Home / Lainnya / Dimanja Sang Penguasa / 6. Alergi pada Wanita?

Share

6. Alergi pada Wanita?

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2025-03-06 19:33:17

Malam semakin larut. Kemudian Agni diantar Yosua pulang, "Aku pamit pulang."

"Baiklah, hati-hati di jalan," sahut Agni tersenyum sambil melambaikan tangannya entah ke arah mana Agni melambaikannya, tapi Yosua sangat memaklumi. Pria itu berjalan pergi meninggalkan rumah Agni, tapi dari kejauhan Yosua kembali menoleh dan menatap Agni yang masih berdiri di depan pintu rumah dengan tatapan kosongnya. Yosua mengamati Agni dengan seksama sebelum akhirnya wanita itu memperlihatkan kesedihannya dengan air mata yang jatuh di pipinya. Hal itu membuat Yosua terkejut dan tidak bisa mengalihkan pandangannya.

Bertepatan dengan itu, ada seorang pemuda yang lewat di sekitar sana dan terlihat terkejut saat melihat kehadiran Yosua di rumah susun tersebut.

"Yo-Yosua Ak-sara ...." Suara itu terdengar gugup dan takut.

Merasa terganggu dengan pemuda tadi, Yosua segera menarik leher pemuda tersebut dan mematahkan lehernya. Yosua melakukan hal itu tanpa basa-basi.

KREEEKK!

"Aaargh!"

"Siapa itu? Ada apa?" Agni terlihat panik dan mencoba mencari keberadaan suara pria di sekitarnya. Yosua dengan santainya membuang tubuh pemuda itu dari lantai dua dengan bebas. Membunuh orang dengan sadisnya dan sangat santai. Hal itu sudah biasa dia lakukan kapanpun jika dia mau. Tindakan yang paling kejam untuk seorang Yosua.

Keesokan harinya, polisi telah berdatangan di TKP untuk mengevakuasi korban pembunuhan di rusun tempat tinggal Agni dan nyatanya wanita itu sama sekali tidak mendengar kejadian yang terjadi di sana. Agni tidak tahu jika ada pembunuhan di rusun tersebut. Pagi itu, dia bangun tidur, lalu mandi dan menyisir rambutnya dengan pelan. Awalnya dia agak terganggu dengan suara berisik dari bawah, tapi dia tidak menghiraukannya.

***

Hari-hari dilewati Yosua sama halnya seperti hari biasanya, tapi ada yang sedikit lain yang dirasakan oleh pria tampan itu. Dia selalu teringat dengan Agni. Entah kenapa bayangan wanita buta itu selalu terngiang-ngiang di dalam pikirannya.

"Apakah aku sudah sembuh?" pikirnya. Memang ada yang beda, tapi Yosua baru sadar akhir-akhir itu setelah beberapa kali bertemu dengan wanita itu, "Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya," lanjutnya dengan tersenyum smirk.

Malam harinya Yosua mampir ke salah satu bar ternama di kota. Ya, dia tampaknya sedang ingin bersenang-senang. Dia menatap gelas anggur merah yang berada di depannya. Gemerlap lampu diskotik menambah gairah suasana malam itu.

Di dalam diskotik, Yosua tetap dalam pengamanan para pengawalnya yang menyebar di mana-mana. Sudah gelas yang kesekian kali Yosua tenggak dan dia sudah kembali bersiap untuk memanggil pelayan.

"Tuan, sudah cukup. Anda bisa mabuk berat jika terlalu banyak minum."

Yosua menoleh menatapnya, kedua pipi pria itu mulai memerah. "Apa katamu, mabuk berat? Hahaha ... tidak ada dalam kamus Yosua Aksara mabuk berat. Pelayan!" teriak Yosua.

Seorang pelayan laki-laki berlari menghampirinya. Yosua dengan mata terpejam dengan sedikit senyum membuka matanya dan menatap pelayan itu. Pria itu menarik kerah bajunya dan berbisik. "Beri aku sebotol anggur merah!"

