MasukReynar tampak termenung menunggu di ruangan Dokter Budi. Setelah drama pertengkaran dengan sang ibu dia akhiri dengan sepihak karena Reynar tidak ingin bertengjar lebh lama lagi dengan sang ibu. Reynar memilih untuk pergi karena tujuan utama sudah tersampaikan pada ibunya.Sampai Dokter Budi masuk pun Reynar tidak menyadarinya. Sang dokter melangkah menuju mejanya dan meletakkan dokumen di atas meja."Melamun?" tanya sambil duduk.Fokus Reynar buyar dan tersenyum pada Dokter Budi. "Tidak, dok.""Bagaimana?""Jawabanku tetap sama, dok," sahut Reynar."Baiklah." Dokter Budi menarik napas berat, lalu membuka dokumen yang ada di depannya. Memutarkan dokumen itu agar Reynar bisa membacanya terlebih dahulu. "Bacalah."Reynar membaca dokumen itu lalu menandatanganinya. Pria itu menyerahkan dokumen itu kembali."Dok, aku ingin dokter merahasiakan jika aku sudah mulai tidur di rumah sakit ini untuk persiapan operasi." Reynar memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Dokter Budi pun menyanggupiny
Cakra menarik napas kasar mendengar penuturan dari Razka. Pria itu tidak habis pikir bagaimana dia bisa menuduhnya seperti itu. Dia seperti sengaja memancing emosiku pagi ini.Cakra menundukkan kepalanya sambil menarik napas. "Dengar Razka, aku tidak ingin adu mulut denganmu. Apa yang aku ucapkan tidak bisa aku tarik kembali. Seperti apapun kau melindungi Yosua, tetap saja Yosua tidak bisa melarikan diri dari hukum yang berlaku." Cakra menggerakkan kepalanya mengisyaratkan pada Razka untuk segera menyingkir dari hadapannya.Razka yang paham dengan isyarat itu segera bergeser memberi ruang pada Cakra agar bisa masuk ke kamar Agni. Saat berjalan masuk pun Razka sempat menyeletuk. "Percuma masuk, yang kau temui pun sedang tertidur lelap." Setelah itu Razka pun berjalan pergi.Benar saja apa yang dikatakan oleh Razka, Agni masih tertidur lelap. Cakra menatap wajah Agni yang begitu terlihat pucat. Ada sedikit memar pada bagian sudut bibir dan tulang pipinya. Beberapa kali Cakra menghela n
Reynar duduk di depan Dokter Budi. Dokter Budi pun bercakap-cakap dulu dengan Reynar. Terlebih lagi sang dokter kembali menanyakan soal keinginan Reynar itu."Kau sudah yakin akan hal itu, Rey? Apa kau tidak ingin berpikir dua kali lagi?" Dokter Budi menatap Reynar. "Kau masih sangat muda, Rey. Masa depanmu masih panjang," lanjut sang dokter.Reynar diam sesaat. Pria itu menundukkan kepalanya. Dokter Budi paham jika Reynar masih galau dengan keputusannya itu. Dokter Budi pun tidak ingin memaksa Reynar."Rey, dari pada kau bingung seperti itu. Lebih baik kau pulang dan merenunglah. Pikirkan lagi keputusanmu itu. Tentunya kau harus meminta izin pada ibumu juga. Pikirkanlah hatinya. Jika kelak nanti kau melakukan hal itu, apa ibumu sudah siap?" Reynar mengangkat kepalanya dan menatap Dokter Budi. "Dok, tolong beri aku waktu sehari saja."Dokter Budi tersenyum. "Jangankan satu hari, Rey. Sebulan atau setahun pun boleh," canda sang dokter."Baiklah, dok. Besok aku akan datang lagi," pamit
Salah satu kaki Yosua terlilit selimut dan mengakibatkan pria itu terjatuh ke lantai. Hal itu membuat luka yang ada di perutnya mengeluarkan darah.Seketika Razka terbangun karena mendengarkan suara jatuh dan teriakan Yosua. Razka segera menghampiri Yosua dan berteriak memanggil dokter. Tak lama setelah itu dokter dan para perawat datang masuk ke dalam kamar Yosua."Dok ... tolong dia, dok ...." Razka terlihat sangat khawatir karena darah semakin merembas mewarnai pakaian Yosua."Tuan, tenang saja. Tuan bisa keluar sebentar, kami akan menangani pasien." Dokter menyuruh Razka untuk keluar.Razka keluar dan menunggu dengan tidak tenang. Razka duduk di kursi selacar, setelah itu dia berdiri dengan menggigit kukunya. Pria itu berjalan mondar-mandir dengan harap-harap cemas.Pintu terbuka dan seorang perawat keluar dengan berlari terburu-buru. Razka jadi semakin khawatir. Beberapa menit kemudian perawat itu kembali dengan mendorong sebuah troli."Suster, bagaimana keadaan sahabat saya?" t
Yosua berteriak keras saat tangan Bhani merobek pakaian Agni. Yosua tak sadar dan berlari sehingga sebuah peluru terlepas, melesat menusuk paha Yosua.Yosua tersungkur jatuh dan Agni berteriak histeris karena mendengar Yosua merintih kesakitan.Beruntung kain yang melilit bibir Agni lepas, jadi Agni bisa berteriak. Wanita itu pun berusaha untuk meronta, berusaha untuk melepaskan ikatan yang melilit tubuhnya."Diiaaamm!!" teriak Bhani dengan pistol terarah ke kepala Agni walaupun Agni tidak mengetahuinya."Jangan bunuh Agni. Agni tidak bersalah. Dia tidak ada urusannya dengan dunia mafia, jadi jika kau ingin membunuh orang. Bunuh saja aku!" teriak Yosua."Ti-tidak, Yos. Kenapa kau datang kemari? Aku tidak memintamu untuk menolongku," tuturnya."Tenanglah, Agni. Aku pasti akan menolongmu," balas Yosua."Diam! Hentikan sandiwara kalian!" Sebuah letupan senjata terdengar. Bersamaan dengan itu terdengar teriakan. Entah bagaimana ceritanya peluru itu memantul dan menembus kepala Jafran. A
Ternyata Yosua lebih peka. Pria itu tidak bisa dibodohi. Yosua dengan mudahnya mampu membaca isi pikiran Bhani."Kau ingin menghancurkan ku? Kau pikir aku bodoh. Aku tidak sebodoh seperti saudara kembarmu itu."Setelah pertemuan itu dan Pras meminta Yosua untuk bekerjasama dengan Bhani, akan tetapi Yosua menolaknya. Yosua tidak ingin ikut campur dengan urusan dunia Bhani dan itu justru membuat Pras bingung.Sebenarnya apa yang telah terjadi sebelumnya? Pertanyaan itu membayangi Prastyo."Kau ada masalah dengan Bhani, Yos?""Tidak!""Lalu?""Masalahku hanyalah dengan saudara kembarnya yang sudah mati!" Hal itu membuat Pras terkejut karena Pras sendiri tidak tahu jika Bhani punya saudara kembar."Mungkin dia juga ingin balas dendam padaku."***Seminggu berlalu.Akhirnya Jafran dengan mulus bisa menculik Agni. Semuanya telah dia perhitungan selama satu minggu itu. Ternyata Jafran terus memantau aktivitas Agni dan mencari waktu yang tepat untuk menculiknya.Jafran membawa Agni ke sebua







