Home / Lainnya / Dimanja Sang Penguasa / 5. Bau Aroma Parfum

Share

5. Bau Aroma Parfum

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2025-01-17 13:50:14

Hari itu Agni masih dalam suasana berkabung. Kehilangan orang-orang tercinta yang ada di sekitar membuatnya merasakan kesunyian dan kesendirian. Meskipun begitu, Agni sudah mulai bisa tersenyum kembali. Dia benar-benar wanita tangguh yang mampu bertahan dalam kemalangan yang terus menimpanya.

Walaupun dia sudah mulai bangkit untuk melanjutkan hidupnya, dia tetap merindukan anak-anak jalanan yang selalu diam-diam mengikutinya di belakang. Mereka yang selalu diam-diam melindungi dan menjaga Agni dari jauh. Hari itu saat Agni sedang berjalan perlahan masuk ke dalam sebuah gang. Agni mendengar suara sepatu yang mendekatinya. Hal itu membuatnya sangat khawatir. Terlihat dengan cara dia menggenggam erat tongkat yang sedang dia pegang.

"Bau wangi ini?" guman Agni mulai mengendus bau wangi parfum yang tidak asing baginya dan membuatnya semakin curiga, "Tuan yang baik hati, apakah kau ada di sini?" Agni tersenyum manis dengan pandangan kosong.

"Kau menyebutku apa tadi?"

"Tuan yang baik hati. Apakah kau tidak menyukainya?"

"Ehm ... aku menyukainya. Sangat menyukainya dan itu terdengar begitu manis di telingaku." Yosua melangkah mendekati Agni yang pandangannya kosong terlihat sedang mencari sesuatu dengan mengandalkan pendengarannya.

"Anda sudah tiga kali menolongku. Anda pasti orang yang baik hati," ujar Agni sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang begitu indah dan membuatnya terlihat semakin cantik.

"Bagaimana kau bisa tahu? Kau 'kan buta?" kata pria gagah nan tampan berjalan lebih mendekat lagi pada Agni.

"Bau wangi parfum itu yang membuatku bisa mengenalimu."

"Jika begitu, aku akan mengganti parfumku besok!"

"Mungkin aku akan tetap bisa mengenali anda, tuan. Entah mengapa aku merasakan ada ikatan batin dengan anda yang sangat kuat dan aku bisa merasakan kehadiran anda di sekitarku."

Melihat senyum yang terpancar dari wajah Agni membuat Yosua semakin heran pada wanita tersebut, "Bagaimana kau bisa tersenyum setelah kejadian kemarin sore?" tanya Yosua sembari menatap mata Agni begitu pekat.

Yosua terpesona dengan keindahan mata yang dimiliki oleh wanita itu. Walaupun Agni buta, tapi dia di anugerahi dua bola mata yang sangat indah. Keindahan mata Agni yang dalam sekejap bisa menyembunyikan luka yang tengah dia rasa.

"Karena aku hanya bisa tersenyum tanpa melihat. Mungkin jika aku bisa melihat, aku tidak akan bisa melupakan kejadian nahas kemarin sore. Mungkin sampai sekarang peristiwa itu akan terus terngiang-ngiang dalam benakku. Beruntung karena aku buta jadi aku bisa perlahan bangkit dan melupakan peristiwa itu. Hanya dengan tersenyum rasa sakit itu sedikit memudar," ucap Agni sambil berjalan mendekati dan mencari keberadaan pria itu lewat sumber suaranya. Yosua menyadari jika Agni sedang mencarinya, Yosua menarik pinggang ramping Agni dan menariknya agar lebih dekat dengannya, "Tuan, boleh aku menyentuh wajahmu," tanya Agni dengan mantap.

Yosua menarik kedua tangan Agni dan meletakkan kedua tangan itu di pipinya. Dengan jarak yang begitu dekat, Agni mulai meraba wajah Yosua. Pria tampan itu menatap tajam kedua mata yang ada di depannya. Tatapan yang kosong, akan tetapi membawa kedamaian. Yosua mempererat pelukannya.

