Michael mengerlingkan mata sambil membalas, "Kalau aku keluar, bukankah aku akan dihajar sampai mati?"Suara Sean tetap terdengar datar. "Ternyata kamu begitu nggak punya tanggung jawab. Seingatku, Kakek baru memberimu jabatan presdir di anak perusahaan, 'kan? Masalah begini saja harus diurus oleh Kakek. Kalau para pemegang saham tahu, takutnya kamu bisa dilengserkan dari jabatanmu."Begitu ucapan ini dilontarkan, Michael tidak mungkin berkesempatan untuk mundur lagi. Lulu pun bangkit, lalu menarik Michael dan berujar dengan lantang, "Michael tentu bisa menangani masalah sepele begini. Kamu nggak perlu mengejeknya!"Tiffany mengernyit menatap Lulu yang membawa Michael keluar. Michael sama sekali tidak merasa dirinya bersalah. Tiffany yakin masalah ini akan berakhir buruk jika diatasi mereka.Tiffany berbalik, lalu mendapati Sean sedang meminum teh dengan santai. Darmawan memanggil kepala pelayan dengan ekspresi masam, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.Setelah kepala pelayan pergi, Da
Tangan Tiffany yang memegang kursi roda seketika menegang. Setelah mendengar semua ini, dia baru teringat bahwa tidak ada pelayan yang menghiraukan mereka sejak mereka masuk.Di bawah sinar bulan, Tiffany memandang wajah tampan Sean. Dia merasa pria ini sangat kasihan. Michael yang merupakan kakak sepupu Sean malah menghinanya karena cacat, bahkan melecehkan istrinya di hadapannya.Paman dan bibinya juga meremehkannya. Selain itu, kakek Sean .... Dulu Tiffany mengira Darmawan sangat menyayangi Sean. Jika tidak, mana mungkin dia peduli pada pernikahan Sean?Namun, setelah melihat sikap dingin Darmawan tadi, Tiffany merasa Darmawan tidak benar-benar menyukai Sean.Setelah memikirkan semua ini, hati Tiffany terasa getir. Sejak kecil, Sean telah kehilangan keluarga terdekatnya dan kerabatnya memperlakukannya dengan buruk. Dia pasti sangat sedih, 'kan?Tiffany tiba-tiba menjulurkan tangannya yang bergetar secara naluriah. Dia menyentuh tangan Sean yang dingin. Sean pun terkejut dan menggera
Michael yang sedang murka tentu tidak bersedia mendengar cemoohan seperti ini. Dia menendang kursi roda Sean lagi. Kursi roda itu sampai hampir terjatuh.Michael mengira tendangan ini sudah cukup untuk membuat Sean terguling dari kursi rodanya. Namun, sepasang tangan yang mungil sontak menangkap kursi roda itu dengan erat saat kursi roda itu hampir terjatuh.Tiffany menggenggam pegangan kursi roda dengan sekuat tenaga. Dia memelototi Michael sambil membentak, "Kamu nggak boleh menindas suamiku!"Amarah pada tatapan Tiffany membuat Michael sempat mengira ada yang salah dengan pandangannya. Gadis ini jelas-jelas terlihat begitu lemah lembut sebelumnya. Tiffany bahkan tidak bersuara saat Michael meremas bokongnya. Kini, dia malah memelotot dan membentaknya?Michael terkekeh-kekeh, lalu menjulurkan tangan dan mengangkat dagu Tiffany. Dia membalas, "Kenapa? Kamu ingin membela suami cacatmu ya? Jangan lupa, kamu sendiri juga cuma wanita lemah."Michael terkekeh-kekeh kejam dan meneruskan, "K
