Arlo menarik napas dalam-dalam, berpura-pura dewasa saat menatap Tiffany. "Mama, Paman Sean bilang kalian mau antar Paman Xavier pulang.""Aku sama Arlene nggak ikut ya. Aku sudah telepon Kakek. Kakek bilang hari ini juga dia bakal terbang ke sini buat jemput kami berdua."Selesai berbicara, si kecil itu menatap Tiffany dengan mata penuh keengganan. "Mama, aku sama Arlene jarang banget jauh dari Mama. Jangan buat kami nunggu lama-lama ya!"Hati Tiffany terasa hangat. Sebelumnya, dia juga sempat kepikiran untuk mengirim mereka ke rumah ayahnya.Bagaimanapun, Xavier cedera karena dirinya. Perjalanan kali ini ke rumah Keluarga Rimbawan pasti akan sangat sulit.Tiffany tentu tidak keberatan. Bagaimanapun, dia bersalah. Namun, dua anak ini tidak bersalah. Kalau dia membawa mereka dan mereka diperlakukan buruk oleh Keluarga Rimbawan, takutnya anak-anaknya akan trauma.Namun, Tiffany juga tidak menyangka ternyata Arlo sudah sedewasa ini, sampai mengambil inisiatif sendiri untuk pergi ke rumah
Setelah memastikan Arlo dan Arlene sudah tertangani dengan baik, Sean langsung memanggil pesawat pribadi untuk membawa Xavier yang masih koma dan juga Miska ke Kota Zimbab.Ini adalah kali kedua Tiffany menginjakkan kaki di Kota Zimbab. Terakhir kali dia kemari adalah lima tahun lalu, saat Niken meninggal dunia. Tanpa terasa, lima tahun sudah berlalu. Namun, kota ini seakan-akan tidak banyak berubah.Sebelumnya Tiffany sudah lebih dulu memberi kabar kepada ayah Xavier. Jadi, saat mereka keluar dari bandara, sudah ada orang-orang Keluarga Rimbawan yang menunggu di luar.Yang menunggu di pintu keluar adalah ibu tiri Xavier, adik tirinya, serta Jayla yang wajahnya penuh kemarahan.Ibu kandung Xavier sudah meninggal sejak lama, lalu ayahnya menikah lagi. Sebagai anak dari istri pertama, Xavier dan Jayla tidak disukai di rumah itu. Maka dari itu, mereka sangat dekat dengan Niken.Genta dan Sofyan mendorong ranjang Xavier keluar lebih dulu dari pintu bandara."Kakak ...!" Jayla yang matanya
"Ini bukan salah Tiffany."Sean mengangkat tangan dan menahan lengan Jayla yang terangkat. Keningnya berkerut, nada suaranya dingin saat menatap gadis itu."Perihal kakakmu sudah kami selidiki dengan jelas. Memang ada kaitannya dengan Tiffany, tapi penyebab utamanya adalah keputusan kakakmu sendiri yang ingin menyelamatkan orang lain.""Kakakmu itu pahlawan, tapi kamu nggak bisa menyalahkan orang yang diselamatkannya cuma karena dia nggak bisa melindungi diri sendiri."Mata Jayla dipenuhi garis merah darah, tetapi dia tetap tidak mau mundur. Dia menatap Sean dengan tajam. "Meskipun begitu, kalian tetap harus tanggung jawab!""Kakakku datang ke tempat kalian dalam keadaan baik-baik saja, tapi sekarang jadi begini! Kalian masih bisa menyalahkan orang lain?"Sean tetap menahan tangannya, tak mundur dan tak juga maju, hanya berdiri kokoh di tempat, melindungi perempuan di belakangnya.Melihat situasi itu, Miska yang di sekitar menjadi sedikit takut. Dia pelan-pelan mendekati Tiffany, lalu