"Kenapa kau sangat ingin menyentuh wajahku? Apakah kau tidak takut denganku?" Suara deep bariton menggema di rongga telinga Agni.

"Tidak. Aku tidak takut denganmu. Justru aku penasaran dengan sosok pria yang sudah tiga kali menolong nyawaku," terang Agni sambil terus meraba merasakan dan menghapal kan lekuk-lekuk wajah Yosua.

Kulit wajah yang halus dari pria yang tengah mendekapnya, "Tuan, anda punya hidung yang sangat mancung, mata yang indah, kulit yang halus, dagu yang indah serta bibir yang-----" Agni mengurungkan niatnya untuk menyentuh bibir Yosua dan dia pun menarik tangannya.

"Kenapa? Kenapa dengan bibirku? Kenapa kau tidak jadi meyentuhnya?" senyuman smirk menghias bibir Yosua sambil menatap wajah cantik Agni yang polos.

"Maaf, tuan. Aku sudah tidak sopan," cicit Agni dengan nada gugup. Dia merasakan degup jantungnya sangat cepat, Agni tidak bisa menyembunyikan rasa malunya karena grogi. Hal itu terlihat dari pipinya yang memerah seperti tomat. Berbeda dengan Yosua yang semakin menarik pinggang Agni dan membuat tubuh mereka berdua bertabrakan.

Agni semakin tidak bisa mengatur rasa gugupnya, dia mengalihkan wajahnya dan tiba-tiba dia merasakan haus yang cukup luar biasa.

"Siapa namamu?" tanya Yosua sambil berbisik pada telinga Agni.

"Na-namaku Ang-gara."

"Anggara? Bukankah itu nama cowok?"

"Ang-Anggara Agni," terangnya dengan nada gugup. Entah kenapa saat mendengar nama panjang Agni, Yosua tercengang dan langsung melepaskan pelukannya. Hal itu membuat Agni menggerakkan kepalanya serta memasang telinganya lebih tajam, "Lalu siapa nama anda, tuan?" tanyanya membuat Yosua menarik napas panjang dan kembali mendekati wanita buta itu.

"Aksa. Namaku Aksa," bisiknya di telinga Agni. Deru napas Yosua yang hangat membuat Agni merinding.

"Aksa? Sungguh nama yang terdengar sangat imut, tapi sepertinya tidak sesuai dengan karakter anda yang sangat maskulin."

Mendengar kalimat yang baru dilontarkan oleh Agni membuat Yosua mengerutkan kedua alisnya, "Kalau begitu ajari aku menjadi sosok pria yang imut, seperti yang kau bilang tadi."

Agni tersenyum sumringat saat mendengarkan penuturan dari pria yang baru beberapa hari dia kenal. Dia seperti baru saja menemukan teman baru. Menurutnya, Yosua adalah teman yang akan selalu menemaninya dan dia juga berharap jika Aksa tidak akan meninggalkan seperti teman-temannya yang sebelumnya.

Namun, pada kenyataannya Agni belum tahu siapa Aksa yang sebenarnya. Aksa adalah Yosua Aksara, pria yang sama yang tengah menjadi buronan polisi.

Seusai perkenalan manis itu, Yosua mengantarkan Agni pulang ke rumahnya. Mereka berdua berjalan di bawah pengawasan pengawal yang ketat, yang mengawasi keduanya dari kejauhan agar orang-orang tidak mencurigainya. Agni begitu bahagia saat tangannya dipegangi oleh Yosua yang menuntunnya untuk berjalan.

Dalam perjalanan mereka terlibat percakapan yang asik, "Bagaimana bisa kau bertahan hidup sendirian selama ini tanpa penuntun jalan? Kau hanya mengandalkan tongkat kecil itu," tanya Yosua sambil melirik Agni yang berada lebih rendah darinya.

"Sungguh ajaib, bukan? Aku pun tidak menyangka akan bertahan hidup hingga sekarang tanpa di dampingi oleh siapapun."

"Memangnya di mana keluargamu?"

