Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat

Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat

last updateLast Updated : 2025-05-09
By:  RosshieUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
15Chapters
16views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Menikah tanpa restu keluarga suami, membuat Zahra harus siap menghadapi mertua yang tak menyukainya. Seakan masalah datang tiada henti, Raffi sang suami justru kena PHK. Demi masa depan keduanya, Raffi pun pergi hijrah ke ibu kota meninggalkan Zahra. Rindu yang menggebu membuat Zahra nekad menyusul suami tercinta. Sayangnya ketika Zahra bertemu Raffi, sebuah fakta menyakitkan menghantamnya. Bagaimana kisah Zahra selanjutnya?

View More

Chapter 1

BAB 1.

PLAAKK!!!

Suara tamparan yang begitu keras menggema di ruang tamu rumahku, menyentak tubuhku hingga terasa bergetar. 

Pipi kiriku terasa panas, seolah terbakar. Rasa sakit itu merambat, namun yang lebih terasa adalah keterkejutanku yang begitu mendalam. 

Wajahku tertoleh dengan cepat, mata aku terpejam sejenak, mencoba menahan air mata. 

Ketika aku membuka mata, wajah pertama yang kulihat adalah wajah ibuku, yang terkejut luar biasa. 

Wajahnya yang penuh kekhawatiran menatapku, seolah tak percaya bahwa anak kesayangannya baru saja ditampar di hadapannya.

Kepala ku terasa pening, tetapi sakit di pipi seakan menghilang seiring dengan rasa sakit yang meresap jauh ke dalam hati. 

Hatiku tercabik-cabik melihat air mata pertama ibuku jatuh begitu saja, meruntuhkan segala pertahanan yang selama ini ku bangun. 

Satu tetes air mata itu, satu isyarat bahwa ia begitu sedih dan terluka melihat aku diperlakukan seperti ini. Aku ingin sekali memeluknya, melindunginya dari kenyataan pahit ini.

"Ibu... Santi, tolong jangan sakiti Zahra! Ini menantumu, Ibu!" 

Ibuku memohon dengan nada yang terdengar sangat lemah.

Mertuaku hanya tertawa sinis, tatapan matanya seolah tajam dan penuh kebencian. 

"Saya malu punya menantu seperti ini. Wanita mandul yang cuma habiskan duit anak saya!" suara ibu mertuaku melengking, sangat menyakitkan.

Sejak awal, ibu mertuaku memang tidak pernah menyukaiku. Bahkan, dia menentang pernikahan kami dengan segala cara. 

Ketika Mas Raffi, suamiku, memutuskan untuk menikahiku tanpa restu mereka, kemarahan ibu mertuaku semakin membara. 

Mertua tidak pernah bisa menerima aku.

"Sekarang, berikan uang yang dikirimkan Raffi bulan ini!" Ibu mertuaku melontarkan perintah tanpa belas kasihan.

Setiap bulan, setelah Mas Raffi mengirimkan uang, ibu mertuaku pasti datang untuk mengambil bagiannya. 

Padahal Mas Raffi selalu memberitahuku bahwa uang itu hanya untuk aku dan ibu. Tetapi aku tidak berani menentang ibu mertuaku. Aku tahu, jika aku menolak, hal ini hanya akan membuatnya semakin marah, dan akan lebih banyak pertengkaran di rumah kami.

"A—apa… tunggu sebentar, Bu. Saya ambilkan uangnya dulu," jawabku, cemas. 

Takut ibu mertuaku semakin membuat keributan. Aku segera pergi ke kamarku, berusaha mengumpulkan pikiranku.

Mas Raffi selalu mengirimkan uang tiga juta setiap bulannya. Namun, dua juta selalu diambil oleh ibu mertuaku, meninggalkan hanya satu juta untuk kami bertiga—aku, ibu, dan hidup kami sehari-hari. 

Untungnya, aku membuka toko kelontong kecil di rumah. Ada sedikit penghasilan tambahan untuk membantu mencukupi kebutuhan kami.

Aku membuka lemari pakaian dan mengambil amplop berisi uang itu. Tanpa pikir panjang, aku segera menyiapkan dua juta yang diminta dan berjalan keluar dari kamar. 

Aku hanya ingin menghindari keributan lebih lanjut. Aku tahu, mertuaku tidak akan berhenti meminta selama uang itu ada di tanganku.

“Ini… Bu,” aku menyerahkan uang itu dengan tangan yang gemetar. Ibu mertuaku langsung mengambilnya dengan tangan yang kasar, seolah-olah uang itu adalah haknya yang sudah lama dirampas.

“Awas kalau sampai kurang!” teriaknya sambil menghitung uang itu dengan ekspresi yang tidak sabar.

Aku hanya diam, menunggu hingga mertuaku selesai menghitung uang itu. 

Setiap detik yang berlalu terasa begitu lama. Tidak ada kata-kata yang bisa kuucapkan untuk mempertahankan harga diri di hadapan mereka. Aku hanya ingin semuanya berakhir.

"Bulan depan saya mau jatah saya ditambah lima ratus ribu," ucap ibu mertuaku tiba-tiba, dengan nada penuh tuntutan.

Tentu saja, aku terkejut. 

“Tapi, Bu… Mas Raffi hanya mengirimkan tiga juta setiap bulan. Kalau Ibu minta lebih, bagaimana saya dan Ibu bisa makan?” aku berusaha menjelaskan, meskipun aku tahu itu akan sia-sia.

"Saya tidak peduli! Ini uang anak saya! Saya berhak atas uang ini!" bentak mertuaku, wajahnya merah padam, seolah ingin menelan habis aku. 