Di bawah sinar bulan yang terang, Sean tersenyum lembut dan menggoda. Tiffany menggigit bibirnya dan merasa wajahnya sangat panas. Dia menyahut, "Ya ... aku akan memeriksanya setelah pulang nanti."Kemudian, Tiffany menarik napas dalam-dalam sebelum meneruskan, "Sebenarnya aku cuma memaksakan diri tadi. Tubuhnya besar sekali, mana mungkin aku sanggup melawannya? Aku juga nggak sanggup melindungimu."Tiffany menunduk menatap kaki ayamnya sambil berkata lagi, "Untungnya, lariku sangat cepat. Aku bisa membawamu kabur."Penampilan serius Tiffany membuat Sean tidak bisa menahan tawa. Dia bertanya, "Jadi, kamu berencana membawaku kabur setiap kali ada masalah?""Ya. Tapi, aku nggak bakal terus kabur. Setelah aku jadi kuat, aku bisa melindungimu." Tiffany mengangguk, lalu teringat pada sesuatu sehingga menggeleng lagi.Sean menatapnya untuk waktu yang cukup lama, lalu berujar sambil tersenyum, "Oke, aku akan menunggumu menjadi kuat.""Ya." Tiffany mengepalkan tangannya dengan erat. Wajahnya m
Tiffany mengernyit, berusaha mengingat kejadian semalam. Dia hanya ingat dirinya dan Sean naik ke mobil yang dikendarai oleh Genta.Ketika saat itu, Tiffany merasa kantuk dan ingin beristirahat sejenak. Alhasil, dia malah tidur sampai keesokan pagi. Lantas, bagaimana dia bisa tidur di kamar ini?Jangan-jangan .... Tiffany teringat pada mimpinya. Ini tidak mungkin! Dia buru-buru menggeleng, menyingkirkan pemikiran yang tidak masuk akal ini."Sudah bangun?" Terdengar suara merdu seorang pria. Tiffany termangu sesaat sebelum menoleh memandang ke arah sumber suara.Saat berikutnya, Tiffany langsung bertemu pandang dengan mata Sean yang dalam. Wajah Tiffany sontak memerah. Dia segera memalingkan wajahnya.Siapa yang bisa memberitahunya kenapa mata seseorang yang buta bisa setajam ini? Akan tetapi, setelah teringat bahwa Sean buta, Tiffany merasa reaksinya terlalu berlebihan. Dia bertanya sambil tersenyum, "Kamu sudah bangun?""Ya." Sean tentu melihat semua gerak-gerik Tiffany. Dia tersenyum
Maserati hitam melaju di jalan dan akhirnya berhenti di gedung Universitas Aven. Begitu turun dari mobil, Tiffany langsung berlari ke ruang kelasnya tanpa sempat mengucapkan terima kasih kepada Genta.Yang ada di ruang kelas bukan hanya buku catatan dan buku latihan, tetapi juga sertifikat dan kartu ulang tahun yang diberikan neneknya setiap tahun.Beberapa kartu itu memang terlihat jelek, bahkan tulisan di atasnya juga miring. Namun, itu adalah barang berharga untuk Tiffanny.Pagi-pagi, kampus sudah ramai dan banyak yang berkumpul di depan lift. Ketika Tiffany menunggu di depan lift, tiba-tiba Julie meneleponnya lagi."Tiff, kamu sudah di mana? Mereka makin lama makin merajalela!" seru Julie. Tiffany bisa mendengar isak tangis sahabatnya itu! Jantungnya berdetak kencang.Tiffany menarik napas dalam-dalam. Dia memutuskan untuk tidak menunggu lift lagi dan berlari ke tangga di samping. Tidak masalah kalau harus naik tangga sampai lantai 8!Karena belum makan sarapan, kaki Tiffany pun te
Selesai bicara, Michael yang teringat sesuatu menunjuk memar di dahinya dan bertanya, "Tiffany, seharusnya kamu masih ingat kenapa dahiku bisa memar, 'kan?"Tiffany berpikir sejenak, memangnya ada hubungan dengan dia? Apa dia yang melukainya dengan sepatu hak tinggi semalam?Michael menatap Tiffany dan mencibir. Dia melanjutkan, "Dibandingkan dengan apa yang kalian lakukan padaku semalam, aku rasa perbuatanku sama sekali nggak keterlaluan."Kemudian, Michael melihat sekilas barang-barang yang dipegang Tiffany dan menambahkan, "Kalau aku tahu kamu sangat menghargai sampah-sampah ini, seharusnya aku bakar semua saja."Semalam Ronny sudah memperingatkan Michael agar tidak bertindak gegabah. Namun, ini adalah pertama kalinya Michael dilukai dengan sepatu hak tinggi. Mana mungkin dia diam saja?Tiffany memelototi Michael seraya berucap dengan geram, "Kamu memang pantas diberi pelajaran semalam!"Michael yang melecehkan Valerie dan dia sendiri yang bertengkar. Kenapa Michael malah menyalahka
