Share

BAB 2 Racun?

last update Last Updated: 2024-05-15 12:11:47

Pukul sepuluh malam, ketika ruangan telah sepi dan hanya menyisakan Stella dan ayahnya, suasana menjadi semakin hening.

Dengan cemas, Stella bertanya padanya, "Ayah, apakah kamu benar-benar sudah lebih baik sekarang?"

Roman memandang wajah putrinya dengan senyuman penuh makna. "Kenapa kamu begitu khawatir pada ayah? Apakah kamu benar-benar takut kehilangan ayah?"

Stella mengangguk, menunjukkan betapa besar kekhawatirannya.

"Dalam hidup ini, hanya ayah yang aku miliki. Tentu saja, aku tidak ingin kehilanganmu," ucap Stella dengan ekspresi sedih yang terpancar jelas dari wajahnya.

Roman meraih tangan putrinya dengan penuh kasih sayang. Meskipun terlihat sedih, Roman mencoba menghilangkan kesedihan dengan menghela nafas.

"Dunia ini penuh dengan misteri, Nak. Takdir seseorang tidak bisa diprediksi atau dikendalikan, termasuk takdir ayah," ujar Roman dengan serius.

Stella menatapnya dengan kening berkerut, bertanya-tanya tentang maksud dari perkataan ayahnya.

Roman menghela nafas panjang, kesedihan semakin terlihat jelas di wajahnya.

"Ayah juga khawatir padamu, Ayah tidak ingin berada jauh darimu," kata Roman dengan penuh perasaan.

Kata-kata itu membuat Stella terdiam dalam pemikirannya, merenungkan arti dari kata-kata ayahnya.

"Aku tidak akan pergi, ayah. Aku akan tetap bersama ayah di sini," kata Stella dengan tegas.

Roman menggeleng pelan, ekspresinya membuat Stella bingung. Tatapannya kosong, tapi bibirnya tetap bergerak, "Bukan kamu yang pergi. Tapi ayah yang akan pergi."

"Maksud ayah?" Stella menatap ayahnya dengan serius, kerutan di dahinya semakin jelas.

Roman mengangguk perlahan, matanya bertemu dengan mata Stella, "Aku tidak tahu sampai kapan bisa bertahan. Dokter mengatakan penyakitku sulit untuk disembuhkan."

Kata-kata itu membuat Stella membeku. Wajahnya pucat seketika, ekspresinya mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.

"Apa yang sedang ayah katakan? Bukankah ayah tadi mengatakan bahwa kondisimu sudah membaik?"

Stella yang sebelumnya tenang, kini kembali dilanda kekhawatiran.

Dia tidak bisa membayangkan kehilangan ayahnya, dan perasaan khawatir itu semakin merasuk dalam dirinya.

Roman mengangguk pelan, suaranya dipenuhi keraguan, "Sejujurnya, ayah tidak bermaksud membuatmu khawatir, tapi aku khawatir menyembunyikan kebenaran akan membuatmu membenci ayah. Lebih baik aku mengatakan yang sebenarnya padamu, daripada mengecewakanmu dengan kebohongan."

Mata Stella memerah, air mata tak tertahankan mulai mengalir membasahi pipinya.

Meskipun tak mengucapkan sepatah kata pun, bibirnya bergetar menahan tangis yang ingin pecah.

Roman melanjutkan, "Ayah ingin melihatmu tumbuh menjadi wanita dewasa dan mandiri, agar tidak tergantung pada ayah. Namun, umurku tidak lama lagi."

Air mata juga mengalir dari mata Roman saat ia mengatakan ini. Kepeduliannya terhadap Stella begitu tulus hingga tak mampu ditahan.

Berpisah dengan orang yang dicintainya memang menyedihkan, dan Roman tidak mampu menahan kesedihannya.

"Ayah tidak boleh mengatakan hal itu. Hidup ayah masih panjang. Aku tidak ingin ayah pergi!" Stella menggelengkan kepala dengan tegas, air mata tak terbendung mengalir deras di pipinya.

Roman juga semakin tak terkendali, tangisnya bergabung dengan tangis Stella.

Dengan erat, Stella memeluk ayahnya.

"Ayah tidak boleh pergi. Harus di sini bersamaku selamanya," desisnya di antara isak tangis.

Roman mengangguk, tapi dia juga menggelengkan kepalanya.