"Baik, tuan." Pelayan itu bergegas pergi dari sana. Namun, langkahnya dicegah oleh pengawal Yosua. Pelayan laki-laki yang masih sangat muda. Mendapatkan dirinya dicegat oleh dua orang pengawal dengan tubuh kekar, tubuhnya gemetaran. Justru dia berpikir apakah kesalahan yang baru dia lakukan.

"Berikan dia Sparkling Rose saja. Dia sudah terlalu mabuk. Ini uang untukmu," kata pria dengan setelan jas hitam. Rasa lega membuatnya tenang, dia hanya menganggukkan kepalanya.

Namun ternyata stok Sparkling Rose habis. Pelayan itu kembali berlari menghampiri pengawal Yosua. Hal itu membuat Yosua terus menerus berteriak meminta minumannya.

"Tuan, maaf. Sparkling Rose habis," ujarnya melaporkan.

Pengawal itu menatap Yosua dan sedikit berpikir. "Wild Idol?" sambungnya.

Pelayan itu mengangguk dan kembali berlari ke tavern. Selang dua menit dia kembali membawa sebotol Wild Idol. Dia menuangkan Wild Idol ke dalam gelas Yosua. Pria itu kembali menarik kerah baju pelayan laki-laki tersebut.

"Kenapa kau begitu sangat lama? Tenggorokan ku sudah sangat kering. Ini untukmu----" Yosua memberikan tips pada pelayan itu dan menyuruhnya pergi untuk kembali bekerja.

Dalam keadaan setengah mabuk, Yosua tetap dalam pantauan para pengawalnya. Tempat itu termasuk aman karena bar tersebut sering menjadi tongkrongan para mafia untuk sekedar minum-minum atau bermain dengan j*l*ng bayaran.

"Kenapa minuman ini rasanya tidak sama dengan minuman yang sebelumnya?" cicit Yosua.

Namun, Yosua sama sekali tidak menghiraukannya. Dia menenggak langsung habis minuman yang ada di tangannya dan dia menyandarkan kepalanya pada dinding. Beberapa pengawal mendekatinya dan menawarkan pada bosnya itu untuk pulang ke markas, akan tetapi Yosua masih ingin bersenang-senang di bar itu. Dia merasa lelah karena seharian dia harus main petak umpet dengan polisi sehingga dia merasa jika malam hari adalah waktu untuk bersantai dan bersenang-senang.

"Tuan, apa perlu aku membooking wanita yang paling cantik di bar ini?" tawarnya.

Yosua menegakkan kepalanya, membuka matanya, dan menatap pengawalnya. "Apa kau punya ide yang lebih brilian? Adakah wanita itu di sini?"

Pengawal itu diam sejenak seperti sedang berpikir. Memang semua wanita di bar itu tidak ada yang menarik. Semua sudah pernah dirasakan. Lantas pengawal itu menjauh dari Yosua dan Yosua kembali menyandarkan kepalanya karena merasa kepalanya berdenyut begitu cepat.

Selang beberapa menit seorang wanita melangkah mendekati meja Yosua. Namun, para pengawalnya menghadang.

"Aku hanya ingin mengajak bos kalian bersenang-senang. Apakah tidak boleh?" Tangannya meraba dada salah satu pengawal Yosua. Namun, tangan itu langsung ditepis oleh pria kekar tersebut.

"Aku belum pernah melihatmu di sini," katanya.

Seorang wanita mendekati mereka dengan tersenyum genit untuk mencairkan suasana. Dia berjalan memutar sembari tangannya meraba tubuh sang pengawal. "Clara ini adalah anak baru di bar ini. Dia masih ting-ting."

Kedua pengawal itu saling pandang dan kembali menatap gadis yang berdiri di depannya. Tiba-tiba badan kedua pengawal itu bergeser ke arah samping kanan dan kiri karena dorongan kedua tangan Yosua.

Yosua tersenyum smirk menatap Clara, lalu beralih menatap sang mami. "Kau yakin dia anak baru?" Melangkah gontai mendekati Clara. Mendekatkan wajahnya pada leher gadis tersebut dan menghirup bau tubuh gadis itu. Tiba-tiba Yosua segera menarik kepalanya menjauh dari gadis itu. Ada yang salah dengan tubuhnya dan para pengawalnya segera menarik tubuh tuannya. Merasa tubuhnya sangat berat, Yosua meminta para pengawalnya untuk melepaskan tangan mereka.

