Wajah Agni terlihat panik dengan tatapan kosong, dia terus berusaha melangkahkan kedua kakinya walaupun memang terlihat sangat kesulitan. Beberapa kali Agni hampir terjatuh karena tersandung sesuatu yang tidak dia lihat dan tangan kanannya bergerak aktif meraba-raba.
Pun jauh di sana, suara itu sangat terdengar begitu menakutkan bagi Agni dan seakan membuat jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat. "Kenapa jalanmu begitu cepat, sayang?" Suara itu begitu nyaring terdengar dan menggema seakan berada di dalam ruang yang kosong. Mereka berdua memang sedang berada di sebuah area tempat yang sudah lama tidak dipakai. Entah bagaimana ceritanya Agni bisa sampai di sana dan bahkan sekarang sedang dalam keadaan tertekan dan ketakutan. "Ti-tidak! Pergi menjauh dariku!" Getaran suara yang keluar dari mulut Agni membuat si pria itu tertawa nyaring. Walaupun jarak itu belum terlalu dekat. "Hahaha ... dari suaramu itu kau terlihat cukup ketakutan, bukan begitu sayang?" Tentu saja pria tersebut sudah bisa menebaknya. Tap ... tap ... tap! "Sayang ... oh sayang. Kau bersembunyi dimana? Apakah kau sedang mengajakku untuk bermain petak umpet?" Pria itu berhenti sejenak, mengedarkan pandangannya, "Ayolah, kita berdua bisa memulai pesta bersama." Suara dan langkah itu membahana dan sangat mengusik kedua telinga Agni. Merapatkan tubuhnya pada tembok, meremas sesuatu yang sedang dia pegang di tangannya. Agni bergerak pelan dengan tubuh masih menempel pada tembok. Sepertinya dia sedang cosplay menjadi cicak. Debar jantung itu membuat Agni semakin gugup dan gelisah akan nasibnya yang gelap. Segelap apa yang dilihatnya. Beberapa detik setelah itu, kedua telinga Agni tidak mendengarkan apapun. Hening dan senyap. Ini sungguh aneh. "Ahaa ... rupanya kau di sini, cantik!" Pria dengan tubuh setengah tambun itu tiba-tiba muncul dari arah belakang Agni dan membuat Agni berjenggit kaget. Tanpa pikir panjang, pria itu menarik paksa wanita yang sudah mulai meronta dan berusaha membuat perlawanan. Namun berakhir sia-sia hingga tongkat itu terlepas dari genggaman tangan Agni. "Mari, kita berpesta, sayang. Kau pasti paham, apa yang harus kau lakukan?" Tangan Agni ditarik paksa menuju sebuah ruangan yang di sana terdapat sofa yang sudah usang, tapi masih layak untuk dipakai. Pria itu menghempaskan tubuh Agni ke atas sofa. Hampir saja pria itu menggagahinya sebelum akhirnya Agni menendang tanpa arah, akan tetapi tendangan itu tepat pada sasarannya. Pria itu jatuh mengerang sambil memegangi daerah vitalnya. "Wanita br*ngs*k! Berani sekali kau menendang kejantananku!" Tangannya menjambak rambut Agni dengan kasar dan sempat meludahi wajah Agni. Kembali dia mendorong tubuh itu ke sofa. Pria itu tersungkur ke lantai saat seseorang menendangnya. Dia tampak mengerang kesakitan dan mengumpat. Hal itu membuat Agni kaget dan dia berusaha menutup daerah dadanya yang sudah terekspos. "Apa aku merusak pestamu?" tanyanya melirik Agni, "Pria macam apa kau ini, hah! Yang hanya beraninya menggauli seorang wanita yang sudah tidak berdaya bahkan dia buta," cibirnya berdiri tepat di depan Agni yang tampak ketakutan dengan pandangan kosong. "Y-Yo-sua ...." Dia lebih terkejut saat mengetahui siapa orang yang telah menendangnya, "Ja-jangan mendekat!" lanjutnya. "Kau mengenaliku?" Yosua tetap melangkah maju mendekati pria tambun itu. Beberapa saat setelah itu terdengar teriakan yang menyayat hati dan membuat pilu ulung hati. Agni begitu cemas saat mendengar langkah kaki mendekatinya, "Si-siapa? Be-berhenti di situ," ucap Agni gugup dan takut. Tak ada