Setelah Jayla pergi bersama Miska dan Xavier, Yerick segera mendekat dengan senyuman ramah di wajahnya.Dia menatap Sean sambil berujar, "Pak Sean, ayahku tahu kamu akan datang hari ini. Beliau sangat senang dan sudah menyiapkan hidangan lezat di rumah. Apa kamu dan istrimu berkenan mampir?"Sean mengangguk pelan. "Hm."Kedatangan mereka kali ini memang untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Keluarga Rimbawan, sekaligus membahas pernikahan Xavier dan Miska agar Keluarga Rimbawan bisa menyetujuinya.Tentu saja, mereka harus pergi ke rumah Keluarga Rimbawan."Baiklah! Kalau begitu, kami antar kalian ke rumah kami!" Yerick tersenyum dan berjalan untuk memandu.Sementara itu, ibu tiri Xavier, Venus, berjalan di sisi lain Yerick. Matanya tampak sesekali melirik wajah Sean. Perilaku itu semakin mencolok saat mereka sudah berada di dalam mobil.Mereka duduk di dalam sebuah mobil limusin Lincoln yang panjang. Tiffany duduk di sebelah Venus, sedangkan Sean duduk di sisi seberangnya bersama Y
"Siapa juga yang mau berusaha keras dalam urusan kayak begituan!"....Begitu rombongan mereka masuk ke vila Keluarga Rimbawan, ayah Xavier, Wesley, menyambut mereka dengan senyum lebar.Dia tersenyum ramah sambil menyapa, "Pak Sean, aku sudah lama dengar tentang nama besarmu. Aku nggak nyangka kamu bakal datang ke rumah kami, sungguh kejutan besar!"Venus segera maju, menarikkan kursi untuk Tiffany dan Sean. "Silakan duduk."Setelah berkata begitu, matanya masih sempat melirik ke arah Sean satu kali lagi.Tiffany mengerutkan alis, lalu langsung duduk di depan Sean untuk menghalangi pandangan Sean.Hidangan di atas meja tampak sangat mewah. Jelas sekali koki telah bekerja keras menyiapkannya.Yerick pun tersenyum dan duduk di tempatnya.Namun, di tengah kehangatan keluarga itu, tak seorang pun selain Jayla yang tampak memedulikan kondisi Xavier.Beberapa kali Tiffany ingin membuka pembicaraan tentang kondisi Xavier kepada Wesley, tetapi dia selalu dipotong dengan tegas.Setelah beberap
Tiffany duduk di kursi dengan kedua tangan yang menggenggam peralatan makan dengan erat dan berkata dengan suara bergetar, "Jadi ... menurut kalian, kami seharusnya membawa uang untuk kalian kalau datang untuk meminta maaf ya?"Yerick segera menggelengkan kepala. "Jangan bilang seperti itu, kami nggak pernah minta kalian untuk membawa uang pada kami. Tuan Sean hanya perlu bilang akan memberikan kami berapa, kami bisa pergi mengambilnya sendiri."Setelah terdiam sejenak, Tiffany melempar peralatan makannya dengan kuat. "Sekarang aku akhirnya mengerti kenapa Xavier dan Jayla selalu dekat dengan ibuku, tapi hubungan mereka dengan keluarga ini sangat renggang."Tiffany berpikir tidak akan ada orang yang tahan dengan keluarga seperti ini. Oleh karena itu, Xavier sangat jarang pulang dan dibesarkan ibunya sejak kecil sampai dewasa. Xavier bahkan ikut pergi ke Kota Kintan bersamanya karena keluarga ini sama sekali tidak layak untuk dipertahankan.Sebelum datang ke sini, Tiffany memang sempat
Setelah mengatakan itu, Sean dan Tiffany pun langsung pergi tanpa menoleh sedikit pun.Sementara itu, Wesley yang duduk di meja makan hanya bisa menggigit bibirnya dengan kuat. Dia menatap ke arah perginya Sean dengan marah dan mengumpat dengan pelan, "Sok sekali. Dia juga hanya hidup bergantung pada bisnis keluarganya saja.""Tutup mulutmu."Venus menatap Wesley dengan tak berdaya saat mengatakan itu, lalu melirik Yerick. "Kalian berdua ini terlalu tergesa-gesa. Coba kalian pikirkan. Hubungan Tiffany dan Xavier begitu dekat, hubungan Sean dan Xavier juga nggak akan buruk. Bukannya pura-pura peduli pada Xavier dulu, kalian malah langsung membahas soal uang. Sekarang semuanya sudah berantakan, 'kan?"Setelah mengatakan itu, Venus menarik napas dalam-dalam. "Aku akan menyusul mereka."Tanpa menunggu reaksi dari Wesley, Venus langsung berlari keluar setelah mengatakan itu....."Benar-benar menyebalkan," marah Tiffany begitu keluar dari rumah Keluarga Rimbawan sambil mengepalkan kedua tan
Tiffany mengernyitkan alis karena merasa suara itu terdengar familier. Dia secara refleks menoleh ke arah suara itu dan melihat Venus yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sedang tersenyum dengan sangat ramah. Sama seperti sebelumnya, tatapan Venus tetap langsung tertuju pada Sean."Nggak perlu merepotkan Nyonya Venus," kata Sean dengan sopan sekaligus dingin, lalu berbalik dan menarik Tiffany untuk pergi."Sean!"Melihat Sean hendak pergi, Venus langsung panik. Dia segera menghampiri Sean dan berkata, "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."Sean pun mengernyitkan alis. "Nyonya Venus, kita sepertinya nggak ada hal yang bisa dibicarakan. Tolong jaga sikapmu."Sejak awal, Sean sudah menyadari ada yang aneh dengan cara Venus ini menatapnya. Hanya demi menjaga sopan santun, dia tidak langsung mengungkapkannya. Namun, sekarang Venus sudah mendekatinya secara terang-terangan, dia tentu saja harus menolaknya dengan tegas. Setelah mengatakan itu, dia memeluk Tiffany dan hendak masuk
Mata Tiffany langsung membelalak dan meletakkan ponselnya dengan penuh semangat, lalu menatap Sean dan bertanya, "Benarkah? Apa yang terjadi?"Sean menarik napas dalam-dalam, lalu menggenggam tangan Tiffany dan menceritakan semua yang tadi dikatakan Venus.Tiffany pun mengernyitkan alisnya. "Kenapa kamu tahu orang itu hanya samaran dan bukan ayahmu sendiri?"Sean tersenyum dan berkata dengan tenang, "Karena cara berjalannya. Saat tadi melihat punggungku, Nyonya Venus bilang cara berjalanku tergesa-gesa sama seperti ayahku. Tapi, saat ayahku berusia puluhan tahun, kaki kirinya sebenarnya pernah terluka dan cara jalannya pun jadi pincang. Untuk menutupi kekurangannya, dia selalu berjalan dengan sangat pelan.""Tapi, meskipun jalannya sangat pelan, tetap bisa terlihat pincangnya kalau diperhatikan baik-baik. Jadi, ayahku nggak mungkin berjalan dengan tergesa-gesa."Mendengar penjelasan itu, Tiffany menatap Sean dengan kaget. Ini pertama kalinya dia mendengar Sean menceritakan detail tenta
Setelah mengatakan itu, Sean menggelengkan kepala dengan tegas. "Nyonya Venus, aku berani yakin kamu pasti salah orang. Pertama, ayahku bukan orang seperti itu. Kedua, hubungan ayah dan ibuku selalu sangat baik. Ketiga, ayahku sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Kalau kamu nggak punya bukti, sebaiknya jangan mencemari nama orang yang sudah tiada. Akan terkena karmanya."Sean berdiri setelah mengatakan itu, lalu berbalik dan hendak pergi.Venus yang panik pun langsung menarik lengan Sean dan mengeluarkan manset dari sakunya. "Aku ... punya buktinya. Coba lihat ini, barang ini milik Keluarga Tanuwijaya, 'kan?"Sean mengernyitkan alisnya, lalu menoleh. Namun, begitu melihat barang itu, matanya langsung membesar. Ternyata Venus memang tidak berbohong karena manset di tangan Venus memang milik Keluarga Tanuwijaya. Itu adalah manset berukir nama keluarga yang dipasang di jas resmi saat anggota Keluarga Tanuwijaya menghadiri upacara penting atau pertemuan besar.Saat melihat manset itu,
Tiffany mengernyitkan alis karena merasa suara itu terdengar familier. Dia secara refleks menoleh ke arah suara itu dan melihat Venus yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sedang tersenyum dengan sangat ramah. Sama seperti sebelumnya, tatapan Venus tetap langsung tertuju pada Sean."Nggak perlu merepotkan Nyonya Venus," kata Sean dengan sopan sekaligus dingin, lalu berbalik dan menarik Tiffany untuk pergi."Sean!"Melihat Sean hendak pergi, Venus langsung panik. Dia segera menghampiri Sean dan berkata, "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."Sean pun mengernyitkan alis. "Nyonya Venus, kita sepertinya nggak ada hal yang bisa dibicarakan. Tolong jaga sikapmu."Sejak awal, Sean sudah menyadari ada yang aneh dengan cara Venus ini menatapnya. Hanya demi menjaga sopan santun, dia tidak langsung mengungkapkannya. Namun, sekarang Venus sudah mendekatinya secara terang-terangan, dia tentu saja harus menolaknya dengan tegas. Setelah mengatakan itu, dia memeluk Tiffany dan hendak masuk
Setelah mengatakan itu, Sean dan Tiffany pun langsung pergi tanpa menoleh sedikit pun.Sementara itu, Wesley yang duduk di meja makan hanya bisa menggigit bibirnya dengan kuat. Dia menatap ke arah perginya Sean dengan marah dan mengumpat dengan pelan, "Sok sekali. Dia juga hanya hidup bergantung pada bisnis keluarganya saja.""Tutup mulutmu."Venus menatap Wesley dengan tak berdaya saat mengatakan itu, lalu melirik Yerick. "Kalian berdua ini terlalu tergesa-gesa. Coba kalian pikirkan. Hubungan Tiffany dan Xavier begitu dekat, hubungan Sean dan Xavier juga nggak akan buruk. Bukannya pura-pura peduli pada Xavier dulu, kalian malah langsung membahas soal uang. Sekarang semuanya sudah berantakan, 'kan?"Setelah mengatakan itu, Venus menarik napas dalam-dalam. "Aku akan menyusul mereka."Tanpa menunggu reaksi dari Wesley, Venus langsung berlari keluar setelah mengatakan itu....."Benar-benar menyebalkan," marah Tiffany begitu keluar dari rumah Keluarga Rimbawan sambil mengepalkan kedua tan
Tiffany duduk di kursi dengan kedua tangan yang menggenggam peralatan makan dengan erat dan berkata dengan suara bergetar, "Jadi ... menurut kalian, kami seharusnya membawa uang untuk kalian kalau datang untuk meminta maaf ya?"Yerick segera menggelengkan kepala. "Jangan bilang seperti itu, kami nggak pernah minta kalian untuk membawa uang pada kami. Tuan Sean hanya perlu bilang akan memberikan kami berapa, kami bisa pergi mengambilnya sendiri."Setelah terdiam sejenak, Tiffany melempar peralatan makannya dengan kuat. "Sekarang aku akhirnya mengerti kenapa Xavier dan Jayla selalu dekat dengan ibuku, tapi hubungan mereka dengan keluarga ini sangat renggang."Tiffany berpikir tidak akan ada orang yang tahan dengan keluarga seperti ini. Oleh karena itu, Xavier sangat jarang pulang dan dibesarkan ibunya sejak kecil sampai dewasa. Xavier bahkan ikut pergi ke Kota Kintan bersamanya karena keluarga ini sama sekali tidak layak untuk dipertahankan.Sebelum datang ke sini, Tiffany memang sempat
"Siapa juga yang mau berusaha keras dalam urusan kayak begituan!"....Begitu rombongan mereka masuk ke vila Keluarga Rimbawan, ayah Xavier, Wesley, menyambut mereka dengan senyum lebar.Dia tersenyum ramah sambil menyapa, "Pak Sean, aku sudah lama dengar tentang nama besarmu. Aku nggak nyangka kamu bakal datang ke rumah kami, sungguh kejutan besar!"Venus segera maju, menarikkan kursi untuk Tiffany dan Sean. "Silakan duduk."Setelah berkata begitu, matanya masih sempat melirik ke arah Sean satu kali lagi.Tiffany mengerutkan alis, lalu langsung duduk di depan Sean untuk menghalangi pandangan Sean.Hidangan di atas meja tampak sangat mewah. Jelas sekali koki telah bekerja keras menyiapkannya.Yerick pun tersenyum dan duduk di tempatnya.Namun, di tengah kehangatan keluarga itu, tak seorang pun selain Jayla yang tampak memedulikan kondisi Xavier.Beberapa kali Tiffany ingin membuka pembicaraan tentang kondisi Xavier kepada Wesley, tetapi dia selalu dipotong dengan tegas.Setelah beberap
