Share

2. Pria Misterius

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 22:54:26

Anggara Agni, seorang sukarelawan yang tak hanya cantik, tetapi juga pintar memainkan alat musik gitar dan biola. Di samping suaranya sangat bagus, penampilan gadis itu tampak sempurna, terkecuali matanya yang memiliki sedikit kekurangan. Mata Agni begitu teduh, membuat perasaan siapa pun terlena dan terkagum-kagum pada keindahan mata cantiknya. Namun, saat mereka melihatnya berjalan dengan menggunakan tongkat sambil meraba-raba, kekaguman itu lantas berubah menjadi tatap penghinaan.

"Aku mau bayar sarapanku," ujar Agni sambil merogoh saku untuk mengambil beberapa lembar uang. "Ini uangnya," lanjut Agni sembari memberikan uang dengan nominal yang cukup besar. Setelah kasir menerima uang dari Agni dan gadis itu masih berdiri menunggu di depan kasir dengan memberikan senyum manisnya padahal tatapannya kosong.

"Tunggu apa lagi? Cepat pergi dari sini!" pekik kasir tersebut.

"Aku menunggu kembalian uangku tadi," sambung Agni.

"Tidak ada uang kembalian. Uangmu pas!" elaknya.

"Tidak mungkin. Aku sangat teliti dalam mengingat uang. Mohon berikan uang kembaliannya, uang dengan nominal segitu sangat berharga untukku."

Tak ingin disalahkan, kasir itu ngotot tidak akan memberikan uang kembalian itu pada Agni. "Jadi kau menduhku tidak jujur? Apa kau bisa membuktikan ucapanmu itu?"

"Bu-bukan begitu. Aku tidak bermak------"

PLAAAKK!!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi halus Agni. Akibat tamparan dari karyawan kasir tersebut membuat Agni terjatuh terduduk di lantai dengan bibir berdarah. Semua atensi pengunjung kedai itu tertuju pada Agni. Gadis itu menahan rasa nyeri dan sakit dengan posisi masih duduk di lantai. Tanpa ada rasa penyesalan, si kasir itu kembali ke tempatnya dengan wajah cuek.

Dari arah lain seorang pelanggan mendekati sang kasir. "Aku mau bayar sarapanku," ujarnya. Pelanggan itu memberikan nominal uang yang sama seperti Agni tadi.

"Ini kembaliannya, tuan."

"Kembalian? Kenapa kau memberiku uang kembalian?" cerca pria itu.

"Karena nominal uang yang kau berikan padaku lebih banyak dari harga sarapannya," jelasnya.

"Lalu kenapa kau tidak memberikan uang kembalian pada gadis itu?"

"Uang yang dia berikan padaku jumlahnya pas," elak petugas kasir itu.

"Pas katamu? Setidaknya aku masih punya mata yang normal untuk melihat jumlah uang yang gadis itu berikan padamu. Tolong, jangan berbuat curang, dengan alasan gadis itu tidak bisa membuktikan ucapannya karena gadis itu buta."

Penuturan dan penjelasan pria itu membuat petugas kasir bingung dan malu. Dia langsung memberikan jumlah uang kembalian yang seharusnya diterima oleh Agni.

"Ini uang kembalian mu. Cepat pergi dari sini!" usirnya.

"Hanya itu? Bahkan kau juga sudah menamparnya. Apakah kau tidak ingin minta maaf padanya?" Pria itu mengingatkan kembali kesalahan kasir itu.

Dengan diikuti rasa malu. Akhirnya sang kasir itu meminta maaf pada Agni. "Maafkan aku. Aku hanya lupa berapa uang yang kau berikan padaku," elaknya. Kasir itu masih menuruti gengsinya.

"Tidak masalah. Aku yang seharusnya berterima kasih karena kau sudah jujur padaku." Agni tersenyum manis.