Saat mendengar pertanyaan dari Yosua, Agni menundukkan kepalanya, "Mereka----aku sungguh tidak ingin mengingat kejadian pahit itu. Yang jelas mereka semua telah berkumpul di surga dan sedang menungguku, karena aku masih diberi kesempatan hidup di dunia ini sampai sekarang." Agni kembali mengangkat kepalanya dan terenyum.

Hal itu sungguh membuat Yosua semakin bingung. Yosua merasa tidak asing dengan nama Anggara Agni dan itu tidak ingin membuat Yosua mengalihkan pandangannya pada Agni.

Angin meniup anak rambut Agni dan itu membuatnya semakin terlihat cantik. Paduan senyuman yang manis dan sorot mata yang teduh membuat damai siapapun yang melihatnya. Pesona Agni seakan menyihir siapa saja yang melihatnya. Hal itu juga tidak bisa dipungkiri lagi oleh Yosua jika pria tampan itu telah jatuh cinta pada gadis tuna netra tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Sang Penguasa   69. Aku Tidak Ikhlas

    Kedua kaki Irene gemetaran. Manakala dia mendengar suara Yosua. Antara takut dan bingung ingin membalikkan badannya atau tidak."Aduh, apa dia curiga padaku? Apa mungkin aku ketahuan? Ah, mana mungkin sih, aku kan sudah menyamar dan samaran ku benar-benar sempurna," cicitnya pelan."Nyonya, maaf. Sapu tangan anda jatuh." Yosua membantu mengambil benda tersebut. "Nyonya ...."Irene membalikkan badan sambil membenarkan kacamata bulatnya. Wanita itu tersenyum saat beradu pandang dengan Yosua.Netra hitam Irene berusaha untuk tidak beradu pandang dengan Yosua. Kedua mata itu turun ke bawah dan memperhatikan sebuah kain yang sedang dipegang oleh Yosua."Terima kasih, tuan." Irene meraih sapu tangan tersebut. Kemudian dia berlalu dari sana.Samar-samar Yosua mengerutkan kedua alisnya. Pria itu merasakan familiar pada wanita itu."Wanita itu———seperti tidak asing bagiku, tapi siapa dan di mana aku pernah bertemu dengannya?" Bertanya pada dirinya sendiri.Namun, memori Yosua tidak mampu mengi

  • Dimanja Sang Penguasa   68. Aku Ingin ....

    "Aku takut ... aku takut dengan kegelapan ini. Entahlah, aku juga bingung. Yos, apa kau akan tetap berada di sampingku?" tanya Agni dengan tatapan kosong entah dia sedang menatap siapa, padahal Yosua ada di depannya.Yosua mengulurkan tangannya dan memegang pipi kiri Agni. Mengusap pelan dan lembut."Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan melindungimu meski nyawaku adalah taruhannya," tegasnya."Yos ...." Tangannya menahan tangan Yosua saat Yosua hendak beranjak."Aku akan kembali. Aku hanya ingin mengambil air untukmu," ucap Yosua lembut dan melepaskan tangan itu.Padahal Yosua mengambil air tidak keluar dari kamar tersebut. Kamar itu sudah lengkap fasilitasnya. Razka benar-benar memperhatikan Yosua dan Agni."Yos ...." panggil Agni."Hmm ... sebentar aku aduk dulu," balasnya.Yosua melangkah dan duduk di samping Agni. Dia membantu memegang-kan gelas itu ke tangan Agni. Pria itu begitu telaten, p

  • Dimanja Sang Penguasa   67. Sebuah Tawaran

    Yosua berdiri di balkon dengan tangannya memegang batas besi. Dia berdiri sambil memikirkan sesuatu.Ternyata yang menjadi beban pikiran Yosua saat itu bukanlah Agni, melainkan tawaran dari dokter yang merawat Agni.'Aku harus bagaimana? Apa aku harus membicarakan dulu pada Agni, karena secara keseluruhan dia sedang tidak mengandung, jadi kemungkinan besar untuk melakukan hal itu tidak ada sanksi yang berbahaya,' batin Yosua.Lantas Yosua berjalan mondar-mandir di balkon dan hal itu menarik perhatian Razka yang baru saja melintas. Razka berdiri memperhatikan Yosua selama kurang lebih lima menit, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mendekati pria itu."Ehem ...." Suara deheman Razka mengejutkan Yosua yang sontak membuat pria itu menoleh ke arahnya. "Kau sedang ada masalah?" lanjutnya bertanya.Yosua membalikkan badannya dan menyandar pada dinding. Melipat kedua tangannya di ada serta menarik napas. "Tidak ada," jawab Yosua sing

