Anggara Agni, seorang sukarelawan yang tak hanya cantik, tetapi juga pintar memainkan alat musik gitar dan biola. Di samping suaranya sangat bagus, penampilan gadis itu tampak sempurna, terkecuali matanya yang memiliki sedikit kekurangan. Mata Agni begitu teduh, membuat perasaan siapa pun terlena dan terkagum-kagum pada keindahan mata cantiknya. Namun, saat mereka melihatnya berjalan dengan menggunakan tongkat sambil meraba-raba, kekaguman itu lantas berubah menjadi tatap penghinaan.
"Aku mau bayar sarapanku," ujar Agni sambil merogoh saku untuk mengambil beberapa lembar uang. "Ini uangnya," lanjut Agni sembari memberikan uang dengan nominal yang cukup besar. Setelah kasir menerima uang dari Agni dan gadis itu masih berdiri menunggu di depan kasir dengan memberikan senyum manisnya padahal tatapannya kosong. "Tunggu apa lagi? Cepat pergi dari sini!" pekik kasir tersebut. "Aku menunggu kembalian uangku tadi," sambung Agni. "Tidak ada uang kembalian. Uangmu pas!" elaknya. "Tidak mungkin. Aku sangat teliti dalam mengingat uang. Mohon berikan uang kembaliannya, uang dengan nominal segitu sangat berharga untukku." Tak ingin disalahkan, kasir itu ngotot tidak akan memberikan uang kembalian itu pada Agni. "Jadi kau menduhku tidak jujur? Apa kau bisa membuktikan ucapanmu itu?" "Bu-bukan begitu. Aku tidak bermak------" PLAAAKK!!! Sebuah tamparan mendarat di pipi halus Agni. Akibat tamparan dari karyawan kasir tersebut membuat Agni terjatuh terduduk di lantai dengan bibir berdarah. Semua atensi pengunjung kedai itu tertuju pada Agni. Gadis itu menahan rasa nyeri dan sakit dengan posisi masih duduk di lantai. Tanpa ada rasa penyesalan, si kasir itu kembali ke tempatnya dengan wajah cuek. Dari arah lain seorang pelanggan mendekati sang kasir. "Aku mau bayar sarapanku," ujarnya. Pelanggan itu memberikan nominal uang yang sama seperti Agni tadi. "Ini kembaliannya, tuan." "Kembalian? Kenapa kau memberiku uang kembalian?" cerca pria itu. "Karena nominal uang yang kau berikan padaku lebih banyak dari harga sarapannya," jelasnya. "Lalu kenapa kau tidak memberikan uang kembalian pada gadis itu?" "Uang yang dia berikan padaku jumlahnya pas," elak petugas kasir itu. "Pas katamu? Setidaknya aku masih punya mata yang normal untuk melihat jumlah uang yang gadis itu berikan padamu. Tolong, jangan berbuat curang, dengan alasan gadis itu tidak bisa membuktikan ucapannya karena gadis itu buta." Penuturan dan penjelasan pria itu membuat petugas kasir bingung dan malu. Dia langsung memberikan jumlah uang kembalian yang seharusnya diterima oleh Agni. "Ini uang kembalian mu. Cepat pergi dari sini!" usirnya. "Hanya itu? Bahkan kau juga sudah menamparnya. Apakah kau tidak ingin minta maaf padanya?" Pria itu mengingatkan kembali kesalahan kasir itu. Dengan diikuti rasa malu. Akhirnya sang kasir itu meminta maaf pada Agni. "Maafkan aku. Aku hanya lupa berapa uang yang kau berikan padaku," elaknya. Kasir itu masih menuruti gengsinya. "Tidak masalah. Aku yang seharusnya berterima kasih karena kau sudah jujur padaku." Agni tersenyum manis. Sang kasir itu tidak bisa menyembunyikan kegugupannya dan rasa malu yang dia terima karena banyaknya pelanggan yang perhatiannya terpusat kepadanya. Termasuk pria itu, tatapan