Sang kasir itu tidak bisa menyembunyikan kegugupannya dan rasa malu yang dia terima karena banyaknya pelanggan yang perhatiannya terpusat kepadanya. Termasuk pria itu, tatapan yang membongkar dan mematahkan kebohongan serta sikap arogannya yang semena-mena. Pria itu memiliki tatapan mata yang tajam dan tenang, membuat semua orang yang melihatnya takut. Seusai memastikan Agni mendapatkan hak uang kembalian. Pria misterius itu segera pergi dari kedai itu. Agni yang sadar akan suara langkah kakinya, bergegas keluar untuk mengejar pria itu.

"Tuan, tunggu!' Agni memanggilnya dan berjalan tak tentu arah hanya mengandalkan insting pendengaran untuk mencari pria itu. "Tuan, apakah kau masih ada di sekitar sini? Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu." Agni justru terlihat frustrasi.

Pria itu terus melangkahkan kakinya dengar telinga yang samar-samar mendengarkan suara Agni. Bukannya berhenti, tapi justru pria itu mempercepatkan langkahnya dan disambut oleh beberapa pria bersetelan jas hitam dengan badan besar.

"Tuan, polisi ada di sekitar sini. Ayo, kita pergi." Insting pengawal pria itu sangat kuat dan hebat alam mendeteksi keberadaan polisi. Sebuah mobil hitam menghampirinya dan dia segera masuk ke dalam mobil.

"Sial! Kita kehilangan jejak Yosua lagi," kata seorang polisi yang menggerutu ketika sampai di kedai.

"Pergerakan dia benar-benar cepat dan sulit untuk dikejar!"

"Iptu Reynar, apakah anda masih ingin terus menyembunyikan wajah seorang Yosua Aksara sebagai buronan? Kita sudah mencarinya selama lima tahun dan kita selalu gagal menangkapnya. Itu karena wajahnya tidak diketahui oleh publik. Hal itu membuat Yosua dengan mudah dan seenaknya berkeliaran di luar sana."

"Dia sangat meremehkan kepolisian. Dia selalu bermain-main dengan kita. Kita seperti mainan yang dipontang-pantingkan oleh si Yosua," protes salah seorang polisi.

"Menangkapnya tidak segampang yang kalian pikirkan. Jika dia tidak cerdik dan licik, kita pasti sudah menangkapnya sejak dulu." Reynar diam sesaat. "Aku yakin pasti ada cara yang jitu untuk menangkap kepala mafia itu secepatnya."

Keyakinan itu selalu dipatenkan oleh Inspektur Satu Reynar Prasada yang diberi kewenangan khusus untuk mengusut tuntas kasus Yosua Aksara, akan tetapi selama menangani kasus itu hasilnya selalu nihil. Memang tidak mudah untuk menangkap seorang Yosua yang menjadi buronan selama tujuh tahun.

Perlu diakui cara menghilang dalam sekejap seperti dia punya ilmu sihir yang dalam waktu satu detik bisa cling menghilang tanpa jejak. Hal itu membuat polisi semakin kewalahan, padahal jumlah mereka sangat banyak dan hanya melawan satu orang saja.

Kasus yang cukup lama dan belum sama sekali terpecahkan, malah justru kasus baru yang berhubungan dengan mafia yang bernama Yosua Aksara banyak bermunculan. Kasus ini sempat ditutup tiga tahun yang silam karena tidak bisa menangkap Yosua, tapi pihak polisi masih belum ingin menyerah dan mereka berkerja secara diam-diam untuk menyelesaikan kasus besar tersebut. Bahkan jika polisi tidak bisa menyelesaikannya, maka agen rahasia yang akan turun tangan.

***

Yosua Aksara selain terkenal sebagai bandar narkoba, dia juga adalah penipu handal, dan juga pembunuh sadis yang kerap menghilangkan nyawa lawannya tanpa ampun untuk memperkuat kekuasaannya. Dibalik sorot matanya yang tajam, Yosua menyimpan luka di masa lampau.