Michael melihat Tiffany seraya menahan tawa. Dia berkata, "Tentu saja. Kalau kamu melepaskan bajuku dan melakukan oral seks untukku, mungkin aku akan kehilangan minat padamu."Tiffany mengangguk dengan serius, lalu membalas, "Oke. Aku akan mengikuti kemauanmu."Begitu Tiffany melontarkan ucapannya, Michael tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia melambaikan tangan kepada kedua pria berpakaian hitam dengan perasaan gembira dan memerintah, "Lepaskan dia."Kedua pria berpakaian hitam juga merasa antusias. Mereka pun melepaskan Tiffany. Melihat Tiffany menghampirinya, Michael bertanya seraya menyipitkan matanya, "Kamu mau mempermainkan aku, ya?"Tiffany tersenyum lebar dan berucap dengan tulus, "Aku nggak mungkin bisa lawan kalian sendirian. Mana mungkin aku mempermainkanmu? Kita sudah sepakat, aku lepaskan bajumu dan melakukan ... itu. Jadi, kamu nggak akan sentuh aku lagi."Michael tertawa, lalu menceletuk, "Benar! Ayo, cepat!"Tiffany mendekati Michael dan melepaskan kancing baju Michael d
Mata Tiffany langsung membelalak dan meletakkan ponselnya dengan penuh semangat, lalu menatap Sean dan bertanya, "Benarkah? Apa yang terjadi?"Sean menarik napas dalam-dalam, lalu menggenggam tangan Tiffany dan menceritakan semua yang tadi dikatakan Venus.Tiffany pun mengernyitkan alisnya. "Kenapa kamu tahu orang itu hanya samaran dan bukan ayahmu sendiri?"Sean tersenyum dan berkata dengan tenang, "Karena cara berjalannya. Saat tadi melihat punggungku, Nyonya Venus bilang cara berjalanku tergesa-gesa sama seperti ayahku. Tapi, saat ayahku berusia puluhan tahun, kaki kirinya sebenarnya pernah terluka dan cara jalannya pun jadi pincang. Untuk menutupi kekurangannya, dia selalu berjalan dengan sangat pelan.""Tapi, meskipun jalannya sangat pelan, tetap bisa terlihat pincangnya kalau diperhatikan baik-baik. Jadi, ayahku nggak mungkin berjalan dengan tergesa-gesa."Mendengar penjelasan itu, Tiffany menatap Sean dengan kaget. Ini pertama kalinya dia mendengar Sean menceritakan detail tenta
Setelah mengatakan itu, Sean menggelengkan kepala dengan tegas. "Nyonya Venus, aku berani yakin kamu pasti salah orang. Pertama, ayahku bukan orang seperti itu. Kedua, hubungan ayah dan ibuku selalu sangat baik. Ketiga, ayahku sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Kalau kamu nggak punya bukti, sebaiknya jangan mencemari nama orang yang sudah tiada. Akan terkena karmanya."Sean berdiri setelah mengatakan itu, lalu berbalik dan hendak pergi.Venus yang panik pun langsung menarik lengan Sean dan mengeluarkan manset dari sakunya. "Aku ... punya buktinya. Coba lihat ini, barang ini milik Keluarga Tanuwijaya, 'kan?"Sean mengernyitkan alisnya, lalu menoleh. Namun, begitu melihat barang itu, matanya langsung membesar. Ternyata Venus memang tidak berbohong karena manset di tangan Venus memang milik Keluarga Tanuwijaya. Itu adalah manset berukir nama keluarga yang dipasang di jas resmi saat anggota Keluarga Tanuwijaya menghadiri upacara penting atau pertemuan besar.Saat melihat manset itu,
Tiffany mengernyitkan alis karena merasa suara itu terdengar familier. Dia secara refleks menoleh ke arah suara itu dan melihat Venus yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sedang tersenyum dengan sangat ramah. Sama seperti sebelumnya, tatapan Venus tetap langsung tertuju pada Sean."Nggak perlu merepotkan Nyonya Venus," kata Sean dengan sopan sekaligus dingin, lalu berbalik dan menarik Tiffany untuk pergi."Sean!"Melihat Sean hendak pergi, Venus langsung panik. Dia segera menghampiri Sean dan berkata, "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."Sean pun mengernyitkan alis. "Nyonya Venus, kita sepertinya nggak ada hal yang bisa dibicarakan. Tolong jaga sikapmu."Sejak awal, Sean sudah menyadari ada yang aneh dengan cara Venus ini menatapnya. Hanya demi menjaga sopan santun, dia tidak langsung mengungkapkannya. Namun, sekarang Venus sudah mendekatinya secara terang-terangan, dia tentu saja harus menolaknya dengan tegas. Setelah mengatakan itu, dia memeluk Tiffany dan hendak masuk
Setelah mengatakan itu, Sean dan Tiffany pun langsung pergi tanpa menoleh sedikit pun.Sementara itu, Wesley yang duduk di meja makan hanya bisa menggigit bibirnya dengan kuat. Dia menatap ke arah perginya Sean dengan marah dan mengumpat dengan pelan, "Sok sekali. Dia juga hanya hidup bergantung pada bisnis keluarganya saja.""Tutup mulutmu."Venus menatap Wesley dengan tak berdaya saat mengatakan itu, lalu melirik Yerick. "Kalian berdua ini terlalu tergesa-gesa. Coba kalian pikirkan. Hubungan Tiffany dan Xavier begitu dekat, hubungan Sean dan Xavier juga nggak akan buruk. Bukannya pura-pura peduli pada Xavier dulu, kalian malah langsung membahas soal uang. Sekarang semuanya sudah berantakan, 'kan?"Setelah mengatakan itu, Venus menarik napas dalam-dalam. "Aku akan menyusul mereka."Tanpa menunggu reaksi dari Wesley, Venus langsung berlari keluar setelah mengatakan itu....."Benar-benar menyebalkan," marah Tiffany begitu keluar dari rumah Keluarga Rimbawan sambil mengepalkan kedua tan
Tiffany duduk di kursi dengan kedua tangan yang menggenggam peralatan makan dengan erat dan berkata dengan suara bergetar, "Jadi ... menurut kalian, kami seharusnya membawa uang untuk kalian kalau datang untuk meminta maaf ya?"Yerick segera menggelengkan kepala. "Jangan bilang seperti itu, kami nggak pernah minta kalian untuk membawa uang pada kami. Tuan Sean hanya perlu bilang akan memberikan kami berapa, kami bisa pergi mengambilnya sendiri."Setelah terdiam sejenak, Tiffany melempar peralatan makannya dengan kuat. "Sekarang aku akhirnya mengerti kenapa Xavier dan Jayla selalu dekat dengan ibuku, tapi hubungan mereka dengan keluarga ini sangat renggang."Tiffany berpikir tidak akan ada orang yang tahan dengan keluarga seperti ini. Oleh karena itu, Xavier sangat jarang pulang dan dibesarkan ibunya sejak kecil sampai dewasa. Xavier bahkan ikut pergi ke Kota Kintan bersamanya karena keluarga ini sama sekali tidak layak untuk dipertahankan.Sebelum datang ke sini, Tiffany memang sempat
"Siapa juga yang mau berusaha keras dalam urusan kayak begituan!"....Begitu rombongan mereka masuk ke vila Keluarga Rimbawan, ayah Xavier, Wesley, menyambut mereka dengan senyum lebar.Dia tersenyum ramah sambil menyapa, "Pak Sean, aku sudah lama dengar tentang nama besarmu. Aku nggak nyangka kamu bakal datang ke rumah kami, sungguh kejutan besar!"Venus segera maju, menarikkan kursi untuk Tiffany dan Sean. "Silakan duduk."Setelah berkata begitu, matanya masih sempat melirik ke arah Sean satu kali lagi.Tiffany mengerutkan alis, lalu langsung duduk di depan Sean untuk menghalangi pandangan Sean.Hidangan di atas meja tampak sangat mewah. Jelas sekali koki telah bekerja keras menyiapkannya.Yerick pun tersenyum dan duduk di tempatnya.Namun, di tengah kehangatan keluarga itu, tak seorang pun selain Jayla yang tampak memedulikan kondisi Xavier.Beberapa kali Tiffany ingin membuka pembicaraan tentang kondisi Xavier kepada Wesley, tetapi dia selalu dipotong dengan tegas.Setelah beberap
Setelah Jayla pergi bersama Miska dan Xavier, Yerick segera mendekat dengan senyuman ramah di wajahnya.Dia menatap Sean sambil berujar, "Pak Sean, ayahku tahu kamu akan datang hari ini. Beliau sangat senang dan sudah menyiapkan hidangan lezat di rumah. Apa kamu dan istrimu berkenan mampir?"Sean mengangguk pelan. "Hm."Kedatangan mereka kali ini memang untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Keluarga Rimbawan, sekaligus membahas pernikahan Xavier dan Miska agar Keluarga Rimbawan bisa menyetujuinya.Tentu saja, mereka harus pergi ke rumah Keluarga Rimbawan."Baiklah! Kalau begitu, kami antar kalian ke rumah kami!" Yerick tersenyum dan berjalan untuk memandu.Sementara itu, ibu tiri Xavier, Venus, berjalan di sisi lain Yerick. Matanya tampak sesekali melirik wajah Sean. Perilaku itu semakin mencolok saat mereka sudah berada di dalam mobil.Mereka duduk di dalam sebuah mobil limusin Lincoln yang panjang. Tiffany duduk di sebelah Venus, sedangkan Sean duduk di sisi seberangnya bersama Y
"Ini bukan salah Tiffany."Sean mengangkat tangan dan menahan lengan Jayla yang terangkat. Keningnya berkerut, nada suaranya dingin saat menatap gadis itu."Perihal kakakmu sudah kami selidiki dengan jelas. Memang ada kaitannya dengan Tiffany, tapi penyebab utamanya adalah keputusan kakakmu sendiri yang ingin menyelamatkan orang lain.""Kakakmu itu pahlawan, tapi kamu nggak bisa menyalahkan orang yang diselamatkannya cuma karena dia nggak bisa melindungi diri sendiri."Mata Jayla dipenuhi garis merah darah, tetapi dia tetap tidak mau mundur. Dia menatap Sean dengan tajam. "Meskipun begitu, kalian tetap harus tanggung jawab!""Kakakku datang ke tempat kalian dalam keadaan baik-baik saja, tapi sekarang jadi begini! Kalian masih bisa menyalahkan orang lain?"Sean tetap menahan tangannya, tak mundur dan tak juga maju, hanya berdiri kokoh di tempat, melindungi perempuan di belakangnya.Melihat situasi itu, Miska yang di sekitar menjadi sedikit takut. Dia pelan-pelan mendekati Tiffany, lalu
Setelah memastikan Arlo dan Arlene sudah tertangani dengan baik, Sean langsung memanggil pesawat pribadi untuk membawa Xavier yang masih koma dan juga Miska ke Kota Zimbab.Ini adalah kali kedua Tiffany menginjakkan kaki di Kota Zimbab. Terakhir kali dia kemari adalah lima tahun lalu, saat Niken meninggal dunia. Tanpa terasa, lima tahun sudah berlalu. Namun, kota ini seakan-akan tidak banyak berubah.Sebelumnya Tiffany sudah lebih dulu memberi kabar kepada ayah Xavier. Jadi, saat mereka keluar dari bandara, sudah ada orang-orang Keluarga Rimbawan yang menunggu di luar.Yang menunggu di pintu keluar adalah ibu tiri Xavier, adik tirinya, serta Jayla yang wajahnya penuh kemarahan.Ibu kandung Xavier sudah meninggal sejak lama, lalu ayahnya menikah lagi. Sebagai anak dari istri pertama, Xavier dan Jayla tidak disukai di rumah itu. Maka dari itu, mereka sangat dekat dengan Niken.Genta dan Sofyan mendorong ranjang Xavier keluar lebih dulu dari pintu bandara."Kakak ...!" Jayla yang matanya