Benar-benar bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang.

Orang yang tidak merasakan, tidak akan tahu apa yang dirasakan Roman.

"Iya, aku sangat ingin tinggal bersamamu, putriku tercinta. Hanya saja aku tidak bisa," ucap Roman sambil menepuk lembut punggung Stella, air mata mengalir tak terbendung dari matanya.

Stella berusaha memejamkan matanya untuk menahan air matanya, tapi rasa sesak di dadanya membuatnya tak bisa menahan tangisannya.

Seperti dadanya sedang dipukul oleh palu yang berat, membuatnya sulit bernafas karena kesedihan yang begitu mendalam.

Roman menenangkan Stella dengan lembut, mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Dia kemudian mengangkat Stella yang masih memeluknya.

"Jangan bersedih, putri cantik ayah tidak boleh menangis," ucap Roman sambil menyeka air mata Stella, mencoba menenangkan gadis itu dari kesedihannya.

"Kenapa, kenapa ayah tidak berkata jujur sejak awal? Kenapa ayah mencoba untuk membohongiku?" tanya Stella tajam, tatapannya menembus hati Roman.

Pria itu menggenggam tangan putrinya dengan erat, mencoba menjelaskan, "Ayah sebenarnya ingin menyembunyikan ini darimu. Namun, ayah tak sanggup membohongi putri tercinta. Ayah hanya ingin pergi tanpa membawa kebencian darimu. Itu saja yang ayah inginkan."

Stella terdiam, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun di tengah kebingungannya.

"Jika memang kematianku sudah dekat, ayah hanya meminta satu hal darimu," lanjut Roman sambil memandang langit-langit, menempatkan kedua tangannya di atas dadanya.

Stella meraih tangan ayahnya dan menggelengkan kepalanya, "Sudah, jangan katakan seperti itu lagi. Ayah harus sembuh!"

Roman pun mengangguk sambil tersenyum kepada putrinya.

Di rumah Martin, suasana hangat memenuhi ruang tamu saat mereka berkumpul.

Dua botol anggur membawa semangat, dan setiap gelas yang diisi penuh menjadi saksi keceriaan mereka.

Suara tawa dan percakapan riang mengisi malam mereka dengan kebahagiaan.

"Penyakit kakak tertua semakin parah. Peluang untuk sembuh juga kecil. Kita harus mulai membahas masalah ini," ucap Martin kepada mereka.

Mereka semua menganggukkan kepalanya sambil menuangkan anggur yang ada.

"Ya, dia mengurus sembilan puluh persen bisnis keluarga Yuan. Ini adalah kesempatan kita untuk mengambil alih kendali darinya," ucap Jiwan.

Andre meletakkan gelasnya di atas meja dan duduk dengan tegak. Matanya sudah memerah, tampaknya dia sudah sangat mabuk kali ini.

"Kita harus bertindak cepat. Jika memungkinkan, kita bisa mendapatkan semua harta keluarga Yuan sebelum dia benar-benar meninggal. Ah, senang sekali menjadi bos di sebuah perusahaan milik keluarga Yuan," katanya sambil tertawa.

"Mari kita minum untuk kondisi Kakak tertua yang semakin memburuk!" kata Andre sambil tertawa.

Mereka tertawa bahagia dan bersulang untuk merayakan momen yang telah mereka tunggu-tunggu.

****

Beberapa hari berlalu, rumah sakit yang sebelumnya ramai kini masih dipenuhi dengan aktivitas yang sibuk. Dokter, perawat, dan pengunjung keluar masuk ruangan seperti semut yang bergerak di sarangnya.

Aroma antibiotik khas rumah sakit menyelimuti udara di sekitar.

Di ruangan tempat Roman dirawat, dokter dan perawat dengan serius memeriksanya.

Stella berdiri di depan jendela di luar ruangan, melihat ayahnya yang lemah di tengah perawatan intensif dari tim medis.

Dalam hati, ia berbisik, "Ayah, kamu harus sembuh. Kamu harus sembuh, tidak boleh gagal!"

Dokter dengan serius memeriksa kondisi Roman, didampingi oleh perawat-perawat yang siap membantunya dengan penuh perhatian.

Setelah beberapa saat, dokter dan para perawat keluar dari ruangan Roman. Stella menunggu di depan pintu dengan ekspresi khawatir yang tak tersembunyi.