Setelah Jayla pergi bersama Miska dan Xavier, Yerick segera mendekat dengan senyuman ramah di wajahnya.Dia menatap Sean sambil berujar, "Pak Sean, ayahku tahu kamu akan datang hari ini. Beliau sangat senang dan sudah menyiapkan hidangan lezat di rumah. Apa kamu dan istrimu berkenan mampir?"Sean mengangguk pelan. "Hm."Kedatangan mereka kali ini memang untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Keluarga Rimbawan, sekaligus membahas pernikahan Xavier dan Miska agar Keluarga Rimbawan bisa menyetujuinya.Tentu saja, mereka harus pergi ke rumah Keluarga Rimbawan."Baiklah! Kalau begitu, kami antar kalian ke rumah kami!" Yerick tersenyum dan berjalan untuk memandu.Sementara itu, ibu tiri Xavier, Venus, berjalan di sisi lain Yerick. Matanya tampak sesekali melirik wajah Sean. Perilaku itu semakin mencolok saat mereka sudah berada di dalam mobil.Mereka duduk di dalam sebuah mobil limusin Lincoln yang panjang. Tiffany duduk di sebelah Venus, sedangkan Sean duduk di sisi seberangnya bersama Y
"Ini bukan salah Tiffany."Sean mengangkat tangan dan menahan lengan Jayla yang terangkat. Keningnya berkerut, nada suaranya dingin saat menatap gadis itu."Perihal kakakmu sudah kami selidiki dengan jelas. Memang ada kaitannya dengan Tiffany, tapi penyebab utamanya adalah keputusan kakakmu sendiri yang ingin menyelamatkan orang lain.""Kakakmu itu pahlawan, tapi kamu nggak bisa menyalahkan orang yang diselamatkannya cuma karena dia nggak bisa melindungi diri sendiri."Mata Jayla dipenuhi garis merah darah, tetapi dia tetap tidak mau mundur. Dia menatap Sean dengan tajam. "Meskipun begitu, kalian tetap harus tanggung jawab!""Kakakku datang ke tempat kalian dalam keadaan baik-baik saja, tapi sekarang jadi begini! Kalian masih bisa menyalahkan orang lain?"Sean tetap menahan tangannya, tak mundur dan tak juga maju, hanya berdiri kokoh di tempat, melindungi perempuan di belakangnya.Melihat situasi itu, Miska yang di sekitar menjadi sedikit takut. Dia pelan-pelan mendekati Tiffany, lalu
Setelah memastikan Arlo dan Arlene sudah tertangani dengan baik, Sean langsung memanggil pesawat pribadi untuk membawa Xavier yang masih koma dan juga Miska ke Kota Zimbab.Ini adalah kali kedua Tiffany menginjakkan kaki di Kota Zimbab. Terakhir kali dia kemari adalah lima tahun lalu, saat Niken meninggal dunia. Tanpa terasa, lima tahun sudah berlalu. Namun, kota ini seakan-akan tidak banyak berubah.Sebelumnya Tiffany sudah lebih dulu memberi kabar kepada ayah Xavier. Jadi, saat mereka keluar dari bandara, sudah ada orang-orang Keluarga Rimbawan yang menunggu di luar.Yang menunggu di pintu keluar adalah ibu tiri Xavier, adik tirinya, serta Jayla yang wajahnya penuh kemarahan.Ibu kandung Xavier sudah meninggal sejak lama, lalu ayahnya menikah lagi. Sebagai anak dari istri pertama, Xavier dan Jayla tidak disukai di rumah itu. Maka dari itu, mereka sangat dekat dengan Niken.Genta dan Sofyan mendorong ranjang Xavier keluar lebih dulu dari pintu bandara."Kakak ...!" Jayla yang matanya