Home / Lainnya / Dimanja Sang Penguasa / 7. Pesona Yosua Aksara

Share

7. Pesona Yosua Aksara

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2025-03-07 07:52:55

Yosua menatap tajam pada Clara. Pria itu paham apa yang dimaksud dengan gadis yang sedang berdiri di depannya. Namun, hal itu sepertinya membuat Yosua tidak berkutik. Kenapa?

Sang mafia itu memang tidak begitu suka dekat dengan wanita. Dia selalu menjaga jarak dengan wanita, tapi hal itu tidak berlaku pada Agni.

"Ah, sial!" umpat Yosua pelan. Justru Yosua terjebak dengan kata-katanya sendiri. "Kenapa juga harus mabuk sih!" Menyalahkan diri sendiri.

"Bagaimana?" tanya Clara penasaran karena dari tadi tidak ada jawaban dari Yosua. "Apa ucapan anda yang tadi masih berlaku?" lanjutnya memancing Yosua.

"Aahh!" Yosua memegang kepalanya dan memberi isyarat. Bukan karena akting atau apa, tapi memang dia sering merasakan sakit kepala setelah banyak minum alkohol.

Beberapa pengawal mendekati sang tuan untuk menenangkannya. Setelah beberapa menit barulah beberapa anak buahnya menyuruh Clara untuk berdiri agak menjauh dari tempat Yosua.

Sejujurnya Clara juga tidak ingin dipermainkan dan malam itu dia sangat berharap bisa tidur dengan bos mafia itu. Clara pun memaksa pada anak buahnya agar dia bisa lebih dekat lagi dengan Yosua.

Clara memang tidak bisa menampik jika dirinya terpesona dengan sosok Yosua. Pria yang dijuluki mafia nomor satu itu memang mendekati sempurna.

Tak hanya sempurna, Yosua juga termasuk orang paling kaya. Belum lagi bisnisnya juga mendunia. Dia banyak punya relasi, tapi tidak sedikit orang yang tahu jika Yosua adalah orang paling ditakuti di dunia mafia.

"Kau mau apa, nona?" tanya sang pengawal.

"Aku ingin menemani Tuan Yosua," tandasnya berusaha masuk ke dalam pengaman sang pengawal. Namun, tidak berhasil, karena terlalu ketat.

"Tuan tidak butuh seorang wanita untuk menemaninya jadi silakan anda cari tamu lain yang ingin ditemani oleh kupu-kupu malam seperti anda."

Yosua berdeham, "Maaf, Nona Clara. Suasana hatiku sedang tidak baik, jadi aku tidak berselera sama sekali. Mungkin jika kita diberi waktu untuk bertemu lagi di lain waktu. Kita akan melakukannya," ujar Yosua.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Clara yang masih memancing Yosua. Entah kenapa Clara begitu sangat terobsesi oleh Yosua malam itu.

***

Satu bulan kemudian.

"Tuan, polisi ada di mana-mana!" Dengan suara agak berbisik.

"Benarkah?" Dia tersenyum santai menanggapi pengawalnya. "Baiklah. Kita akan bermain petak umpet," lanjutnya.

"Tapi, tuan. Ini bukan ide yang bagus." Pengawal dengan badan besar kekar itu justru terlihat khawatir dan tidak tenang.

Yosua menatapnya dengan tajam sambil menggerakkan tusuk gigi yang sedang dia gigit. "Takut? Badan besar, tapi nyali ciut. Pulang saja jika kau takut bermain dengan polisi. Buat apa aku membayar mu jika bukan untuk mengawal dan melindungi ku!" Yosua membentak pengawalnya di tengah keramaian kedai.

Bentakan itu sukses membuat sang pengawal kicep dan menundukkan kepalanya merasa telah membuat kesalahan besar.

Pria berusia sekitar 28 tahun dengan tinggi 178 cm ini begitu sangat santai. Pria itu masih menikmati hidangannya, padahal para pengawalnya sudah meminta pria itu untuk segera bersiap mengambil langkah seribu jika keadaan sudah kepepet. Kedai yang mulai ramai itu tidak menyurutkan para polisi untuk menggeledah dan memeriksa. Yosua menyapu segala penjuru kedai itu sampai pada akhirnya senyum miring mengembang di bibirnya.

