Tidak perlu khawatir, melahirkan itu adalah suatu anugerah Allah dan kemuliaan tersendiri untuk seorang wanita. Jangan takut pada kematian ketika kita sedang berjuang untuk suatu kehidupan. Inilah saatnya aku bertemu dengan dua malaikat kecilku, malaikat yang banyak memberi perubahan dalam hidup orang tuanya nanti. Karena mereka adalah berkah sejati yang setiap harinya mengalirkan pelajaran-pelajaran berharga yang tidak bisa diganti oleh universitas terbaik manapun."Sudah pembukaan sembilan ya Bu, tarik napas panjang, lalu dorong!" Aku dengar Dokter Syakira memberi aba-aba setelah pukul 2 dini hari, ketubanku pecah. Aku sudah gak kuat, rasa sakitnya antara hidup dan mati yang gak bisa dinegosiasikan. Aku segera mengejan, dibantu oleh Akang yang tidak kalah kuat mengeluarkan tenaganya saat menopang tubuhku."Bismillah, Ay! Bismillah, sekali lagi ejankan." Akang membantu aku menghapus keringat di dahi yang mulai bercucuran itu."Ayok Rey! Bayi itu sudah kelihatan, keluarkan tenaga ka
Di klinik dokter Syakira juga ada dokter anak yang tugas di poli atau membantu memeriksa kondisi bayi baru lahir, termasuk anak-anak aku kemarin yang terlahir kurang bulan.Tapi dari berat badan sih sudah cukup, 2,4 untuk yang laki-laki, dan 2,3 untuk yang perempuan, kondisi paru-paru juga sudah bagus dan tak perlu dimasukkan ke dalam inkubator. Hanya diberi vaksin pertama supaya terhindar dari penyakit yang datang pada bayi baru lahir.Siang ini, aku terbaring dengan dua box bayi di sampingku. Masih kerasa seperti mimpi ya, padahal kemarin mereka masih berkutat di perutku, menendang sampai kadang aku gak fokus belajar. Tapi hari ini, mereka malah tidur anteng dibalik selimutnya yang tebal itu."Siapa namanya? Kamu ada usul Ay?" tanya Akang menghampiri aku setelah selesai sholat Dzuhur. Ada ibuku, ibu mertuaku, dan Clara dan Nadine yang lagi tidur berjamaah di kamar. Kasian, mereka kelelahan sekali, setelah semalaman menemani perjuangan aku."Akang, nama itu nanti aja! Sekarang lebih
This is For 7 Days.Awal-awal menjadi orang tua emang suatu perubahan yang sangat drastis dalam rumah tangga aku dan mungkin kalian juga, cukup terasa berat. Meski dibantu dua ibu sekaligus tapi aku dan Akang masih sering menemui kesulitan, ditambah waktu parenting full ini hanya terjadi seminggu ke dapan. Malam begadang, sedangkan siang hari digunakan untuk tidur, akhirnya bikin kita jadi jarang ngobrol seperti sebelum punya anak. Sepulang dari masjid, yang dicari malahan anaknya. Mana Zulfikar dan Zulaikha.....??Apa para suami moms begitu semua? atau hanya ustadz Husein aja?Tapi ada sedikit hal lucu dari Akang, yaitu kegigihannya untuk mempelajari cara gendong bayi, cara mandiin bayi, cara guntingin kukunya, cara bedong sampai cara cebokin pup baby. Semua dia pelajari dengan telaten. Lucu kan?Alasannya, karena dia ingin melakukan tugas sebagai orang tua yang semestinya itu, sebelum dia pergi ke Kairo lagi. Dia sampai tanya ibunya, ibuku, dia searching google segala macam. Memang
Satu, dua, bulan setelah Akang pergi adalah waktu adaptasi aku sebagai ibu tunggal mereka. Sulit banget jujur, aku bahkan suka nangis sendiri kalau lihat kakaknya yang lagi anteng tidur, eh adiknya malah nangis dan akhirnya ngebangunin kakaknya.Kadangkala, aku juga suka melamun sendiri sambil membayangkan kalau saja Akang ada di sampingku sekarang. Meski mustahil, gak ada salahnya kan mengkhayal??"Anak ibu sekarang juga udah jadi ibu ya." Ibu mengejutkan aku yang sedang melamun menatap double Zul yang lagi tidur."Eh ada nenek!" Aku membalas ucapan ibu dengan senyuman, "duh Bu, seorang ibu itu hebat ya, karena sekarang aku bisa ngerasain gimana beratnya jadi Ibu. Hampir menyerah, tapi tatapan mereka ketika melihatku membuat Rey semangat lagi.""Hehe, sulit ya?" Ibu mengelus punggungku."Ya begitulah, apalagi enggak ada Akang." Aku senyum tapi air mataku menetes.Ibu dengan sigap memelukku."Setiap perempuan pasti akan mengalami masa-masa ini. Terkadang terasa sulit dan menjenuhkan.
