Beranda / Rumah Tangga / Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya. / Bab 4. Aku hanya ingin bebas dari rumah ini.

Share

Bab 4. Aku hanya ingin bebas dari rumah ini.

Penulis: Tetesan air
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-25 12:29:47

"Apa kamu sudah gila menikahi wanita yang tak jelas asal usulnya. Jika orang-orang sampai mengetahui hal ini! Mamah tidak bisa membayangkannya." Caterina menekan tombol kursi rodanya, lalu pergi dengan wajah kecewa.

Amira pun segera menghampiri Marc, "Maaf Om, aku harus pergi. Aku tidak mau terlibat dalam urusan keluarga Om."

Amira melangkah melewati Marc yang berdiri di bibir pintu, namun langkah kakinya harus terhenti karena Marc menarik tangannya.

"Setelah suasana semakin kacau, kamu ingin pergi begitu saja?" tanya Marc tanpa melihat lawan bicaranya.

"Bukan begitu Om," bantah Amira.

"Aku tidak menerima alasan apapun, kamu harus tetap tinggal di rumah ini sampai anak itu lahir." Marc melepaskan tangan Amira, lalu pergi.

"Ya Tuhan, ini ujian apa cobaan? Masalah yang satu saja belum selesai, sekarang malah timbul masalah baru. Amira, Amira, kamu benar-benar ceroboh, kenapa harus menuruti perintah Marc! Sekarang kamu jadi terjebak di lobang yang salah," ucap dalam batin Amira, sambil menatap punggung Marc yang sedang menaiki anak tangga menuju lantai tiga.

....................

Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, Amira satu hari penuh hanya berdiam diri di dalam kamar, sebab Marc melarangnya ke luar dari  sana bahkan pria tampan berusia 40 tahun ini meminta seorang pengawal untuk berjaga di depan pintu.

"Iya Mam, sebentar lagi aku ke sana."

Kata-kata itu menyambut Marc yang baru muncul dari balik pintu.

"Kamu tidak boleh pergi," ucap Marc dengan santai.

"Eh, Om." Amira segera memutuskan sambungan teleponnya, lalu menaruh ponselnya di atas meja.

"Mulai hari ini kamu tidak perlu lagi bekerja, aku akan memberimu uang bulanan." Marc melangkah menuju lemari kecil yang terletak di samping tempat tidur.

Ia meraih sesuatu dari sana lalu memberikannya kepada Amira, "Pakailah kartu ini" ucapnya.

Amira sempat terdiam, ia memperhatikan kartun berwarna hitam yang diberikan Marc. Amira tahu kartu itu bisa ia gunakan untuk berbelanja sesuka hati, tetapi hal itu tidak membuat Amira lupa akan seseorang yang jauh di seberang sana.

"Maaf Om, aku tidak butuh ini," tolak Amira sambil mengembalikan kartu ke tangan Marc.

"Apa kamu butuh uang cash?" tanya Marc.

"Tidak, aku hanya ingin bebas dari rumah ini dan kembali bekerja seperti biasa. Aku mohon, tolong jangan bawa aku dalam masalahmu." Amira menyatukan kedua telapak tangannya.

Marc menghela napas kasar, "Kamu hanya menambah masalah jika meninggalkan rumah ini. Bukan masalah untukku, tapi masalah untuk dirimu sendiri." 

Marc mengingatkan Amira, namun wanita cantik itu mengabaikannya. Ia meraih tasnya yang terletak di atas meja rias, lalu memasukkan ponselnya ke dalam sana dan bergegas ke luar dari kamar.

Amira baru saja menuruni anak tangga, tiba-tiba seorang wanita cantik muncul dari pintu utama. Wanita itu menghampiri Caterina yang duduk di ruang tamu, keduanya pun terlihat akrab. Seketika itu juga ponsel Amira bergetar.

"Amira, kapan kamu gajian? Tagihan rumah sakit harus segera dibayar." Pesan yang masuk di ponsel Amira.