Polisi sudah berada di depan kedai tempat Yosua makan.

"Beberapa dari kalian menyebar lah dan kalian berdua ikut aku masuk ke dalam kedai ini," teriak Reynar. Polisi muda berpangkat Iptu berusia sekitar 27 tahun itu masuk ke dalam kedai dan memeriksa setiap orang yang ada di sana. "Sial! Selalu telat dan terkecoh." Reynar menyepak sebuah kursi hingga kursi itu terjungkal. Dia keluar dari kedai itu dan semua polisi sudah berkumpul. Bagaimana di sana?' teriaknya.

"Nihil, pak!" Mereka berlari bergabung dengan polisi yang lain. Bahkan polisi yang menggeledah di tempat lain juga kehilangan jejak Yosua.

"Mafia yang satu ini memang tidak boleh dianggap remeh. Dia begitu lincah, pintar, dan banyak akal," ujar salah seorang polisi.

"Sial, berani sekali dia mempermainkan polisi." Reynar memerintahkan semua polisi untuk kembali ke markas.

Yosua memperhatikan Reynar dari atas roof top dengan tersenyum smirk seperti mengejek Reynar yang selalu gagal menangkapnya. Merasa seperti ada yang memperhatikannya, polisi muda itu menoleh ke atas menyapukan pandangannya ke seluruh roof top. Ternyata Yosua sudah berlalu dari sana.

Reynar berdiri tegap dan mendongak ke atas menatap deretan roof top. Insting Reynar tidak pernah salah jika Yosua tadi berada di atas sana sedang memantau pergerakan polisi. Ada keinginan untuk mengejarnya, tapi yang pastinya sudah terlambat. Yosua pasti sudah jauh meninggalkan tempat itu.

"Untuk sekarang mungkin keberuntungan masih berpihak padamu, tapi aku yakin suatu saat aku bisa menangkap mu dan memasukkan mu ke dalam jeruji besi."

***

Reynar melangkah menuju rumah Agni. Terlihat dari wajah pria itu begitu sangat bahagia. Sepertinya Reynar membawa kabar baik untuk Agni.

Pagi itu mungkin Reynar terlalu pagi datang ke rusun tersebut, karena masih sangat sepi.

Pria tampan dengan rambut hitam cepak sudah berdiri di depan pintu rumah Agni. Tiga kali dia mengetuk pintu tidak ada respons apalagi dibukakan pintu dan akhirnya satu——dua ketukan si pemilik rumah membukakan pintunya.

"Pagi Reynar. Tumben pagi-pagi sekali sudah bertamu," sapa Agni.

Reynar sudah tidak heran dengan wanita tuna netra tersebut karena dia bisa menebaknya dengan tepat tanpa dia harus mengucapkan sepatah kata agar Agni tahu siapa dirinya.

"Pagi juga nona manis," sapa balik Reynar melangkah masuk ke dalam rumah rumah dan duduk di sebuah sofa. Reynar memperhatikan wanita cantik itu yang tengah sibuk membuatkan minuman untuknya. "Agni, kau tidak perlu repot. Kau tidak perlu menyuguhkan sesuatu untukku," lanjutnya.

"Ah, ini tidak merepotkan ku. Hanya secangkir teh hangat untukmu agar badanmu terasa hangat di pagi ini."

Melihat Agni kesulitan membawa nampan. Akhirnya Reynar turun tangan. Pria tampan itu segera melangkah menghampiri Agni.

"Biar aku yang bawa nampannya," tawar Reynar.

"Terima kasih, Rey," balas Agni tersenyum dengan tatapan kosong.

Wanita itu melangkah sambil meraba dinding menuju sofa. Reynar menaruh nampan tersebut di atas nakas.

"Agni, minuman ini sama semua?" tanyanya.

