“Nggak usah takut, Kanya.”Sambungan telepon harus segera diakhiri. Jadi, Kanya cepat-cepat meraih ponsel yang dia taruh di kasur. Sayangnya, lagi-lagi Kanya kalah gesit. Dia kalah cepat dengan Sena yang duduk di belakangnya. Berkat alat pengering rambut di tangan, pria itu berhasil lebih dulu mencapai gawai milik istrinya.Lantas, dalam sekali gerakan, Sena mendorong ponsel Kanya menjauh ke samping hingga nyaris masuk ke bawah tumpukan bantal di kepala ranjang.“Kamu cuma perlu bilang, ‘Mainnya pelan-pelan aja, ya, Sayang. Aku masih perawan, belum pengalaman’. Suamimu pasti paham.”Biarpun sudah terlambat, Kanya tidak menyerah begitu saja. Tak ingin Sena mendengar sesuatu yang lebih memalukan. Kanya merayap cepat untuk mengambil ponselnya.“Misal masih takut bakal sakit, bisa pakai pelum—”Bip!Demi Tuhan! Kanya malu setengah mati. Rasanya ingin menghilang saja sekarang.Sena tersenyum gemas melihat tingkah Kanya yang kini tampak meringkuk sambil membenamkan wajah di tumpukan bantal
“Menurut Mas Sena, dia tipe yang rawan mengulangi kesalahan yang sama atau nggak?”Biarpun pernah menjadi kekasih sahabatnya, Kanya tidak begitu mengenal Zidan. Sempat ingin coba berteman, tetapi ujungnya enggan karena Zidan tampak tidak terlalu suka dengannya. Dulu Kanya maklum saja dengan sikap Zidan tersebut. Pikir Kanya, barangkali karena Zidan akrab dengan Sena yang kala itu selalu terlihat sangat membencinya. Mungkin Zidan seperti banyak orang di luar sana yang cenderung ikut tidak suka pada sosok yang dibenci teman mereka.Pernah Kanya sekali mengeluh dengan pacarnya—Arga, tentu saja. Namun, katanya, selama Zidan memperlakukan Mika dengan baik, Kanya tidak perlu terlalu mempermasalahkannya.Baru belakangan ini saja Zidan bersikap lebih ramah padanya. Mungkin karena hubungan Kanya dan Sena yang telah jauh membaik juga.Walau begitu, kondisi tersebut tak lantas membuat Kanya merasa sudah lebih mengenal sifat Zidan. Oleh karenanya, meski tadi bilang akan mendukung apa pun keputus
Zidan sudah mengenal Sena selama lebih dari 15 tahun. Jika ada kompetisi menebak makna tersembunyi di balik setiap ekspresi yang diperlihatkan Sena, Zidan yakin dirinya bakal menjadi juara pertama. Senyuman yang kelihatannya manis belum tentu pertanda baik, pun dengan tatapan hangat yang bisa jadi mengecoh. Orang lain mungkin saja tertipu dan terlena, tetapi Zidan bukanlah mereka. “Mau libur panjang kayak Andi juga, nggak?”Berbekal kemampuannya membaca pikiran licik Sena, Zidan segera menyadari bahwa hal yang tidak menyenangkan bisa saja terjadi padanya.Zidan memang iri dengan Andi. Dia juga mau merasakan enaknya libur panjang. Namun, idiot jika dia sampai tergoda menerima tawaran Sena barusan.“Nggak mau,” tolak Zidan tanpa ragu. “Kebetulan aku baru suka-sukanya kerja, nggak minat libur panjang. Coba tawarin ke karyawan lain aja.”Sena tertawa mendengar bualan Zidan. Suka bekerja? Seorang Zidan? Lebih dari siapapun, Sena adalah orang yang paling tahu bahwa temannya ini selalu ber
Hubungan yang telah hancur kerap diibaratkan gelas pecah. Walau mungkin bisa diperbaiki, kondisinya tidak akan pernah sama seperti semula. Tampaknya sudah utuh kembali, tetapi retaknya bakal terus ada di sana.Itulah mengapa banyak orang memilih untuk tidak kembali menjalin hubungan dengan mantan pasangan. Memperbaiki hubungan yang sudah pernah hancur diyakini akan selalu berujung menyakiti diri sendiri. Awalnya mungkin tampak indah karena rasanya masih saling sayang, tetapi nyatanya ada saja luka yang tidak bisa sembuh sepenuhnya.“Kamu takut kalian bakal bertengkar hebat lagi, terus akhirnya putus lagi?”Mika tidak langsung menjawab pertanyaan Kanya. Selama beberapa saat, dia hanya diam sembari memandangi pergelangan tangannya yang sejak semalam berhias gelang emas putih pemberian Zidan.“Suatu hari nanti, dia mungkin akan melakukan kesalahan yang sama. Kalau nggak, mungkin malah aku yang bakal bertindak bodoh.”Kali ini, giliran Kanya yang merasa butuh berpikir sejenak untuk menangg
Masalahnya, jika bukan Sena, mungkin saja Haris yang bakal menjadi suami Kanya.“Haris …?”Hari itu, Sena memberi tahu orang tuanya bahwa dia baru saja bertemu dengan ayah Kanya. Sena mengungkap soal Banyu yang memintanya menggantikan posisi mendiang Arga sebagai calon suami Kanya.Saat mendengar tentang penolakan Sena, Indra maupun Desi maklum. Meski masih berharap Kanya bisa jadi menantu mereka, keduanya paham benar dengan keputusan Sena.Bagaimanapun, Sena sudah punya pacar, bahkan ada rencana untuk bertunangan dalam waktu dekat. Walau kurang suka dengan kekasih si bungsu, jelas tidak bijak jika mereka sampai menyuruh Sena meninggalkan perempuan itu.Namun, obrolan sambil sarapan itu berlanjut ke arah yang perlahan membuat Sena entah mengapa jadi cemas.“Iya, Haris Laksmana, putra sulungnya pemilik Ganesh Corp,” ucap Indra menanggapi wajah bingung anaknya. “Harusnya kalian pernah ketemu. Waktu Papa suruh kamu ikut konferensi bisnis di Singapura itu, misalnya?”Sena terdiam, tetapi b
Haris tidak asal-asalan memborong buku terbaru karya Kanya. Pria itu membuat segalanya tampak wajar dengan memanfaatkan wewenangnya sebagai CEO Ganesh Corp.Apa yang dilakukan Haris seolah kebetulan saja cocok dengan agenda sosial perusahaannya. Itu sungguh bukan sesuatu yang terkesan rahasia dan jauh dari kata mencurigakan. Buktinya, bahkan kurang dari 10 menit, Sena sudah bisa menemukan banyak informasi terkait agenda yang dijadikan Haris sebagai alibi.Ganesh Foundation—yang tentu saja merupakan bagian dari Ganesh Corp—dikabarkan segera meresmikan program bertajuk “Sejuta Buku untuk Negeri”. Mulai bulan depan, mereka bakal menyalurkan jutaan buku aneka genre untuk ratusan perpustakaan dan taman bacaan masyarakat yang tersebar di berbagai wilayah seluruh Indonesia.Guna melancarkan program tersebut, Ganesh Foundation bekerja sama dengan lebih dari 80 penerbit mayor dan ratusan komunitas literasi. Nah, di antara begitu banyak pihak yang digandeng, bukan hal aneh jika DhisMedia yang