  • Dimanja Sang Penguasa   66. Batal Terbang

    "Thailand?" Reynar langsung membuka kedua matanya saat menyadari jika itu adalah suara Cakra. "Ya, kita harus berangkat sekarang," ujar Cakra menarik tangan Reynar. "Kau yakin sudah mendapatkan info yang akurat? Takutnya nanti kita hanya membuang waktu, energi, dan uang," balas Reynar. Cakra menatap Reynar yang masih malas-malasan berada di atas ranjangnya. Memang diakui Cakra, dia belum mendapatkan info yang akurat. Dia hanya diberitahu jika Yosua terbang ke Thailand, tapi dia belum tahu di mana Yosua tinggal di mana. Akhirnya Cakra duduk di sisi ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pria itu menatap langit-langit kamar. Satunya berdecak dan satunya lagi menarik napas. "Rey, aku tahu ini semua membuat kita stres bahkan bisa dibilang depresi." Cakra terdiam dan suasana menjadi hening. Hal yang sama memang tengah dirasakan oleh Reynar. "Memang be

  • Dimanja Sang Penguasa   65. Aku Tak Bisa Kabur

    Anya terbangun dengan napas yang tidak beraturan. Dadanya terasa sesak dan dia terlihat sangat syok. Walaupun hanya mimpi, tapi terasa begitu nyata. Seolah gambaran demi gambaran yang memperlihatkan nasibnya. Ketakutan kembali menyerang Anya. Dia takut jika ke depannya nasibnya akan menjadi mengenaskan, tapi jika dia berhasil kabur pun, di luar sana nasibnya akan tetap mengenaskan yaitu menjadi buronan polisi. Anya meraupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Sesekali dia menenangkan dirinya sendiri. "Kenapa jalan hidupku harus seperti ini?" keluh Anya sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba dia tersentak dan menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia menurunkan kedua kakinya ke lantai. "Aku harus kabur dari sini, tapi dari mana aku harus keluar dari ruangan ini? Tidak ada jendela sama sekali, hanya sebuah ventilasi udara itupun tidak bisa dilewati. Sedangkan pintu hanya

  • Dimanja Sang Penguasa   64. Menjadi Budak Mafia

    "Sial sekali nasibku ini!" rutuknya.Anya merutuk dirinya sendiri karena telah berbuat begitu jauh sehingga dirinya menjadi buronan polisi bahkan intel. Apalagi posisi Anya sekarang bisa dikatakan lebih mengenaskan. Dia tertahan di mansion besar milik Bhani yang tidak lain adalah saudara kembarnya Bhani. Bukan hanya sekedar tahanan, tapi Anya juga menjadi budak hasrat untuk Bhani.Anya tidak bisa berbuat banyak, karena untuk melarikan diri pun dia tidak bisa. Mansion besar itu sungguh dijaga dengan rapi di setiap sudut ruangan. Bahkan Anya pernah melihat seorang wanita yang hendak kabur dan tertangkap lagi, dia disiksa habis-habisan. Anya pun bergidik ngeri. "Ternyata dia lebih mengerikan dari Bhanu ataupun Yosua."Itulah yang terlihat nyata pada sosok Bhani Putranto. Bagi Anya sekarang, dia harus bisa menjaga sikap di depan Bhani.Anya menoleh ke belakang saat pintu kamar terbuka dan Bhani masuk ke dalam. "Makan ini. Kau harus punya banyak energi untuk nanti malam!" Setelah itu Bha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status