya kuwalahan menghadapi Utari. Damar berusaha bangkit karena begitu mengkhawatirkan keadaan ratu, namun ia tak berdaya karena luka di tubuhnya dan juga hadangan dari anak buah Utari. Tak butuh waktu lama, Utari pun berhasil mengakhiri perlawanan Ratu Sekar Ayu. Ratu terkulai dengan cucuran darah dari mulut dan hidungnya, ia tak berdaya di bawah ancaman pedang Utari. "Kau suda
Utari berhasil memasuki istana Welirang. Istana yang sedang kosong ditinggal para penghuninya berperang di medan peperangan dengan mudah berhasil diobrak abrik oleh Utari dan pasukannya. Tujuannya sudah jelas, menemukan keberadaan Ratu Sekar Ayu. "Katakan dimana ratu kalian ??" teriak Utari sambil mengancam para dayang di istana. Mereka yang ketakutan pun akhirnya dengan berat hati menunjukkan keberadaan Ratu Sekar Ayu. Saat Utari mendobrak pintu, Ratu Sekar Ayu masih terbujur di atas ranjangnya. Tubuhmya masih membiru dengan aroma busuk yang mulai keluar dari luka di lengannya. Utari tersenyum puas menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya upas sewu bekerja pada tubuh ratu. "Lihatlah dirimu sekarang. Apa yang ingin kau sombongkan dariku ?" kata Utari sambil memainkan pedangnya di wajah ratu. "Ini semua tak seberapa. Kau tahu betapa sengsaranya aku selama ini ?? Kematianmu pun tak cukup untuk menghapus luka batinku." Utari menatap ratu dengan penuh kebenc
Pertempuran antara pasukan Welirang dan pasukan Jagalan akhirnya pecah. Pertumpahan darah yang ditakutkan oleh banyak orang pun akhirnya terjadi juga. Saat itu medan perang dipenuhi riuhnya suara pedang, lesatan anak panah dan teriakan para prajurit yang berjuang membela pasukannya masing-masing.Di sela-sela ayunan pedangnya, Raja Widharma tampak mencari-cari keberadaan Pangeran Wiguna. Perang sudah berlalu cukup lama, namun ia tak juga melihat keberadaan putranya itu.Raja Widharma semakin merangsek masuk membelah pasukan lawan, berharap bisa segera menemukan keberadaan Pangeran Wiguna. Ia ingin sekali menghukum putranya itu karena tak mengindahkan larangannya untuk memberontak. Bukannya Pangeran Wiguna, Raja Widharma justru bertemu dengan Utari. Ia sedikit terkejut karena ternyata pasukan itu dipimpin oleh seorang wanita alih-alih Pangeran Wiguna. Raja Widharma ingin beranjak pergi namun Utari memaksanya untuk tetap berada di sana.Utari dan Raja Widharma sal
Keesokan harinya tanpa ada yang tahu peristiwa yang menimpa Pangeran Wiguna,Utari berjalan keluar dari kadipaten dengan baju zirah lengkap dengan senjata di kedua tangannya. Ribuan pasukan Jagalan telah bersiap di depan kadipaten setelah mendapatkan perintah perang dari Utari. Utari berdalih Pangeran Wiguna telah ada di perbatasan menunggu mereka bergabung dengan pasukan sekutu. Para prajurit yang tak tahu apa-apa menurut saja apa kata Utari yang katanya telah ditunjuk untuk memimpin pasukan Jagalan.Utari tak ingin membuang waktu, ia dan ribuan pasukannya segera bergerak menuju Welirang. Hentakan kaki kuda dan sorot tajam matanya sudah cukup menggambarkan betapa siapnya ia untuk bertempur melawan pasukan kerajaan. Ia sangat yakin dapat memporak-porandakan Welirang dengan ribuan prajurit yang telah dilatih dan dipersiapkan oleh ibu suri selama ini menggunakan dana gelap kerajaan Welirang. Sokongan dari pasukan sekutu pun sudah lebih dari cukup dan membuatnya semakin p
Damar dihajar habis-habisan oleh Nyi Gandaruhi. Pertarungan yang tak seimbang itu membuat Damar babak belur. Sementara itu, fajar sudah mulai terlihat di ufuk timur, sinar yang terpancar dari bunga Geniri pun mulai meredup. Satu per satu kelopaknya mulai menutup, bunga itu harus segera dipetik sebelum menutup sepenuhnya. Jika malam itu menjadi malam terakhir ia mekar, maka hilang sudah kesempatan mereka untuk menyelamatkan nyawa Ratu Sekar Ayu. Nyi Gandaruhi nampaknya tahu betul akan hal itu sehingga ia terus berusaha menghalangi Damar agar tak sampai menyentuh bunga itu. Damar tak mau menyerah, dengan sisa kekuatan yang ada, ia kembali bangkit dan berusaha melawan Nyi Gandaruhi. Ratu Sekar Ayu sedang menunggunya, bagaimanapun caranya ia harus bisa mendapatkan bunga itu. Tak apa jika raganya harus hancur di tangan Nyi Gandaruhi, asalkan ia dapat membawa pulang penawar racun itu. Semua orang sedang menggantungkan haparan besar padanya, ia tak mau mematahkan harapan itu.
Utari tersenyum puas saat menerima laporan dari orang suruhannya perihal keadaan Ratu Sekar Ayu. Walau bidikannya tak tepat sasaran, namun ternyata sedikit luka di tubuh ratu sudah cukup untuk menumbangkannya. Untuk beberapa saat ratu masih bisa memperpanjang napas, namun Utari yakin itu tak akan lama karena usaha Damar akan sia-sia belaka, Nyi Gandaruhi tak akan semudah itu dikalahkan. Tak disangka ternyata bidikannya akan mengenai dua mangsa sekaligus, karena pergi ke hutan Larangan sama saja dengan bunuh diri."Damar, sampai saat inipun kau masih memihaknya," gumam Utari sambil melumat habis bunga di tangannya. Tak bisa dipungkiri rasa cemburu itu masih ada. Melihat Damar rela mengorbankan nyawa demi ratu membuat kebencian di dalam dirinya kian bergejolak. Ia semakin berambisi untuk menghancurkan Ratu Sekar Ayu dan kerajaannya.Setelah menerima kabar soal kondisi ratu, Utari segera menemui Pangeran Wiguna untuk membicarakan rencana besar yang akan ia jal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments