Sean langsung tertegun sejenak karena dia tidak menyangka Tiffany masih bisa memikirkan Bronson di saat seperti ini. Melihat sikap Bronson yang dingin terhadap Tiffany, membuatnya merasa wanita di depannya ini makin berharga. Dia mengangkat dagu Tiffany dengan pelan, lalu menatap mata Tiffany yang jernih dan berkata, "Kamu benar-benar begitu peduli dengan pendapat Bronson?""Tentu saja, dia itu ayahku," kata Tiffany yang langsung menganggukkan kepala. Meskipun hubungannya dengan Bronson tidak sebaik hubungannya dengan Kendra dan istrinya, ikatan darah tetap tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, dia tentu saja peduli dengan pendapat Bronson.Sean menatap wajah Tiffany, lalu menciumnya dengan lembut. "Nggak perlu menyembunyikan hal ini dari dia lagi, dia sudah tahu."Saat mendengar kata Sean, tubuh Tiffany langsung menjadi kaku. Pada detik berikutnya, dia menatap Sean dengan tatapan tidak percaya. "Kenapa bisa ...."Tiffany berpikir Sean bahkan menyembunyikan hal ini dari dia serta Misk
Sean menepuk punggung Tiffany perlahan-lahan. "Ya. Kejadiannya mendadak dan koneksiku di Kota Zimbab juga terbatas, jadi aku minta tolong pada Xavier. Inilah sebabnya Xavier bangun di malam pengantinnya dan menghela napas panjang di ruang kerja.""Kenapa bisa?" tanya Tiffany yang benar-benar bingung. Meskipun semalam dia dan Sean tidak terus berjaga di luar kamar pasien Ronny, masih ada Genta, Sofyan, dan Chaplin yang tetap di sana. Dengan kemampuan mereka, tidak sembarangan orang yang bisa menerobos masuk ke dalam kamar itu.Selain itu, Ronny juga terluka parah. Meskipun dia hendak kabur, dia juga pasti akan sangat kesulitan.Sean menarik napas dalam-dalam, lalu memeluk Tiffany. "Ini karena Cathy. Dia menyuruh seseorang menyamar sebagai ayahmu, lalu menipu orang dengan menyuruh orang lain menyamar sebagai Ronny."Tiffany langsung tertegun di tempat, seolah-olah kepalanya dipukul dengan keras. "Ini ...."Miska bertanya dengan suara bergetar, "Jadi ... semalam Kak Xavier bangun karena m
Xavier juga tersenyum. "Aku sungguh nggak menyangka suatu hari bisa mendengar kamu membahas Tiffany dengan tenang dan senang."Dahulu, Xavier tidak pernah menerima perhatian dari wanita mana pun, hatinya hanya penuh dengan Tiffany. Dia sampai mengabaikan Miska yang selalu berada di sisinya dan sering menghilang tanpa jejak, tetapi selalu muncul di saat-saat penting. Kini, sebuah kecelakaan mobil yang mendadak ini membuatnya tiba-tiba sadar, ternyata diperhatikan orang itu rasanya sangat menyenangkan.Namun, Xavier menoleh dan menatap Sean dengan tenang. "Aku harus bagaimana menjelaskannya pada mereka?"Sean mengangkat tangan dan memijat keningnya yang sakit. "Jawab dengan jujur saja."Soal Ronny yang melarikan diri, Sean dan Xavier awalnya sepakat sebaiknya sedikit orang saja yang tahu. Sean bahkan tidak memberi tahu Tiffany sedikit pun karena takut Tiffany akan khawatir dan sedih. Namun, jika terus menyembunyikan hal ini akan memengaruhi hubungan Xavier dan Miska, lebih baik mencerita
"Mungkin saja dia murung bukan karena kamu," kata Tiffany.Miska menggigit bibirnya dan menatap Tiffany dengan hati-hati. "Kalau bukan karena aku, jadi karena apa? Dia baru saja sadar sudah langsung melihat orang yang paling dikaguminya namanya dibersihkan, dia harusnya nggak ada alasan untuk murung ...."Setelah mengatakan itu, Miska menggigit bibirnya dengan hati-hati dan melanjutkan, "Selain karena menikahiku, ada apa lagi yang bisa membuatnya merasa menderita?"Tiffany terdiam. Dia memang mulai yakin dengan kata-kata Miska, tetapi tadi pagi Xavier jelas sudah menjelaskan di telepon bahwa Xavier sangat berharap bisa menjalani hidup yang baik dengan Miska. Oleh karena itu, dia hanya bisa terus membujuk Miska dengan tenang.Namun, bukan hanya Miska, bahkan Tiffany juga perlahan-lahan mulai ikut berpikiran sempit. Jika Xavier memang ingin menjalani hidup yang baik dan tidak meremehkan Miska, mengapa Xavier harus bangun tengah malam di malam pengantin dan duduk di ruang kerja sambil men
Suara Sean memang tidak keras, tetapi ruang di kamar mandi juga tidak besar. Oleh karena itu, Xavier di ujung telepon yang sudah mendengar suara Sean sejak tadi pun tersenyum dengan lembut."Suruh Sean datang menemuiku saja. Aku akan menemaninya mengobrol sebentar, kamu pergi bantu aku urus istriku," kata Xavier sambil tertawa, lalu menutup teleponnya.Sementara itu, Tiffany masih memegang ponselnya dengan kondisi rambut yang berantakan karena ditiup angin dan menatap Sean."Xavier bilang .... Hmm ...."Sebelum Tiffany selesai berbicara, Sean langsung menekan Tiffany ke dinding dan mencium bibir Tiffany dengan kuat.Tiffany juga merasa pusing karena ciuman yang mendadak itu. Dalam keadaan tak berdaya, dia hanya bisa mengangkat tangannya dan merangkul pinggang Sean yang kekar. "Sayang ....""Sayang, biarkan aku menciummu sebentar."Setelah itu, Sean memeluk Tiffany sambil memejamkan matanya. "Aku sangat lelah, hanya kamu yang bisa membuatku merasa nggak terlalu lelah."Mendengar suara S
"Dia mau cerai sama aku," jelas Xavier.Tiffany hampir menyemburkan air kumur dari mulutnya. Setelah beberapa saat, dia batuk ringan, lalu bertanya, "Bukannya kalian baru nikah? Kok sekarang malah mau cerai?"Selesai berkata, dia mengerucutkan bibir, lalu berpura-pura serius bertanya kepada Xavier, "Jangan-jangan kamu ngomong sesuatu yang buat dia nyesal nikah sama kamu?"Xavier hanya bisa tersenyum pasrah. "Mana mungkin! Tiff, aku ngaku, awalnya aku tunangan sama dia karena aku pikir dia oke juga.""Tapi sekarang, setelah semua yang dia lakukan buat aku, aku benar-benar tersentuh sama si bodoh itu. Aku benaran ingin hidup sama dia sampai tua. Masa iya aku tega sakiti dia, apalagi cerai?"Tiffany menggenggam ponselnya. Ini pertama kalinya dia mendengar Xavier membahas perasaannya untuk wanita. Rasanya agak aneh, tetapi juga menarik.Dia menarik napas panjang. "Ini pertama kali kamu pacaran ya? Kamu nggak tahu harus ngapain, jadi telepon aku?"Dari seberang, terdengar napas berat Xavier