respons suara dan tiba-tiba pria itu sudah berjongkok di depan Agni menutupi tubuhnya dengan jaket serta menggenggam kan tongkat milik Agni ke tangannya. "Sebentar lagi polisi akan datang ke sini. Kau tidak perlu khawatir dengan pria itu. Dia tidak akan berani berbuat macam-macam." *** Yosua berlari secepat kilat, berusaha sedang menghindari sesuatu yang tengah mengejarnya. Buliran peluh yang mengucur deras ditubuhnya tidak dia hiraukan. Sesekali dia menoleh ke belakang, mencari tahu apakah jarak yang dia buat sudah cukup jauh dari para pemangsa yang tengah mengejarnya. Tampak dia berhenti dan kepalanya menoleh kanan dan kiri. Batin Yosua begitu sangat kesal karena dia tidak menemukan tempat yang cocok untuk bersembunyi. "Sial!" pekik Yosua tak kala kedua telinganya mendengarkan teriakan suara. Pria itu begitu sangat jengkel, mereka belum juga tertinggal jauh. Semalaman dia sudah lelah berkelahi dan sekarang dia harus bermain kejar-kejaran. Dengan napas yang masih tersengal, Yosua kembali berlari secepat yang dia bisa, "Kenapa mereka suka sekali mengejarku? Kali ini aku harus mencari tempat bersembunyi untuk sementara. Iya, hanya untuk malam ini sampai pengawalku menemukanku." Jika tidak sedang dalam keadaan terluka, mungkin Yosua akan lincah dan bisa melarikan diri dengan cepat. Pria dengan perawakan tinggi 179 cm itu berhenti sejenak saat merasa dia sudah cukup jauh meninggalkan para polisi yang mengejarnya. Dia membungkuk dan memegangi lututnya, mencoba mengatur napasnya sambil menengok ke belakang. Ada sedikit kekhawatiran dan samar-samar telinganya masih bisa mendengar suara. "Kau cari sebelah sana! Cari dengan teliti, di setiap sudut tempat!" Suara itu terdengar cukup lantang. "Br*ngs*k!" umpatnya. Yosua berdiri dan berkacak pinggang sambil membuang napas. Saat itu kedua matanya menemukan sebuah obyek. Segeralah dia berlari ke sana dan duduk di balik semak. Beberapa saat bersembunyi dibalik semak, barulah Yosua sadar jika tempat itu pastinya tidak aman. Yosua memegang lengan kirinya yang terluka dan rasa perih itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Darah segar mengucur di sana melewati sela-sela jari jemari tangannya. Tak hanya luka pada lengannya, ternyata bagian paha kanannya juga sempat dicium oleh timah panas. Walaupun peluru itu hanya numpang lewat saja, tapi membuat celana milihnya robek dan pastinya meninggalkan luka di paha Yosua. "Jika mereka tidak datang, tentunya aku sudah menebas leher orang itu. Huh ... Benar-benar perusak pesta," Akan berbeda lagi ceritanya jika polisi tidak datang. Dia pastinya sudah memporak porandakan tempat tersebut dan membunuh semua yang ada di sana, tapi ada untungnya juga para polisi datang sehingga sebagai para gangster tertangkap. Gara-gara polisi juga, Yosua harus berpisah dengan para pengawalnya dan juga anak buahnya. Pria itu sempat bepikir jika ada yang menjebaknya, tapi untuk saat itu Yosua belum bisa berpikir dengan jernih. Kembali Yosua melihat keadaan sekeliling, dia harus tetap waspada. Pria tampan berhidung mancung itu memang gemar berurusan dengan polisi, tapi dia juga tidak ingin para polisi itu menemukannya. Yosua memutar otaknya untuk mencari jalan cara menyelamatkan diri dari kejaran para polisi. Yosua bergerak pelan dan berusaha untuk tidak menimbulkan goyangan pada semak. Berharap sekali pengawalnya segera menemukan keberadaannya dan dia tidak perlu bermain kejar-kejaran pada malam itu. Yosua memang sudah mengirimkan pesan pada para pengawalnya tentang keberadaannya. Di tengah keadaan yang genting, Yosua melihat sebuah rumah yang