Agni tersenyum dan duduk tidak jauh dari Reynar. "Tentu saja. Teh hangat yang manis rasanya, tapi tidak terlalu manis. Gulanya hanya satu sendok makan saja."

"Baiklah." Reynar memindahkan dua cangkir teh hangat itu ke atas nakas.

"Rey, kau hendak pergi ke mana?" tanya Agni saat merasakan pergerakan kaki.

"Aku ingin mengembalikan nampan ini ke dapur," jawabnya.

"Ah, aku sungguh banyak merepotkanmu." Terlihat senyum getir di ujung bibirnya.

"Jangan bicara seperti itu," hibur Reynar. Pria tampan itu kembali duduk dan mencicipi teh hangat buatan Agni. "Hmm ... ini sungguh enak. Wanginya langsung kerasa di hidung," puji Reynar.

Agni menggerakkan kepalanya mengikuti arah suara Reynar. "Ada perlu apa kau sepagi ini sudah datang kemari? Apa ada kabar baik tentang kasus itu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Sang Penguasa   69. Aku Tidak Ikhlas

    Kedua kaki Irene gemetaran. Manakala dia mendengar suara Yosua. Antara takut dan bingung ingin membalikkan badannya atau tidak."Aduh, apa dia curiga padaku? Apa mungkin aku ketahuan? Ah, mana mungkin sih, aku kan sudah menyamar dan samaran ku benar-benar sempurna," cicitnya pelan."Nyonya, maaf. Sapu tangan anda jatuh." Yosua membantu mengambil benda tersebut. "Nyonya ...."Irene membalikkan badan sambil membenarkan kacamata bulatnya. Wanita itu tersenyum saat beradu pandang dengan Yosua.Netra hitam Irene berusaha untuk tidak beradu pandang dengan Yosua. Kedua mata itu turun ke bawah dan memperhatikan sebuah kain yang sedang dipegang oleh Yosua."Terima kasih, tuan." Irene meraih sapu tangan tersebut. Kemudian dia berlalu dari sana.Samar-samar Yosua mengerutkan kedua alisnya. Pria itu merasakan familiar pada wanita itu."Wanita itu———seperti tidak asing bagiku, tapi siapa dan di mana aku pernah bertemu dengannya?" Bertanya pada dirinya sendiri.Namun, memori Yosua tidak mampu mengi

  • Dimanja Sang Penguasa   68. Aku Ingin ....

    "Aku takut ... aku takut dengan kegelapan ini. Entahlah, aku juga bingung. Yos, apa kau akan tetap berada di sampingku?" tanya Agni dengan tatapan kosong entah dia sedang menatap siapa, padahal Yosua ada di depannya.Yosua mengulurkan tangannya dan memegang pipi kiri Agni. Mengusap pelan dan lembut."Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan melindungimu meski nyawaku adalah taruhannya," tegasnya."Yos ...." Tangannya menahan tangan Yosua saat Yosua hendak beranjak."Aku akan kembali. Aku hanya ingin mengambil air untukmu," ucap Yosua lembut dan melepaskan tangan itu.Padahal Yosua mengambil air tidak keluar dari kamar tersebut. Kamar itu sudah lengkap fasilitasnya. Razka benar-benar memperhatikan Yosua dan Agni."Yos ...." panggil Agni."Hmm ... sebentar aku aduk dulu," balasnya.Yosua melangkah dan duduk di samping Agni. Dia membantu memegang-kan gelas itu ke tangan Agni. Pria itu begitu telaten, p

  • Dimanja Sang Penguasa   67. Sebuah Tawaran

    Yosua berdiri di balkon dengan tangannya memegang batas besi. Dia berdiri sambil memikirkan sesuatu.Ternyata yang menjadi beban pikiran Yosua saat itu bukanlah Agni, melainkan tawaran dari dokter yang merawat Agni.'Aku harus bagaimana? Apa aku harus membicarakan dulu pada Agni, karena secara keseluruhan dia sedang tidak mengandung, jadi kemungkinan besar untuk melakukan hal itu tidak ada sanksi yang berbahaya,' batin Yosua.Lantas Yosua berjalan mondar-mandir di balkon dan hal itu menarik perhatian Razka yang baru saja melintas. Razka berdiri memperhatikan Yosua selama kurang lebih lima menit, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mendekati pria itu."Ehem ...." Suara deheman Razka mengejutkan Yosua yang sontak membuat pria itu menoleh ke arahnya. "Kau sedang ada masalah?" lanjutnya bertanya.Yosua membalikkan badannya dan menyandar pada dinding. Melipat kedua tangannya di ada serta menarik napas. "Tidak ada," jawab Yosua sing