Nama Yosua sangat disegani dan ditakuti, terlebih lagi reputasinya sebagai buronan yang licik dan sulit ditangkap. Kekerasan hati dan sorot mata yang menakutkan itu rupanya bisa runtuh juga saat menatap seorang gadis buta di kedai tadi. Sebenarnya Yosua sangat alergi dengan wanita.

Bagi Yosua wanita itu hanya akan memperlambat ruang geraknya, akan tetapi dia sendiri juga punya asisten atau tangan kanan dan parahnya lagi asistennya itu seorang wanita, tapi entah kenapa Yosua merasakan hal lain pada gadis buta itu.

"Tuan ...," panggil salah seorang pengawalnya, lalu berbisik di telinga Yosua.

"Apa!" Yosua berdiri dari tempat duduknya dan mengepalkan kedua tangannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
buronan yg tampan ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dimanja Sang Penguasa   69. Aku Tidak Ikhlas

    Kedua kaki Irene gemetaran. Manakala dia mendengar suara Yosua. Antara takut dan bingung ingin membalikkan badannya atau tidak."Aduh, apa dia curiga padaku? Apa mungkin aku ketahuan? Ah, mana mungkin sih, aku kan sudah menyamar dan samaran ku benar-benar sempurna," cicitnya pelan."Nyonya, maaf. Sapu tangan anda jatuh." Yosua membantu mengambil benda tersebut. "Nyonya ...."Irene membalikkan badan sambil membenarkan kacamata bulatnya. Wanita itu tersenyum saat beradu pandang dengan Yosua.Netra hitam Irene berusaha untuk tidak beradu pandang dengan Yosua. Kedua mata itu turun ke bawah dan memperhatikan sebuah kain yang sedang dipegang oleh Yosua."Terima kasih, tuan." Irene meraih sapu tangan tersebut. Kemudian dia berlalu dari sana.Samar-samar Yosua mengerutkan kedua alisnya. Pria itu merasakan familiar pada wanita itu."Wanita itu———seperti tidak asing bagiku, tapi siapa dan di mana aku pernah bertemu dengannya?" Bertanya pada dirinya sendiri.Namun, memori Yosua tidak mampu mengi

  • Dimanja Sang Penguasa   68. Aku Ingin ....

    "Aku takut ... aku takut dengan kegelapan ini. Entahlah, aku juga bingung. Yos, apa kau akan tetap berada di sampingku?" tanya Agni dengan tatapan kosong entah dia sedang menatap siapa, padahal Yosua ada di depannya.Yosua mengulurkan tangannya dan memegang pipi kiri Agni. Mengusap pelan dan lembut."Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan melindungimu meski nyawaku adalah taruhannya," tegasnya."Yos ...." Tangannya menahan tangan Yosua saat Yosua hendak beranjak."Aku akan kembali. Aku hanya ingin mengambil air untukmu," ucap Yosua lembut dan melepaskan tangan itu.Padahal Yosua mengambil air tidak keluar dari kamar tersebut. Kamar itu sudah lengkap fasilitasnya. Razka benar-benar memperhatikan Yosua dan Agni."Yos ...." panggil Agni."Hmm ... sebentar aku aduk dulu," balasnya.Yosua melangkah dan duduk di samping Agni. Dia membantu memegang-kan gelas itu ke tangan Agni. Pria itu begitu telaten, p

  • Dimanja Sang Penguasa   67. Sebuah Tawaran

    Yosua berdiri di balkon dengan tangannya memegang batas besi. Dia berdiri sambil memikirkan sesuatu.Ternyata yang menjadi beban pikiran Yosua saat itu bukanlah Agni, melainkan tawaran dari dokter yang merawat Agni.'Aku harus bagaimana? Apa aku harus membicarakan dulu pada Agni, karena secara keseluruhan dia sedang tidak mengandung, jadi kemungkinan besar untuk melakukan hal itu tidak ada sanksi yang berbahaya,' batin Yosua.Lantas Yosua berjalan mondar-mandir di balkon dan hal itu menarik perhatian Razka yang baru saja melintas. Razka berdiri memperhatikan Yosua selama kurang lebih lima menit, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mendekati pria itu."Ehem ...." Suara deheman Razka mengejutkan Yosua yang sontak membuat pria itu menoleh ke arahnya. "Kau sedang ada masalah?" lanjutnya bertanya.Yosua membalikkan badannya dan menyandar pada dinding. Melipat kedua tangannya di ada serta menarik napas. "Tidak ada," jawab Yosua sing