tidak jauh dari sana. Dia berpikir mungkin itu tempat aman untuk bersembunyi sementara sambil menunggu pengawalnya datang. Dia segera bergerak menuju rumah tersebut. Dari kejauhan Yosua bisa mendengarkan bahwa para polisi itu sudah hampir sampai, "Semoga ada cela untuk aku bisa masuk ke dalam rumah itu." Dan ternyata Dewi Fortuna sedang berpihak pada Yosua. Dia melihat pintu bagian belakang tidak dikunci dan peluang emas untuknya masuk lebih mudah. Sebelum masuk ke dalam rumah itu, Yosua memeriksa keadaan rumah dengan mengendap-endap dan mengintip. Singkat cerita Yosua sudah berada di dalam rumah yang memang cahayanya tidak terlalu terang. Dia bisa bernapas lega karena di dalam rumah itu hanya terdapat tumpukan kayu serta ada beberapa tumpukan karung. Setelah diperiksa oleh Yosua ternyata beras. "Aku yakin mungkin ini adalah gudang. Para polisi tidak mungkin akan memeriksa gudang ini." Namun, baru juga hilang rasa khawatir yang terus menerus menyerangnya. Kini Yosua dibuat ketar-ketir saat seorang pria yang tiba-tiba keluar dari sebuah ruangan dan pria itu mengenalnya. "Yo-Yosua Aksara!" Suara itu memang terdengar agak bergetar dan tidak terlalu keras, tetapi akan sangat berbahaya bagi Yosua. Yosua bergerak cepat, tidak ingin memberikan ruang pada pria itu untuk bernapas. KREEKK!! BRUK!!Keduanya pria tampan itu tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dalam rekaman CCTV itu."Hentikan! Tolong perbesar!" perintah Cakra. Perawat itu menekan tanda stop dan memperbesar.Gambar memang terlihat pecah dan terlihat tidak begitu jelas. Namun, mereka sudah bisa memastikannya."Kau yakin?""Aku tidak begitu yakin, tapi ini sungguh nyata,""Bagaimana jika kita memeriksanya?"Keduanya bergegas menuju kamar autopsi, akan tetapi kamar itu terkunci. Cakra mencoba membukanya dengan menggerakkan gagang pintu.Perlahan pintu terbuka dan beberapa perawat wanita keluar dari sana. Saat Cakra hendak masuk, salah seorang perawat melarangnya."Maaf, tuan. Di dalam sedang ada proses autopsi. Apakah anda keluarga dari korban?" Tanpa basa-basi Cakra mengeluarkan kartu tanda pengenalnya, begitu pula dengan Reynar. Perawat itu pun tidak berkomentar.Saat Cakra masuk ke dalam, dia tidak menemukan jasad
Kematian Bhanu menyisakan duka bagi orang-orang terdekatnya. Kematian yang cukup tragis itu membuat salah seorang dari keluarga Bhanu menyimpan dendam yang teramat sangat. Bahkan dia bersumpah akan mencari si pelaku pembunuhan Sang Kakak dan dia akan membunuhnya dengan tangannya sendiri. Tidak banyak orang yang tahu jika Bhanu mempunyai saudara kembar. Bhani Putranto adalah adik kembar dari Bhanu. Saat mendengarkan berita kematian itu, tentu saja menjadi pukulan terberat untuk Bhani. Walaupun bisa dibilang Bhani tidak begitu akrab dengan Bhanu, tapi yang namanya Saudara kandung tetap saja merasakan kesedihan. Hari itu juga pria bermata sipit dan mempunyai bibir yang tebal telah mempersiapkan segalanya untuk perjalanannya ke ibukota. Semuanya dia siapkan dengan matang. Tidak lupa, dia pun mengajak beberapa anak buah kepercayaannya. Sedangkan tempat lain di waktu yang sama seorang wanita yang seharian dia tidak keluar sama sekali dari tempat persembunyiannya. Wanita itu duduk di p