"Hahaha ... Tuan Yosua, anda tidak perlu meragukan dia. Aku jamin Clara bisa memuaskan anda malam ini," ucapnya yakin.

Sepertinya kesadaran Yosua sudah mulai pulih, dia membalikkan badannya dan menatap sang mami, "Apa jaminannya jika dia masih perawan?"

"Aku bisa membuktikannya jika aku masih perawan. Apa perlu aku tidur bersamamu malam ini, Tuan Yosua?" sela Clara menantang bos mafia itu.

Yosua mengalihkan atensinya dan tertuju pada Clara. Dia melangkah mendekati Clara sehingga gadis itu melangkah mundur beberapa langkah ke belakang.

"Kenapa? Kau takut padaku?" tanya Yosua. Clara menggelengkan kepalanya. "Kau yakin?" lanjutnya melangkah selangkah mendekat. Yosua menatap kedua mata Clara dengan intens. "Akan ku bayar mahal jika kau masih perawan."

"Sepertinya tuan-lah yang takut padaku." Clara menatap Yosua dengan tersenyum dan wanita muda itu terlihat seperti tertarik dengan pada tantangan Yosua.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Sang Penguasa   69. Aku Tidak Ikhlas

    Kedua kaki Irene gemetaran. Manakala dia mendengar suara Yosua. Antara takut dan bingung ingin membalikkan badannya atau tidak."Aduh, apa dia curiga padaku? Apa mungkin aku ketahuan? Ah, mana mungkin sih, aku kan sudah menyamar dan samaran ku benar-benar sempurna," cicitnya pelan."Nyonya, maaf. Sapu tangan anda jatuh." Yosua membantu mengambil benda tersebut. "Nyonya ...."Irene membalikkan badan sambil membenarkan kacamata bulatnya. Wanita itu tersenyum saat beradu pandang dengan Yosua.Netra hitam Irene berusaha untuk tidak beradu pandang dengan Yosua. Kedua mata itu turun ke bawah dan memperhatikan sebuah kain yang sedang dipegang oleh Yosua."Terima kasih, tuan." Irene meraih sapu tangan tersebut. Kemudian dia berlalu dari sana.Samar-samar Yosua mengerutkan kedua alisnya. Pria itu merasakan familiar pada wanita itu."Wanita itu———seperti tidak asing bagiku, tapi siapa dan di mana aku pernah bertemu dengannya?" Bertanya pada dirinya sendiri.Namun, memori Yosua tidak mampu mengi

  • Dimanja Sang Penguasa   68. Aku Ingin ....

    "Aku takut ... aku takut dengan kegelapan ini. Entahlah, aku juga bingung. Yos, apa kau akan tetap berada di sampingku?" tanya Agni dengan tatapan kosong entah dia sedang menatap siapa, padahal Yosua ada di depannya.Yosua mengulurkan tangannya dan memegang pipi kiri Agni. Mengusap pelan dan lembut."Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan melindungimu meski nyawaku adalah taruhannya," tegasnya."Yos ...." Tangannya menahan tangan Yosua saat Yosua hendak beranjak."Aku akan kembali. Aku hanya ingin mengambil air untukmu," ucap Yosua lembut dan melepaskan tangan itu.Padahal Yosua mengambil air tidak keluar dari kamar tersebut. Kamar itu sudah lengkap fasilitasnya. Razka benar-benar memperhatikan Yosua dan Agni."Yos ...." panggil Agni."Hmm ... sebentar aku aduk dulu," balasnya.Yosua melangkah dan duduk di samping Agni. Dia membantu memegang-kan gelas itu ke tangan Agni. Pria itu begitu telaten, p