  • Dimanja Sang Penguasa   66. Batal Terbang

    "Thailand?" Reynar langsung membuka kedua matanya saat menyadari jika itu adalah suara Cakra. "Ya, kita harus berangkat sekarang," ujar Cakra menarik tangan Reynar. "Kau yakin sudah mendapatkan info yang akurat? Takutnya nanti kita hanya membuang waktu, energi, dan uang," balas Reynar. Cakra menatap Reynar yang masih malas-malasan berada di atas ranjangnya. Memang diakui Cakra, dia belum mendapatkan info yang akurat. Dia hanya diberitahu jika Yosua terbang ke Thailand, tapi dia belum tahu di mana Yosua tinggal di mana. Akhirnya Cakra duduk di sisi ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pria itu menatap langit-langit kamar. Satunya berdecak dan satunya lagi menarik napas. "Rey, aku tahu ini semua membuat kita stres bahkan bisa dibilang depresi." Cakra terdiam dan suasana menjadi hening. Hal yang sama memang tengah dirasakan oleh Reynar. "Memang be

  • Dimanja Sang Penguasa   65. Aku Tak Bisa Kabur

    Anya terbangun dengan napas yang tidak beraturan. Dadanya terasa sesak dan dia terlihat sangat syok. Walaupun hanya mimpi, tapi terasa begitu nyata. Seolah gambaran demi gambaran yang memperlihatkan nasibnya. Ketakutan kembali menyerang Anya. Dia takut jika ke depannya nasibnya akan menjadi mengenaskan, tapi jika dia berhasil kabur pun, di luar sana nasibnya akan tetap mengenaskan yaitu menjadi buronan polisi. Anya meraupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Sesekali dia menenangkan dirinya sendiri. "Kenapa jalan hidupku harus seperti ini?" keluh Anya sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba dia tersentak dan menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia menurunkan kedua kakinya ke lantai. "Aku harus kabur dari sini, tapi dari mana aku harus keluar dari ruangan ini? Tidak ada jendela sama sekali, hanya sebuah ventilasi udara itupun tidak bisa dilewati. Sedangkan pintu hanya

  • Dimanja Sang Penguasa   64. Menjadi Budak Mafia

    "Sial sekali nasibku ini!" rutuknya.Anya merutuk dirinya sendiri karena telah berbuat begitu jauh sehingga dirinya menjadi buronan polisi bahkan intel. Apalagi posisi Anya sekarang bisa dikatakan lebih mengenaskan. Dia tertahan di mansion besar milik Bhani yang tidak lain adalah saudara kembarnya Bhani. Bukan hanya sekedar tahanan, tapi Anya juga menjadi budak hasrat untuk Bhani.Anya tidak bisa berbuat banyak, karena untuk melarikan diri pun dia tidak bisa. Mansion besar itu sungguh dijaga dengan rapi di setiap sudut ruangan. Bahkan Anya pernah melihat seorang wanita yang hendak kabur dan tertangkap lagi, dia disiksa habis-habisan. Anya pun bergidik ngeri. "Ternyata dia lebih mengerikan dari Bhanu ataupun Yosua."Itulah yang terlihat nyata pada sosok Bhani Putranto. Bagi Anya sekarang, dia harus bisa menjaga sikap di depan Bhani.Anya menoleh ke belakang saat pintu kamar terbuka dan Bhani masuk ke dalam. "Makan ini. Kau harus punya banyak energi untuk nanti malam!" Setelah itu Bha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status