"Thailand?" Reynar langsung membuka kedua matanya saat menyadari jika itu adalah suara Cakra.
"Ya, kita harus berangkat sekarang," ujar Cakra menarik tangan Reynar. "Kau yakin sudah mendapatkan info yang akurat? Takutnya nanti kita hanya membuang waktu, energi, dan uang," balas Reynar. Cakra menatap Reynar yang masih malas-malasan berada di atas ranjangnya. Memang diakui Cakra, dia belum mendapatkan info yang akurat. Dia hanya diberitahu jika Yosua terbang ke Thailand, tapi dia belum tahu di mana Yosua tinggal di mana. Akhirnya Cakra duduk di sisi ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pria itu menatap langit-langit kamar. Satunya berdecak dan satunya lagi menarik napas. "Rey, aku tahu ini semua membuat kita stres bahkan bisa dibilang depresi." Cakra terdiam dan suasana menjadi hening. Hal yang sama memang tengah dirasakan oleh Reynar. "Memang beKedua kaki Irene gemetaran. Manakala dia mendengar suara Yosua. Antara takut dan bingung ingin membalikkan badannya atau tidak."Aduh, apa dia curiga padaku? Apa mungkin aku ketahuan? Ah, mana mungkin sih, aku kan sudah menyamar dan samaran ku benar-benar sempurna," cicitnya pelan."Nyonya, maaf. Sapu tangan anda jatuh." Yosua membantu mengambil benda tersebut. "Nyonya ...."Irene membalikkan badan sambil membenarkan kacamata bulatnya. Wanita itu tersenyum saat beradu pandang dengan Yosua.Netra hitam Irene berusaha untuk tidak beradu pandang dengan Yosua. Kedua mata itu turun ke bawah dan memperhatikan sebuah kain yang sedang dipegang oleh Yosua."Terima kasih, tuan." Irene meraih sapu tangan tersebut. Kemudian dia berlalu dari sana.Samar-samar Yosua mengerutkan kedua alisnya. Pria itu merasakan familiar pada wanita itu."Wanita itu———seperti tidak asing bagiku, tapi siapa dan di mana aku pernah bertemu dengannya?" Bertanya pada dirinya sendiri.Namun, memori Yosua tidak mampu mengi
"Aku takut ... aku takut dengan kegelapan ini. Entahlah, aku juga bingung. Yos, apa kau akan tetap berada di sampingku?" tanya Agni dengan tatapan kosong entah dia sedang menatap siapa, padahal Yosua ada di depannya.Yosua mengulurkan tangannya dan memegang pipi kiri Agni. Mengusap pelan dan lembut."Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan melindungimu meski nyawaku adalah taruhannya," tegasnya."Yos ...." Tangannya menahan tangan Yosua saat Yosua hendak beranjak."Aku akan kembali. Aku hanya ingin mengambil air untukmu," ucap Yosua lembut dan melepaskan tangan itu.Padahal Yosua mengambil air tidak keluar dari kamar tersebut. Kamar itu sudah lengkap fasilitasnya. Razka benar-benar memperhatikan Yosua dan Agni."Yos ...." panggil Agni."Hmm ... sebentar aku aduk dulu," balasnya.Yosua melangkah dan duduk di samping Agni. Dia membantu memegang-kan gelas itu ke tangan Agni. Pria itu begitu telaten, p
Yosua berdiri di balkon dengan tangannya memegang batas besi. Dia berdiri sambil memikirkan sesuatu.Ternyata yang menjadi beban pikiran Yosua saat itu bukanlah Agni, melainkan tawaran dari dokter yang merawat Agni.'Aku harus bagaimana? Apa aku harus membicarakan dulu pada Agni, karena secara keseluruhan dia sedang tidak mengandung, jadi kemungkinan besar untuk melakukan hal itu tidak ada sanksi yang berbahaya,' batin Yosua.Lantas Yosua berjalan mondar-mandir di balkon dan hal itu menarik perhatian Razka yang baru saja melintas. Razka berdiri memperhatikan Yosua selama kurang lebih lima menit, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mendekati pria itu."Ehem ...." Suara deheman Razka mengejutkan Yosua yang sontak membuat pria itu menoleh ke arahnya. "Kau sedang ada masalah?" lanjutnya bertanya.Yosua membalikkan badannya dan menyandar pada dinding. Melipat kedua tangannya di ada serta menarik napas. "Tidak ada," jawab Yosua sing
"Thailand?" Reynar langsung membuka kedua matanya saat menyadari jika itu adalah suara Cakra. "Ya, kita harus berangkat sekarang," ujar Cakra menarik tangan Reynar. "Kau yakin sudah mendapatkan info yang akurat? Takutnya nanti kita hanya membuang waktu, energi, dan uang," balas Reynar. Cakra menatap Reynar yang masih malas-malasan berada di atas ranjangnya. Memang diakui Cakra, dia belum mendapatkan info yang akurat. Dia hanya diberitahu jika Yosua terbang ke Thailand, tapi dia belum tahu di mana Yosua tinggal di mana. Akhirnya Cakra duduk di sisi ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pria itu menatap langit-langit kamar. Satunya berdecak dan satunya lagi menarik napas. "Rey, aku tahu ini semua membuat kita stres bahkan bisa dibilang depresi." Cakra terdiam dan suasana menjadi hening. Hal yang sama memang tengah dirasakan oleh Reynar. "Memang be
Anya terbangun dengan napas yang tidak beraturan. Dadanya terasa sesak dan dia terlihat sangat syok. Walaupun hanya mimpi, tapi terasa begitu nyata. Seolah gambaran demi gambaran yang memperlihatkan nasibnya. Ketakutan kembali menyerang Anya. Dia takut jika ke depannya nasibnya akan menjadi mengenaskan, tapi jika dia berhasil kabur pun, di luar sana nasibnya akan tetap mengenaskan yaitu menjadi buronan polisi. Anya meraupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Sesekali dia menenangkan dirinya sendiri. "Kenapa jalan hidupku harus seperti ini?" keluh Anya sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba dia tersentak dan menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Dia menurunkan kedua kakinya ke lantai. "Aku harus kabur dari sini, tapi dari mana aku harus keluar dari ruangan ini? Tidak ada jendela sama sekali, hanya sebuah ventilasi udara itupun tidak bisa dilewati. Sedangkan pintu hanya
"Sial sekali nasibku ini!" rutuknya.Anya merutuk dirinya sendiri karena telah berbuat begitu jauh sehingga dirinya menjadi buronan polisi bahkan intel. Apalagi posisi Anya sekarang bisa dikatakan lebih mengenaskan. Dia tertahan di mansion besar milik Bhani yang tidak lain adalah saudara kembarnya Bhani. Bukan hanya sekedar tahanan, tapi Anya juga menjadi budak hasrat untuk Bhani.Anya tidak bisa berbuat banyak, karena untuk melarikan diri pun dia tidak bisa. Mansion besar itu sungguh dijaga dengan rapi di setiap sudut ruangan. Bahkan Anya pernah melihat seorang wanita yang hendak kabur dan tertangkap lagi, dia disiksa habis-habisan. Anya pun bergidik ngeri. "Ternyata dia lebih mengerikan dari Bhanu ataupun Yosua."Itulah yang terlihat nyata pada sosok Bhani Putranto. Bagi Anya sekarang, dia harus bisa menjaga sikap di depan Bhani.Anya menoleh ke belakang saat pintu kamar terbuka dan Bhani masuk ke dalam. "Makan ini. Kau harus punya banyak energi untuk nanti malam!" Setelah itu Bha