yang membongkar dan mematahkan kebohongan serta sikap arogannya yang semena-mena. Pria itu memiliki tatapan mata yang tajam dan tenang, membuat semua orang yang melihatnya takut. Seusai memastikan Agni mendapatkan hak uang kembalian. Pria misterius itu segera pergi dari kedai itu. Agni yang sadar akan suara langkah kakinya, bergegas keluar untuk mengejar pria itu. "Tuan, tunggu!' Agni memanggilnya dan berjalan tak tentu arah hanya mengandalkan insting pendengaran untuk mencari pria itu. "Tuan, apakah kau masih ada di sekitar sini? Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu." Agni justru terlihat frustrasi. Pria itu terus melangkahkan kakinya dengar telinga yang samar-samar mendengarkan suara Agni. Bukannya berhenti, tapi justru pria itu mempercepatkan langkahnya dan disambut oleh beberapa pria bersetelan jas hitam dengan badan besar. "Tuan, polisi ada di sekitar sini. Ayo, kita pergi." Insting pengawal pria itu sangat kuat dan hebat alam mendeteksi keberadaan polisi. Sebuah mobil hitam menghampirinya dan dia segera masuk ke dalam mobil. "Sial! Kita kehilangan jejak Yosua lagi," kata seorang polisi yang menggerutu ketika sampai di kedai. "Pergerakan dia benar-benar cepat dan sulit untuk dikejar!" "Iptu Reynar, apakah anda masih ingin terus menyembunyikan wajah seorang Yosua Aksara sebagai buronan? Kita sudah mencarinya selama lima tahun dan kita selalu gagal menangkapnya. Itu karena wajahnya tidak diketahui oleh publik. Hal itu membuat Yosua dengan mudah dan seenaknya berkeliaran di luar sana." "Dia sangat meremehkan kepolisian. Dia selalu bermain-main dengan kita. Kita seperti mainan yang dipontang-pantingkan oleh si Yosua," protes salah seorang polisi. "Menangkapnya tidak segampang yang kalian pikirkan. Jika dia tidak cerdik dan licik, kita pasti sudah menangkapnya sejak dulu." Reynar diam sesaat. "Aku yakin pasti ada cara yang jitu untuk menangkap kepala mafia itu secepatnya." Keyakinan itu selalu dipatenkan oleh Inspektur Satu Reynar Prasada yang diberi kewenangan khusus untuk mengusut tuntas kasus Yosua Aksara, akan tetapi selama menangani kasus itu hasilnya selalu nihil. Memang tidak mudah untuk menangkap seorang Yosua yang menjadi buronan selama tujuh tahun. Perlu diakui cara menghilang dalam sekejap seperti dia punya ilmu sihir yang dalam waktu satu detik bisa cling menghilang tanpa jejak. Hal itu membuat polisi semakin kewalahan, padahal jumlah mereka sangat banyak dan hanya melawan satu orang saja. Kasus yang cukup lama dan belum sama sekali terpecahkan, malah justru kasus baru yang berhubungan dengan mafia yang bernama Yosua Aksara banyak bermunculan. Kasus ini sempat ditutup tiga tahun yang silam karena tidak bisa menangkap Yosua, tapi pihak polisi masih belum ingin menyerah dan mereka berkerja secara diam-diam untuk menyelesaikan kasus besar tersebut. Bahkan jika polisi tidak bisa menyelesaikannya, maka agen rahasia yang akan turun tangan. *** Yosua Aksara selain terkenal sebagai bandar narkoba, dia juga adalah penipu handal, dan juga pembunuh sadis yang kerap menghilangkan nyawa lawannya tanpa ampun untuk memperkuat kekuasaannya. Dibalik sorot matanya yang tajam, Yosua menyimpan luka di masa lampau. Nama Yosua sangat disegani dan ditakuti, terlebih