Cakra hanya menebak saja, tapi dia belum bisa memastikan, karena bukti tidak jelas. Pria itu masih mengecek beberapa foto. Mengangkat tangannya dan mengelus-elus dagunya."Bangunan itu ada CCTV-nya atau tidak?" Dalam otak Cakra justru dia malah ingin kembali ke gedung itu untuk memeriksa keadaan.Padahal dia sendiri yang membuat pertemuan mereka di gedung itu. Namun, dia tidak mengira jika kejadiannya akan melenceng dari rencananya.Saat Cakra sedang fokus, tiba-tiba ponselnya berdering. Lantas pria itu menjawab panggilan tersebut.Ketika menerima panggilan itu, kepalanya tampak manggut-manggut tanda dia sedang mendengarkan sesuatu dari seberang sana."Baiklah. Aku akan segera ke sana." Cakra langsung menutup teleponnya.Tanpa pikir panjang, Cakra langsung pergi ke sana. Tentunya jika dalam hal yang satu itu, Cakra tidak akan pernah melewatkannya.Setibanya di rumah sakit, Cakra langsung masuk ke sebuah ruangan yang di sana terbaring mayat Bhanu.Ya, mayat Bhanu belum dikuburkan secar
Cakra duduk sambil menyandarkan kepalanya pada dinding. Sedangkan kedua kakinya terangkat lurus sambil menyilang di atas meja. "Berapa lama lagi dia akan sampai?" gerutu Cakra. Beberapa menit setelah itu, terdengar suara mobil yang berhenti di depan. "Aku rasa dia sudah sampai," sambungnya.Reynar melangkah menghampiri Cakra yang sedang duduk menyandar. Cakra menatap Reynar yang terlihat pucat. Pria itu bangkit dan menarik napas.Saat Cakra berdiri, justru Reynar yang duduk. Cakra berdecak, "Kau sungguh terlihat sangat frustrasi. Apakah kau benar-benar sedang patah hati?" sindirnya."Jangan mengajakku ribut. Aku sedang tidak mood untuk bertengkar. Hari ini aku benar-benar ingin beristirahat," keluh Reynar."Lalu untuk apa kau ke sini?"Reynar langsung melotot pada Cakra. Mungkin dia sedang berpikir, pria macam apa yang sedang berdiri di depannya itu."Oke ... oke, tenang. Aku tahu kau mungkin sedang banyak pikiran. Apa kau ingin minum secangkir kopi?" tawar Cakra.Sejujurnya Reynar
Sementara pihak polisi termasuk Reynar dan Cakra sedang mengevakuasi jasad Bhanu, sedangkan Yosua yang membawa Agni ke rumah sakit. Agni masih di bawah pengaruh obat tidur, dia baru bangun setelah 2 jam kejadian mengerikan tadi berlangsung. Matanya terbuka perlahan, Dia terlihat bingung mendengar suara perawat yang lalu lalang di sekitar sana. "Agni, kau sudah bangun?" Yosua tersenyum saat melihat wanitanya sadar. Pria itu langsung menggenggam erat tangan Agni, akan tetapi dilepas begitu saja. "Kau membawaku ke sini?" "Iya," Agni pun membuka selimut yang membalut tubuhnya, akan tetapi dia baru sadar jika ada selang infus di tangannya. "Agni, aku akan menyerahkan diri kepada polisi atas kejadian di masa silam," ujar Yosua lirih. Obrolan pembukaan itu membuat Agni terdiam seketika dengan pandangan mata yang kosong. "Aku sudah sadar itu sudah lama, akan tetapi aku memilih diam karena takut kehilanganmu. Aku benar-benar seorang pecundang," lanjutnya sambil menunduk menunjukkan rasa p
Agni ternyata diculik oleh Anya untuk dibawa pada Bhanu. Dua orang itu memang punya dendam tersendiri pada Agni, padahal dia adalah wanita tunanetra. Rupanya Bhanu dendam karena Agni pernah melukai matanya. Sedangkan Anya dendam karena faktor cemburu. Sungguh ironis."Rupanya rasa cintamu pada si bodoh itu membuatmu menjadi seorang psikopat," cicit Bhanu."Aku yakin, kau bahkan lebih sadis dariku," bantah Anya sambil tersenyum.Sebelum mengeksekusi Agni, keduanya pun sempat melakukan hubungan badan singkat selama 15 menit di ruangan tempat Agni di sekap. Keduanya pun terlihat menikmatinya hubungan intim itu, sebelum berpesta untuk menyiksa lalu membunuh korbannya. Sementara sepanjang berhubungan intim, Bhanu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Agni yang terlihat sangat cantik di bawah cahaya lampu. Hal itu sungguh membuat Anya terlihat kesal dan jengkel.Rupanya meskipun dendam, Bhanu masih memiliki hasrat untuk memiliki wanit