  • Dimanja Sang Penguasa   67. Sebuah Tawaran

    Yosua berdiri di balkon dengan tangannya memegang batas besi. Dia berdiri sambil memikirkan sesuatu.Ternyata yang menjadi beban pikiran Yosua saat itu bukanlah Agni, melainkan tawaran dari dokter yang merawat Agni.'Aku harus bagaimana? Apa aku harus membicarakan dulu pada Agni, karena secara keseluruhan dia sedang tidak mengandung, jadi kemungkinan besar untuk melakukan hal itu tidak ada sanksi yang berbahaya,' batin Yosua.Lantas Yosua berjalan mondar-mandir di balkon dan hal itu menarik perhatian Razka yang baru saja melintas. Razka berdiri memperhatikan Yosua selama kurang lebih lima menit, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mendekati pria itu."Ehem ...." Suara deheman Razka mengejutkan Yosua yang sontak membuat pria itu menoleh ke arahnya. "Kau sedang ada masalah?" lanjutnya bertanya.Yosua membalikkan badannya dan menyandar pada dinding. Melipat kedua tangannya di ada serta menarik napas. "Tidak ada," jawab Yosua sing

  • Dimanja Sang Penguasa   66. Batal Terbang

    "Thailand?" Reynar langsung membuka kedua matanya saat menyadari jika itu adalah suara Cakra. "Ya, kita harus berangkat sekarang," ujar Cakra menarik tangan Reynar. "Kau yakin sudah mendapatkan info yang akurat? Takutnya nanti kita hanya membuang waktu, energi, dan uang," balas Reynar. Cakra menatap Reynar yang masih malas-malasan berada di atas ranjangnya. Memang diakui Cakra, dia belum mendapatkan info yang akurat. Dia hanya diberitahu jika Yosua terbang ke Thailand, tapi dia belum tahu di mana Yosua tinggal di mana. Akhirnya Cakra duduk di sisi ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pria itu menatap langit-langit kamar. Satunya berdecak dan satunya lagi menarik napas. "Rey, aku tahu ini semua membuat kita stres bahkan bisa dibilang depresi." Cakra terdiam dan suasana menjadi hening. Hal yang sama memang tengah dirasakan oleh Reynar. "Memang be

  • Dimanja Sang Penguasa   65. Aku Tak Bisa Kabur

    Anya terbangun dengan napas yang tidak beraturan. Dadanya terasa sesak dan dia terlihat sangat syok. Walaupun hanya mimpi, tapi terasa begitu nyata. Seolah gambaran demi gambaran yang memperlihatkan nasibnya. Ketakutan kembali menyerang Anya. Dia takut jika ke depannya nasibnya akan menjadi mengenaskan, tapi jika dia berhasil kabur pun, di luar sana nasibnya akan tetap mengenaskan yaitu menjadi buronan polisi. Anya meraupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Sesekali dia menenangkan dirinya sendiri. "Kenapa jalan hidupku harus seperti ini?" keluh Anya sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba dia tersentak dan menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia menurunkan kedua kakinya ke lantai. "Aku harus kabur dari sini, tapi dari mana aku harus keluar dari ruangan ini? Tidak ada jendela sama sekali, hanya sebuah ventilasi udara itupun tidak bisa dilewati. Sedangkan pintu hanya

  • Dimanja Sang Penguasa   64. Menjadi Budak Mafia

    "Sial sekali nasibku ini!" rutuknya.Anya merutuk dirinya sendiri karena telah berbuat begitu jauh sehingga dirinya menjadi buronan polisi bahkan intel. Apalagi posisi Anya sekarang bisa dikatakan lebih mengenaskan. Dia tertahan di mansion besar milik Bhani yang tidak lain adalah saudara kembarnya Bhani. Bukan hanya sekedar tahanan, tapi Anya juga menjadi budak hasrat untuk Bhani.Anya tidak bisa berbuat banyak, karena untuk melarikan diri pun dia tidak bisa. Mansion besar itu sungguh dijaga dengan rapi di setiap sudut ruangan. Bahkan Anya pernah melihat seorang wanita yang hendak kabur dan tertangkap lagi, dia disiksa habis-habisan. Anya pun bergidik ngeri. "Ternyata dia lebih mengerikan dari Bhanu ataupun Yosua."Itulah yang terlihat nyata pada sosok Bhani Putranto. Bagi Anya sekarang, dia harus bisa menjaga sikap di depan Bhani.Anya menoleh ke belakang saat pintu kamar terbuka dan Bhani masuk ke dalam. "Makan ini. Kau harus punya banyak energi untuk nanti malam!" Setelah itu Bha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status