lagi reputasinya sebagai buronan yang licik dan sulit ditangkap. Kekerasan hati dan sorot mata yang menakutkan itu rupanya bisa runtuh juga saat menatap seorang gadis buta di kedai tadi. Sebenarnya Yosua sangat alergi dengan wanita. Bagi Yosua wanita itu hanya akan memperlambat ruang geraknya, akan tetapi dia sendiri juga punya asisten atau tangan kanan dan parahnya lagi asistennya itu seorang wanita, tapi entah kenapa Yosua merasakan hal lain pada gadis buta itu. "Tuan ...," panggil salah seorang pengawalnya, lalu berbisik di telinga Yosua. "Apa!" Yosua berdiri dari tempat duduknya dan mengepalkan kedua tangannya.Keduanya pria tampan itu tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dalam rekaman CCTV itu."Hentikan! Tolong perbesar!" perintah Cakra. Perawat itu menekan tanda stop dan memperbesar.Gambar memang terlihat pecah dan terlihat tidak begitu jelas. Namun, mereka sudah bisa memastikannya."Kau yakin?""Aku tidak begitu yakin, tapi ini sungguh nyata,""Bagaimana jika kita memeriksanya?"Keduanya bergegas menuju kamar autopsi, akan tetapi kamar itu terkunci. Cakra mencoba membukanya dengan menggerakkan gagang pintu.Perlahan pintu terbuka dan beberapa perawat wanita keluar dari sana. Saat Cakra hendak masuk, salah seorang perawat melarangnya."Maaf, tuan. Di dalam sedang ada proses autopsi. Apakah anda keluarga dari korban?" Tanpa basa-basi Cakra mengeluarkan kartu tanda pengenalnya, begitu pula dengan Reynar. Perawat itu pun tidak berkomentar.Saat Cakra masuk ke dalam, dia tidak menemukan jasad
Kematian Bhanu menyisakan duka bagi orang-orang terdekatnya. Kematian yang cukup tragis itu membuat salah seorang dari keluarga Bhanu menyimpan dendam yang teramat sangat. Bahkan dia bersumpah akan mencari si pelaku pembunuhan Sang Kakak dan dia akan membunuhnya dengan tangannya sendiri. Tidak banyak orang yang tahu jika Bhanu mempunyai saudara kembar. Bhani Putranto adalah adik kembar dari Bhanu. Saat mendengarkan berita kematian itu, tentu saja menjadi pukulan terberat untuk Bhani. Walaupun bisa dibilang Bhani tidak begitu akrab dengan Bhanu, tapi yang namanya Saudara kandung tetap saja merasakan kesedihan. Hari itu juga pria bermata sipit dan mempunyai bibir yang tebal telah mempersiapkan segalanya untuk perjalanannya ke ibukota. Semuanya dia siapkan dengan matang. Tidak lupa, dia pun mengajak beberapa anak buah kepercayaannya. Sedangkan tempat lain di waktu yang sama seorang wanita yang seharian dia tidak keluar sama sekali dari tempat persembunyiannya. Wanita itu duduk di p
Cakra hanya menebak saja, tapi dia belum bisa memastikan, karena bukti tidak jelas. Pria itu masih mengecek beberapa foto. Mengangkat tangannya dan mengelus-elus dagunya."Bangunan itu ada CCTV-nya atau tidak?" Dalam otak Cakra justru dia malah ingin kembali ke gedung itu untuk memeriksa keadaan.Padahal dia sendiri yang membuat pertemuan mereka di gedung itu. Namun, dia tidak mengira jika kejadiannya akan melenceng dari rencananya.Saat Cakra sedang fokus, tiba-tiba ponselnya berdering. Lantas pria itu menjawab panggilan tersebut.Ketika menerima panggilan itu, kepalanya tampak manggut-manggut tanda dia sedang mendengarkan sesuatu dari seberang sana."Baiklah. Aku akan segera ke sana." Cakra langsung menutup teleponnya.Tanpa pikir panjang, Cakra langsung pergi ke sana. Tentunya jika dalam hal yang satu itu, Cakra tidak akan pernah melewatkannya.Setibanya di rumah sakit, Cakra langsung masuk ke sebuah ruangan yang di sana terbaring mayat Bhanu.Ya, mayat Bhanu belum dikuburkan secar