  • Dimanja Sang Penguasa   66. Batal Terbang

    "Thailand?" Reynar langsung membuka kedua matanya saat menyadari jika itu adalah suara Cakra. "Ya, kita harus berangkat sekarang," ujar Cakra menarik tangan Reynar. "Kau yakin sudah mendapatkan info yang akurat? Takutnya nanti kita hanya membuang waktu, energi, dan uang," balas Reynar. Cakra menatap Reynar yang masih malas-malasan berada di atas ranjangnya. Memang diakui Cakra, dia belum mendapatkan info yang akurat. Dia hanya diberitahu jika Yosua terbang ke Thailand, tapi dia belum tahu di mana Yosua tinggal di mana. Akhirnya Cakra duduk di sisi ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pria itu menatap langit-langit kamar. Satunya berdecak dan satunya lagi menarik napas. "Rey, aku tahu ini semua membuat kita stres bahkan bisa dibilang depresi." Cakra terdiam dan suasana menjadi hening. Hal yang sama memang tengah dirasakan oleh Reynar. "Memang be

  • Dimanja Sang Penguasa   65. Aku Tak Bisa Kabur

    Anya terbangun dengan napas yang tidak beraturan. Dadanya terasa sesak dan dia terlihat sangat syok. Walaupun hanya mimpi, tapi terasa begitu nyata. Seolah gambaran demi gambaran yang memperlihatkan nasibnya. Ketakutan kembali menyerang Anya. Dia takut jika ke depannya nasibnya akan menjadi mengenaskan, tapi jika dia berhasil kabur pun, di luar sana nasibnya akan tetap mengenaskan yaitu menjadi buronan polisi. Anya meraupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Sesekali dia menenangkan dirinya sendiri. "Kenapa jalan hidupku harus seperti ini?" keluh Anya sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba dia tersentak dan menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia menurunkan kedua kakinya ke lantai. "Aku harus kabur dari sini, tapi dari mana aku harus keluar dari ruangan ini? Tidak ada jendela sama sekali, hanya sebuah ventilasi udara itupun tidak bisa dilewati. Sedangkan pintu hanya

  • Dimanja Sang Penguasa   64. Menjadi Budak Mafia

    "Sial sekali nasibku ini!" rutuknya.Anya merutuk dirinya sendiri karena telah berbuat begitu jauh sehingga dirinya menjadi buronan polisi bahkan intel. Apalagi posisi Anya sekarang bisa dikatakan lebih mengenaskan. Dia tertahan di mansion besar milik Bhani yang tidak lain adalah saudara kembarnya Bhani. Bukan hanya sekedar tahanan, tapi Anya juga menjadi budak hasrat untuk Bhani.Anya tidak bisa berbuat banyak, karena untuk melarikan diri pun dia tidak bisa. Mansion besar itu sungguh dijaga dengan rapi di setiap sudut ruangan. Bahkan Anya pernah melihat seorang wanita yang hendak kabur dan tertangkap lagi, dia disiksa habis-habisan. Anya pun bergidik ngeri. "Ternyata dia lebih mengerikan dari Bhanu ataupun Yosua."Itulah yang terlihat nyata pada sosok Bhani Putranto. Bagi Anya sekarang, dia harus bisa menjaga sikap di depan Bhani.Anya menoleh ke belakang saat pintu kamar terbuka dan Bhani masuk ke dalam. "Makan ini. Kau harus punya banyak energi untuk nanti malam!" Setelah itu Bha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status