Amira mendengus, ia memutar langkahnya lalu kembali ke kamar. Tentu hal itu membuatnya malu, bahkan tak sanggup untuk menegakkan kepala.

"Aku tahu kamu pasti kembali," ucap Marc yang duduk di sofa sambil memainkan ponsel.

"Iya, aku tidak akan meninggalkan rumah ini. Tapi! Kamu harus memberiku uang," sahut Amira sambil melangkah menghampiri Marc.

Marc tersenyum, "Berapa yang kamu butuhkan?"

"Tiga puluh juta," jawab Amira tanpa ragu-ragu.

"Baiklah, tapi ingat! Bersikaplah menjadi istri yang baik dan patuh kepada suami," tegas Marc.

"Iya, aku berjanji akan menuruti semua perintah Om. Tapi Om harus memberiku uang setiap bulan." Amira pun tidak kalah tegas.

Keduanya membuat kesepakatan, Amira berjanji akan bersikap layaknya seorang istri dan akan meninggalkan kediaman Louis setelah anaknya lahir. Begitu juga dengan Marc, pria tampan itu berjanji tidak akan menyentuh Amira dan memberinya uang bulanan.

"Permisi Tuan," ucap seorang pelayan seiring dengan ketukan pintu.

Amira dan Marc refleks memutar kepala ke arah datangnya suara.

"Makan malam sudah siap, nyonya besar dan nona Karra sudah menunggu di meja makan, Tuan," lanjut pelayan.

"Hum," sahut singkat Marc.

Berbeda dengan Amira, mendengar nama Karra membuatnya teringat akan perdebatan Marc dengan ibunya tadi pagi. 

"Kamu kenapa?" tegur Marc karena Amira menatap kosong ke arahnya.

"Ah, tidak apa-apa Om," sahut Amira.

"Jangan memanggilku Om." Nada itu terdengar tegas di telinga Amira.

Keduanya pun meninggalkan kamar, melangkah menuju ruang makan yang terletak di lantai satu. Dari kejauhan Amira sudah melihat dua orang wanita duduk di meja makan, kedua wanita itu menatapnya dengan tatapan tajam.

"Selamat malam Marc," sapa wanita yang bernama Karra.

"Malam Karra," sahut Marc dengan nada datar.

"Oh iya, wanita ini siapa?" tanya Karra.

"Dia Amira, istriku," jawab Marc sambil menarik bangku untuk Amira.

Tentu sikap Marc membuat Amira semakin gugup, ia tidak menyangka pria tampan itu akan memperlakukannya layaknya ratu. Sebaliknya juga ia merasa takut, karena Caterina tidak berhenti menatapnya sejak tadi.

"Oh ya," sahut singkat Karra, ia bangkit dari tempatnya, lalu menyodorkan tangannya dan disambut oleh tangan Amira.

"Amira," ucap Amira memperkenalkan dirinya, sambil tersenyum ramah.

"Karra, tunangan Marc," balas Karra dengan senyum seribu arti.

Amira hanya tersenyum merespon ucapan Karra,  wajahnya tidak sedikitpun menunjukkan rasa cemburu ataupun marah. Tentu hal itu membuat Caterina semakin kesal, ia meminta Karra datang ke sana hanya untuk membuat Amira cemburu.

Setelah selesai makan, Marc dan Caterina terlebih dahulu meninggalkan meja makan. Sedangkan Amira melangkah menuju dapur dan diikuti oleh Karra.

"Amira," panggil Karra yang membuat Amira memutar tubuh.

"Iya," sahut singkat Amira.

"Bisakah kita bicara sebentar?" ajak Karra yang langsung melangkah menuju balkon.

Amira terlebih dahulu menaruh piringnya di atas wastafel, membasuh tangannya dengan sabun lalu menghampiri Karra.

"Kamu terlalu percaya diri menikah dengan Marc." Kata-kata itu terlontar dari mulut Karra setelah Amira mendaratkan bokongnya di atas kursi.

"Apa kamu tidak sadar siapa dirimu? Kamu itu tidak selevel dengan keluarga Louis, Nyonya Amira," lanjut Karra.

Nada bicara Karra benar-benar berubah seratus persen, wajahnya terlihat kesal dan marah.

"Aku tahu itu, tapi mau bagaimana lagi! Aku dan Marc saling mencintai." Amira berusaha memberanikan diri.

"Cinta?" tanya Karra dengan nada mencibir sambil tersenyum mengejek. "Kamu mencintai orang yang salah Amira! Lebih baik akhiri hubunganmu dengan Marc, sebelum kamu menyesal. Karena sampai kapanpun keluarga Louis tidak akan pernah menerima kamu sebagai menantu di rumah ini," lanjutnya.

============

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 63. Tidak semudah itu Amira.

    Tepat pukul 7 malam, Marc dan Amira sudah meninggalkan kediaman Louis. Sepasang suami istri itu menuju sebuah gedung hotel bintang lima. Di mana malam ini resepsi pernikahan klien Marc, kebersamaannya satu hari ini dengan Amira membuat Marc lupa untuk menghadiri acara pernikahan kliennya itu."Mas, aku malu," ucap Amira setelah Marc menghentikan mobilnya diparkiran."Kenapa malu?" Tentu Marc bertanya demikian!"Aku belum pernah ke acara pernikahan sebesar ini, jadi aku merasa canggung Mas," jawab jujur Amira."Gak usah canggung, kan ada aku." Marc membuka pintu mobilnya, ia berjalan menuju pintu mobil Amira."Ayo," ajak Marc sambil menyodorkan tangannya.Amira tersenyum gugup, ia ragu untuk menyambut tangan Marc walupun status mereka suami istri."Ayo," desaknya yang langsung dituruti Amira.Keduanya berjalan menuju pintu utama gedung, dengan posisi bergandengan tangan. Jujur saja jantung Amira berdegup kencang, apalagi saat semua mata tertuju ke arah mereka."Selama datang Tuan Marc.

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 62. Aku tidak peduli dengan masa lalumu.

    Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, hari yang ditunggu kini telah tiba. Saat ini Amira sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor pengadilan agama.Rencana perceraian itupun sudah diketahui seluruh penghuni kediaman Louis, tentu Caterina sangat bahagia. Bahkan ia sudah tidak sabar lagi agar segera ketuk palu.Amira meraih ponsel dari atas meja rias lalu menghubungi Marc. karena akhir-akhir ini Marc jarang kembali ke kediaman Louis, ia datang saat ada perlunya saja. Bisa dikatakan Marc dan Amira tidak pernah lagi satu kamar atau tidur bersama, hal itu karena permintaan Amira.Wanita cantik itu sengaja membuat jarak diantara mereka, itu semua ia lakukan agar cintanya kepada Marc tidak semakin mekar, yang akan mempersulitnya untuk berpisah dengan pria tampan itu."Mas di mana? Aku udah siap," ucap Amira setelah sambungan teleponnya terhubung."Aku masih di hotel, tapi aku sudah meminta pak Bagus untuk menjemputmu," sahut dari seberang sana."Baiklah." Amira memutuskan sambungan t

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 61. Karena aku mencintaimu.

    Setibanya di hotel, Bagus membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Sebab Marc sudah memberinya satu kunci."Silahkan masuk Nyonya," ucap Bagus dengan lembut dan sopan.Sementara di dalam ruangan tidak ada orang, namun dari arah kamar mandi terdengar suara air. Sudah bisa dipastikan jika Marc sedang membersihkan tubuhnya di dalam sana.Sambil menunggu Marc ke luar dari kamar mandi, Amira merapikan tempat tidur Marc yang sedikit berantakan, sedangkan Bagus sudah pergi dan menunggu di parkiran.Setelah 27 menit berlalu, akhirnya pintu kamar mandi terbuka. Amira refleks berteriak melihat Marc ke luar tanpa mengenakan handuk, pria tampan itu polos tanpa sehelai benang."Aoow...."Mendengar teriakan Amira, Marc pun ikut berteriak karena terkejut. Ia kembali ke kamar mandi untuk meraih handuk, lalu melilitkannya di pinggang untuk menutupi area kejantanannya."Kamu kenapa ada di sini?" tanya Marc setelah ke luar dari kamar mandi."Kita harus bicara Mas," jawab Amira."Kita bisa bicara

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 60. Yang penting itu kamu Mas.

    "Aku dan Amira sudah saling mengenal, tapi kami tidak memiliki hubungan apapun. Hanya saja...." Marcell terdiam, ia tidak melanjutkan kata-katanya.Marc menyipitkan mata, "Hanya saja, apa?" desaknya."Hanya saja Amira langsung mengandung," jawab Marcell dengan nada bergetar.Marc refleks mengepalkan kelima jari tangannya, melayangkan satu pukulan di wajah tampan Marcell."Amira jelas-jelas hamil, tapi kamu masih mengatakan tidak ada hubungan diantara kalian," sentak Marc, bahkan seluruh tubuhnya gemetar karena emosi."Kakak harus dengar penjelasanku dulu," ucap Marcell dengan lembut.Walaupun sudut bibirnya sudah mengeluarkan cairan merah! Tapi Marcell tidak sedikitpun marah atau kesal kepada Marc."Semuanya sudah cukup jelas Marcell, tidak ada lagi yang perlu kamu jelaskan. Kamu laki-laki yang tidak bertanggungjawab, kamu seperti orang asing, jauh berbeda denganku dan almarhum papah." Marc benar-benar marah.Ia tak menyangka, pria bajingan yang sudah menghamili Amira adalah adiknya s

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 59. Percayalah, sekali ini saja.

    Satu Minggu telah berlalu, kondisi Amira sudah semakin membaik hanya saja ia belum bisa banyak bergerak dan melakukan aktivitas. Semenjak kembali ke kediaman Louis, Amira tidak banyak bicara, sifatnya berubah 50 persen. Suara ketukan pintu menyadarkan wanita cantik itu dari khayalan, "Masuk.""Permisi Nyonya." Hanum menjulurkan kepala dari balik pintu, sambil membawa sebuah nampan di tangannya.Wanita paruh baya itu melangkah menghampiri Amira yang duduk di atas tempat tidur, ia menaruh nampan di atas meja kecil yang terletak di samping ranjang, lalu mendaratkan bokongnya di sisi tempat tidur."Nyonya makan dulu ya?" ucap Hanum dengan lembut, seraya membujuk."Aku belum lapar Bi," tolak Amira dengan ekspresi datar.Tentu dia tidak lapar, pikirannya sampai saat ini masih kacau balau. Apa yang ia perjuangkan satu persatu pergi meninggalkannya, ia rela menjual kehormatannya demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Jordan, tapi Jordan justru meninggalkannya. Ia juga rela menikah diat

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 58. Aku mencintainya

    "Bagaimana keadaan istriku Dok?" tanya Marc dengan nada khawatir.Sebelum membuka mulut, Dokter terlebih dahulu menghela napas. Bagaimana tidak? Bayi dalam kandungan Amira tidak bisa diselamatkan, wanita cantik itu harus segera dioperasi walaupun keadaannya saat ini belum sadarkan diri.Kepala Marc refleks tertunduk setelah mendengar ucapan dokter, ia mengeratkan gigi dan mengepalkan kelima jari panjangnya. Walupun bayi dalam kandungan Amira bukanlah anaknya! Tapi Marc merasa sedih dan kecewa.Begitu juga dengan Marcell, pria tampan itu mendaratkan bokongnya di atas kursi dengan kasar. Kesempatannya untuk memiliki keturunan kini musnah, Marcell benar-benar menyesal atas tindakannya. Jika dia tidak menarik tangan Amira, semua ini tidak akan terjadi.Berbeda dengan Karra dan Caterina, keduanya bersorak ria di dalam hati masing-masing. Sebelum mereka bertindak bayi malang itu sudah tiada, kini hanya menunggu giliran ibunya yaitu Amira."Ya sabar ya Marc." Karra mengelus lengan Marc, ia s

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 57. Apa yang akan Tante lakukan?

    Tanpa terasa waktu telah berlalu, saat ini benda bulat itu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Amira segera bangkit dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Apa kamu ada meeting pagi ini?" Pertanyaan itu menyambut Amira saat ke luar dari kamar mandi."Mas sudah bangun?" Amira balik bertanya, ia menatap Marc yang duduk di sisi ranjang yang juga menatapnya."Bukan meeting Mas, tapi aku harus menyelesaikan gaun pengantinnya," lanjut Amira sambil melangkah menuju ruang ganti."Oh, apa kamu butuh bantuan?" Marc kembali bertanya.Amira menghentikan langkahnya, "Tidak Mas, hanya tinggal sedikit lagi, aku bisa sendiri.""Baiklah kalau begitu." Marc bangkit dari sisi ranjang melangkah menuju kamar mandi, begitu juga dengan Amira melanjutkan langkahnya masuk ke ruang ganti.Setelah selesai sarapan, Marc meninggalkan kediaman Louis. Sedangkan Amira bergegas ke ruang kerjanya yang terletak di lantai tiga. Ia harus menyelesaikan gaunnya sebelum jam 12 siang."Apa yang

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 56. Apa kamu dan Amira pulang bersama?

    "Benarkah? Kamu tidak berbohong?" tanya Marc dengan rasa tak percaya."Iya Mas," sahut Amira sambil tersenyum paksa.Ruangan itupun seketika hening, Marc duduk bersandar sambil menatap Amira tanpa berkedip dengan posisi kedua tangan terlipat di dada. Cara bicara Amira membuatnya sedikit curiga, bahkan kecurigaan itu sampai membuatnya lupa akan tujuannya menemui Amira."Sore ini aku ada pertemuan dengan klien, apa kamu ingin ikut denganku?" Marc kembali membuka mulut setelah hening beberapa menit.Amira tersenyum paksa, "Maaf mas, aku gak bisa ikut. Malam ini aku harus lembur untuk menyelesaikan gaun pengantinnya, karena besok klien akan datang menjemputnya."Amira sengaja membuat alasan untuk menolak Marc, hal itu ia lakukan untuk menjaga jarak dari Marc. Amira tidak mau kedekatan itu akan membuat bunga-bunga cinta tumbuh dan mekar dalam hatinya."Baiklah kalau begitu." Marc bangkit dari kursi dan bergegas meninggalkan ruangan Amira.........................Tanpa terasa waktu telah m

  • Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.   Bab 55. Aku merindukanmu Marc.

    Satu bulan telah berlalu, saat ini usia kandungan Amira sudah memasuki 4 bulan. Perut wanita cantik itupun sudah terlihat menonjol."Mas, hari ini aku terlambat ke kantor," ucap Amira yang baru ke luar dari ruang ganti."Apa kamu ada urusan?" tanya Marc tanpa melihat lawan bicaranya.Pria tampan itu sedang berdiri di depan meja rias sambil merapikan dasi dan memasang benda bulat di pergelangan tangannya."Tidak, hari ini aku harus ke rumah sakit untuk periksa kandungan Mas," jawab jujur Amira.Marc menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyisir rambut, ditatapnya Amira melalui pantulan kaca. Seketika ia berpikir untuk menemani Amira ke rumah sakit."Apa perlu aku temani?" Akhirnya Marc membuka mulut."Gak usah Mas, aku bisa sendiri. Lagipula pagi kan Mas ada meeting dengan klien!" Sebenarnya Amira ingin sekali ditemani oleh Marc, hal ini sudah lama ia harapkan. Tetapi Marc pagi ini ada jadwal meeting, Amira terpaksa menolaknya."Iya kamu benar, aku hampir saja lupa," timpal Marc,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status