Cakra duduk sambil menyandarkan kepalanya pada dinding. Sedangkan kedua kakinya terangkat lurus sambil menyilang di atas meja. "Berapa lama lagi dia akan sampai?" gerutu Cakra. Beberapa menit setelah itu, terdengar suara mobil yang berhenti di depan. "Aku rasa dia sudah sampai," sambungnya.Reynar melangkah menghampiri Cakra yang sedang duduk menyandar. Cakra menatap Reynar yang terlihat pucat. Pria itu bangkit dan menarik napas.Saat Cakra berdiri, justru Reynar yang duduk. Cakra berdecak, "Kau sungguh terlihat sangat frustrasi. Apakah kau benar-benar sedang patah hati?" sindirnya."Jangan mengajakku ribut. Aku sedang tidak mood untuk bertengkar. Hari ini aku benar-benar ingin beristirahat," keluh Reynar."Lalu untuk apa kau ke sini?"Reynar langsung melotot pada Cakra. Mungkin dia sedang berpikir, pria macam apa yang sedang berdiri di depannya itu."Oke ... oke, tenang. Aku tahu kau mungkin sedang banyak pikiran. Apa kau ingin minum secangkir kopi?" tawar Cakra.Sejujurnya Reynar
Sementara pihak polisi termasuk Reynar dan Cakra sedang mengevakuasi jasad Bhanu, sedangkan Yosua yang membawa Agni ke rumah sakit. Agni masih di bawah pengaruh obat tidur, dia baru bangun setelah 2 jam kejadian mengerikan tadi berlangsung. Matanya terbuka perlahan, Dia terlihat bingung mendengar suara perawat yang lalu lalang di sekitar sana. "Agni, kau sudah bangun?" Yosua tersenyum saat melihat wanitanya sadar. Pria itu langsung menggenggam erat tangan Agni, akan tetapi dilepas begitu saja. "Kau membawaku ke sini?" "Iya," Agni pun membuka selimut yang membalut tubuhnya, akan tetapi dia baru sadar jika ada selang infus di tangannya. "Agni, aku akan menyerahkan diri kepada polisi atas kejadian di masa silam," ujar Yosua lirih. Obrolan pembukaan itu membuat Agni terdiam seketika dengan pandangan mata yang kosong. "Aku sudah sadar itu sudah lama, akan tetapi aku memilih diam karena takut kehilanganmu. Aku benar-benar seorang pecundang," lanjutnya sambil menunduk menunjukkan rasa p
Agni ternyata diculik oleh Anya untuk dibawa pada Bhanu. Dua orang itu memang punya dendam tersendiri pada Agni, padahal dia adalah wanita tunanetra. Rupanya Bhanu dendam karena Agni pernah melukai matanya. Sedangkan Anya dendam karena faktor cemburu. Sungguh ironis."Rupanya rasa cintamu pada si bodoh itu membuatmu menjadi seorang psikopat," cicit Bhanu."Aku yakin, kau bahkan lebih sadis dariku," bantah Anya sambil tersenyum.Sebelum mengeksekusi Agni, keduanya pun sempat melakukan hubungan badan singkat selama 15 menit di ruangan tempat Agni di sekap. Keduanya pun terlihat menikmatinya hubungan intim itu, sebelum berpesta untuk menyiksa lalu membunuh korbannya. Sementara sepanjang berhubungan intim, Bhanu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Agni yang terlihat sangat cantik di bawah cahaya lampu. Hal itu sungguh membuat Anya terlihat kesal dan jengkel.Rupanya meskipun dendam, Bhanu masih memiliki hasrat untuk memiliki wanit