“Dokter, bagaimana kondisi ayah saya?” tanyanya cemas.

Dokter melepaskan maskernya dan menatap Stella, "Nona Yuan, ada hal yang perlu saya bicarakan dengan Anda secara pribadi. Silakan ikuti saya ke ruangan."

Stella tampak ragu sejenak, namun akhirnya menganggukkan kepala dan mengikuti dokter ke ruangannya.

Di dalam ruangan, mereka duduk di meja berhadapan.

Seorang perawat datang dan menyerahkan sebuah map, yang di letakkan di atas meja.

Dokter itu kemudian berbicara, "Kondisi ayah Anda semakin memburuk. Penyakit yang sebelumnya saya duga sebagai masalah liver, ternyata adalah akibat racun yang menyebar di tubuhnya."

Dokter mengambil folder terdekat dan membukanya.

Stella tentu saja terkejut dengan perkataan dokter itu.

Dia menatapnya dengan serius, "Apa? Racun?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta    BAB 39 Pewaris Keluarga Fang

    Pandangan Stella jatuh kepada Aksa.Dia menatapnya dengan serius dan berkata, "Apa yang sebenarnya terjadi? Tolong beritahu aku lebih banyak tentang semua ini. Siapa kamu sebenarnya? Dan kenapa mereka memanggilmu Tuan Muda?"Aksa menatapnya sejenak sembari berkata, "Aku mengerti bahwa semua ini membingungkanmu. Sekarang duduklah, aku akan menjelaskan semuanya."Stella tampak ragu, namun akhirnya dia duduk di sofa itu sesuai perintah Aksa. Ruangan itu tiba-tiba terasa sunyi, seolah-olah menunggu pengakuan besar yang akan datang. Aksa pun duduk di dekatnya. Dia menghela napas, menatap mata Stella dalam-dalam, dan mulai menjelaskan, "Nama asliku adalah Theo. Dan Aksa adalah nama yang aku gunakan untuk menyembunyikan identitasku selama ini. Aku adalah Tuan Muda keluarga Fang."Stella menatap Aksa dengan mata yang lebar, berusaha memahami apa yang baru saja ia dengar. "Tuan Muda keluarga Fang? Kamu...?"Stella merasa kesulitan untuk mempercayai perkataan Aksa kali ini. Jika Aksa mengung

  • Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta    BAB 38 Kediaman Keluarga Fang

    Tidak lama setelah itu, mereka melewati pemeriksaan keamanan dengan cepat dan langsung dibawa ke sebuah jet pribadi yang menunggu di landasan. Stella merasa seperti berada dalam mimpi yang tidak masuk akal. Saat mereka menaiki tangga jet pribadi itu, Stella merasa seolah-olah dunia yang selama ini dikenalnya telah berubah total.Ia masih memikirkan hubungan antara Aksa dan Liam saat mereka duduk di kursi jet pribadi itu."Aksa, kenapa kamu tidak pernah menceritakan tentang ini sebelumnya?" tanya Stella pelan setelah mereka duduk."Karena kamu tidak pernah percaya dengan apa yang aku katakan padamu," jawab Aksa singkat tanpa menoleh.Setelah mengatakan itu, Aksa langsung memejamkan matanya, untuk mengistirahatkan pikirannya.Stella yang ingin mengatakan sesuatu pun akhirnya mengurungkan niatnya.Jet pribadi itu pun mulai bergerak di landasan pacu, dan dalam beberapa menit, mereka sudah terbang di udara. Stella menatap keluar jendela, melihat pem

  • Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta    BAB 37 Pergi Ke Kota Falone

    Aksa pun mengangguk dan berkata, "Wilayah barat kota Falone adalah aset terbesar yang dimiliki Keluarga Fang. Kamu tahu tentang ini, kan?" Stella berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Tentu saja ia tahu tentang hal ini. "Lalu kenapa?" Aksa menatap Stella dengan tatapan serius, "Keluarga Fang sedang mengalami krisis internal. Ada kesempatan untuk mendekati mereka dan mencari jalan agar kamu bisa memasuki wilayah barat tanpa menimbulkan kecurigaan. Aku punya koneksi yang bisa membantu." Stella mengernyitkan alisnya, penasaran. "Koneksi apa? Bagaimana caranya?" "Aku mengenal salah satu anggota keluarga Fang yang punya pengaruh. Dia bisa memberikan izin masuk jika kita bisa meyakinkan dia bahwa kita punya tujuan yang sama," jawab Aksa. Stella yang mendengar hal ini tentu saja terkejut. Aksa mempunyai kenalan anggota keluarga Fang? "Jangan mencoba untuk membohongiku," kata Stella memasang raut wajah tidak percaya. "Aku tidak membohongimu. Aku berbicara jujur," kata Aksa meyakinka

  • Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta    BAB 36 Wilayah Barat Kota Falone

    Stella merasa bingung mendengar perkataan Aksa. Padahal selama ini Stella percaya sepenuhnya pada Aksa dan yakin Aksa tidak pernah berbohong padanya, namun kali ini ada keraguan yang menghampirinya. Stella selalu mempercayai semua yang dikatakan Aksa, kecuali yang berkaitan dengan kekayaan dan harapan besar. "Tidak bisa, Aksa. Tidak sembarang orang bisa masuk ke sana," kata Stella tegas. Aksa menepuk bahu Stella dengan lembut sambil tersenyum, "Aku punya cara untuk mengajakmu masuk ke sana dan melihat-lihat." "Bagaimana caranya?" Stella bertanya, ekspresinya penuh pertanyaan. Aksa memandang ke langit yang mulai gelap, dengan lampu-lampu kota yang bersinar terang dari tempat mereka berdiri. "Sekarang, kita pulang dulu. Kita bisa membicarakan hal ini saat berada di rumah." Stella menolak dengan tegas, "Aku tidak mau. Aku tidak ingin pulang." Ia teringat akan tujuannya datang ke tempat ini. Meski begitu, Aksa tetap meyakinkannya, "Tolong turuti keinginanku sekali ini saja

  • Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta    BAB 35 Tempat Impian

    Aksa memandang Stella dengan ekspresi khawatir yang dalam. Tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa Stella akan mencapai titik terendah seperti ini. "Stella, kamu tidak boleh menyerah begitu saja. Setiap kehidupan pasti memiliki cobaan, namun setiap cobaan pasti memiliki solusinya. Kamu harus tetap berjuang," ucap Aksa dengan suara penuh keyakinan.Stella menatap Aksa dengan tatapan getir dan tertawa pahit, "Apa yang kamu tahu? Aku sudah berjuang sekuat tenaga, namun apa yang kudapatkan? Hanya celaan dan hinaan dari sekeliling. Aku hanya menerima luka dan kesedihan. Bagaimana mungkin kamu mengerti perasaanku?"Aksa merasa bersalah saat melihat ekspresi Stella. Selama ini, dia terlalu fokus pada kehidupannya sendiri sehingga melupakan bahwa Stella juga butuh perhatian dan kebahagiaan.Stella menatap Aksa dengan mata berkaca-kaca, "Aku sudah tak sanggup lagi, Aksa. Hidupku dipenuhi dengan penderitaan. Setiap hari aku tenggelam dalam kesedihan yang tak berkesudahan," desahnya sambil

  • Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta    BAB 34 Tidak Tahan Lagi

    Tiga tahun kemudian, banyak sekali perubahan yang telah terjadi. Kota Berlin, yang dulunya sedikit tertinggal, kini telah bertransformasi dengan cara yang menakjubkan. Dalam tiga tahun ini, perubahan yang terjadi sungguh luar biasa. Bangunan-bangunan tinggi menjulang di sepanjang jalan, menciptakan siluet perkotaan yang modern dan dinamis. Gedung-gedung baru ini, dengan desain arsitektur futuristik, memberikan sentuhan kemewahan dan kecanggihan yang belum pernah ada sebelumnya. Jalan-jalan yang dulu sepi kini dipenuhi lalu lintas yang ramai, mencerminkan geliat ekonomi dan aktivitas masyarakat yang semakin meningkat. Namun, siapa yang bisa menjamin bahwa kota yang sekarang mengalami kemajuan ini dapat membuat semua orang yang tinggal di dalamnya merasa nyaman? Sore hari di makam keluarga Yuan, Stella duduk di dekat makam mendiang ayahnya. Langit yang perlahan berubah jingga memantulkan bayangan yang melankolis di sekelilingnya. Air matanya membasahi pipinya yang pu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status