POV 3.Waktu terus membawa semua hal berlalu, seperti air pasang yang tidak menunggu siapapun, lalu dengan dahsyatnya ia menghantam apapun yang ada di hadapannya tanpa perlu memilah.Memangnya siapa yang tahu ke mana perginya waktu itu? Berlalu begitu saja tanpa pamit, labih parahnya lagi waktu yang sudah hilang itu tidak akan pernah ditemukan lagi.****Double Zul yang ketika ditinggalkan kemarin hanya bisa menangis di dalam bedongnya, sekarang mereka sudah tumbuh besar, menjadi si aktif yang berlarian ke mana-mana.Si aktif dan si pintar itu selalu melukis kenangan indah setiap harinya, membuat gemas semua orang yang melihatnya, kadang Umanya pun angkat tangan. Uma hanya mampu menghela napas, pura-pura gak lihat kekacauan itu supaya bisa melanjutkan aktifitasnya lagi. Tapi, memangnya siapa yang mau marah pada tingkah manusia tak berdosa itu? "Zulfikar!!! Uma bilang jangan corat-coret di dinding loh. Ini juga, kenapa adiknya dikerjain terus? Kasihan tuh jadinya nangis!!""Zulaikha
Reynata sambil membawa tas laptopnya, berjalan di koridor pondok dan membalas sapa setiap murid yang ia temui. Perempuan itu juga sudah berdamai dengan masa lalu suaminya dan kini justru semakin akrab dengan ustadzah Aisyah. Sebentar lagi Aisyah akan dipersunting oleh seorang polisi yang mengaguminya dalam sebuah event pesantren tahun lalu. Mereka akhirnya menjadi bestie, atau sohib baik dan menjadi support sistem satu sama lain."Selamat pagi ustadzah Reynata, cantik sekali pagi ini," sapa ustadzah Aisyah saat berpapasan di pintu ruangan kelas."Pagi, Ustadzah Aisyah. Cantik dari mana? Mandi aja buru-buru karena harus kejar-kejaran dulu sama dua bocil. Ada kelas hari ini?""Tidak, hanya mengabsen kelas ustadz Malik yang izin, dan membagikan tugas.""Oh baiklah. Saya masuk kelas duluan ya, udah telat banget!" kata Reynata dan segera meninggalkan ustadzah Aisyah di tempat. Memang betul, dia sudah sangat telat masuk ke kelas.Seluruh murid terlihat sedang duduk dengan khidmat di depan
Alhamdulilah wasyukurillah, keluarga kecil ustadz Husein udah berkumpul lagi. Saatnya dia menikmati waktu berharga yang sudah terlewatkan selama tiga tahun lamanya sebagai anak, suami, sekaligus ayah.Tadi Akang sempet cerita katanya dia agak sedikit kecewa karena Zulfi tidak mengenali wajah bapaknya.Mau kasian tapi ya gimana? Mungkin ketika liat langsung bisa aja, lupa. Cckk!"Tidak apa-apa Sein, itu hal biasa dan anggap aja sebagai kelucuan semata, yang penting keluarga harmonis kita itu bersama lagi tanpa adanya jarak yang jauh," timpal ibu mertuaku di meja makan ini. Kalau ibuku udah pulang dari anak-anak berumur 2,5 tahun, karena kasian Ayah sendirian terus di Batam.Toh anak-anak juga sudah tidak merepotkan seperti dulu, jadi ditinggal pun gak masalah."Makanya, jangan lama-lama ninggalin kita. Untung masih bilang makasih, coba tadi Zulfi lari sambil nangis, tambah nyesek pastinya!" Aku meledek dia, sedangkan Akang menunduk menahan sedih dicampur tawa."Ibu bahagia deh, melihat
Mimpi gak sih? Mimpi kayaknya?Masa iya aku udah melakukan hubungan ini lagi, padahal yang aku ingat adalah pas Akang pamit mau pergi ke Kairo. Ternyata kalau sudah ada di depan mata, aku baru bisa bilang bahwa waktu memang berputar sangat cepat.Dia memelukku, menghujani aku dengan kecupan di manapun matanya memandang. Sampai-sampai kayaknya aku harus pakai jilbab terus tiap hari, merah di leher bakalan bikin malu ibu mertua kalau ketahuan.Lagian tiga tahun enggak jumpa, serasa pengantin baru sih! Begitu hot, dan lincah. Apalagi dia!"Akang? Enak gak? Maaf ya, kalau misalkan tempatnya gak sesempit dulu."Gak tau kenapa, pengen aja ngomong begitu tanpa ada maksud apa-apa."Apa sih? Kamu itu ngomong apa? Mau tempatnya lebar satu meter pun, tetap enak untuk saya."Aku gak kuat tahan tawa dan langsung membayangkan, ketika dia bilang satu meter."Lagian ada-ada aja deh, kan saya juga yang membuat tempat itu jadi lebar. Sama kepala bocah dua itu!" timpal dia, mencubit pipiku."Ya siapa ta