“Awas kalau sampai kamu mengadu sama Raffi! Saya akan buat dia ceraiin kamu! Kamu istri gak guna!”

Cerai? 

Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa Mas Raffi. Aku sudah begitu lama bertahan dengan segala hinaan dan perlakuan buruk dari ibu mertuaku, hanya untuk mempertahankan pernikahanku. 

Mas Raffi mencintaiku, dan aku tahu dia rela melawan orang tuanya demi aku. Aku tak akan pernah melepaskannya.

"Apa kamu dengar apa yang saya bilang tadi?" mertuaku berteriak lagi, kali ini jarinya menuding tepat ke wajahku.

“Ba—baik, Bu,” jawabku dengan suara serak. Aku terpaksa mengangguk, meskipun hatiku hampir hancur. Aku tak ingin menyakiti Mas Raffi dengan masalah ini, meskipun aku sendiri merasa terhina.

Ibu mertuaku menatap uang itu dengan senyum puas, lalu tanpa berkata apa-apa lagi, ia pergi meninggalkan rumah kami. 

Setelah ia pergi, aku merasa tubuhku seolah lumpuh. Pipiku kembali terasa perih.

“Aww…” Aku merasakan sakit di pipiku lagi. Rasanya tidak hanya fisik, tetapi juga hati yang pedih.

Ibu menatapku dengan wajah yang penuh penyesalan. 

“Ra, maafkan Ibu. Ibu tidak bisa berbuat apa-apa saat ibu mertuamu menindasmu seperti itu.”

Hatiku semakin teriris melihat ibuku yang selalu berusaha menjadi tempat aku berlindung, tapi tak mampu melindungi aku dari perlakuan kejam ibu mertuaku. 

Aku berjalan mendekati ibu yang duduk di kursi roda, tubuhku terasa lemas, tetapi aku tetap mencoba tersenyum.

Ibu tidak bisa lagi berjalan sejak kecelakaan lima bulan yang lalu. Itu juga alasan kenapa aku tidak ikut suamiku merantau ke Jakarta. 

Kehidupan kami dulu jauh lebih baik. Gaji Mas Raffi cukup untuk mencukupi kebutuhan kami. Namun, semuanya berubah ketika Mas Raffi kehilangan pekerjaannya akibat perusahaan tempatnya bekerja yang bangkrut.

Dua bulan kami hidup pas-pasan, berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari, hingga akhirnya Mas Raffi memutuskan untuk merantau ke Jakarta, berharap bisa mengubah keadaan. 

Aku tahu dia melakukannya untuk kami, tetapi aku merasa kesepian dan cemas. Aku tidak bisa meninggalkan ibu sendirian, meskipun rasa rinduku pada Mas Raffi semakin tak tertahankan.

Ibu menatapku dengan penuh kasih, mengusap pipiku yang masih terasa sakit. 

“Ra, bagaimana kalau kamu menyusul Raffi ke Jakarta? Kamu pasti sangat merindukan suami kamu, kan?”

Aku menatap ibu, dengan hati yang berat. 

“Tapi, Bu… kalau Ara pergi, Ibu tinggal siapa? Ara tidak bisa meninggalkan Ibu sendirian.”

Ibu tersenyum lembut, mengusap kepalaku. 

“Kan masih ada bulek kamu. Ibu bisa tinggal bersama dia. Kamu pergilah, Ra. Raffi pasti merindukanmu. Ibu akan baik-baik saja.”

Mendengar kata-kata itu, hati aku terasa lebih ringan. Aku harus pergi menemui Mas Raffi. 

Aku ingin sekali bertemu dengannya. Rasa rinduku sudah tak terbendung. Aku memutuskan untuk mengikuti saran ibu dan menyusul suamiku ke Jakarta.

Keesokan harinya, aku membeli tiket bus menuju Jakarta, karena aku tidak mampu membeli tiket pesawat. 

Perjalanan itu memakan waktu hampir delapan jam, dan aku merasa lelah. Namun, ketegangan dan rasa rindu padaku menguatkan langkahku.

Namun, sesampainya di Jakarta, ada satu masalah besar yang aku lupakan—aku tidak tahu di mana Mas Raffi tinggal. Tempat kerjanya pun aku tidak tahu. Dia hanya bilang bekerja di sebuah pabrik.

Aku berkeliling mencari, tetapi Jakarta begitu besar. Aku merasa seperti tersesat. Aku mencoba menghubungi Mas Raffi, tetapi nomor ponselnya tidak aktif.

Aku merasa cemas, bingung, dan terombang-ambing. Aku berdoa agar Mas Raffi baik-baik saja, tetapi aku tidak tahu harus mencari kemana lagi.

Karena lelah terus berjalan, aku memutuskan untuk beristirahat. Hari sudah mulai malam, tapi aku belum tau mau pergi kemana.

Aku melihat ada seorang nenek-nenek yang terlihat kesusahan membawa barang belanjaannya. Aku hampiri nenek itu.

“Saya bantu ya, Nek,” tawarku.

Nenek itu langsung menatapku. “Terima kasih, Nak,” ucapnya dengan tersenyum kepadaku.

Aku langsung mengambil alih tas belanjaan nenek itu.

“Nenek mau pergi kemana? Biar saya antar,” tawarku.

“Nenek mau pulang, rumah Nenek sudah dekat dari sini,” ucap nenek itu dan aku mengangguk.

Aku antar nenek itu, karena aku tak mungkin membiarkan nenek itu membawa barang belanjaan sebanyak ini.

Dalam perjalanan menuju rumah nenek, aku memperkenalkan diri dan memberitahu perihal kedatanganku ke Jakarta serta kendala yang aku alami saat ini. Sekarang aku tau, nenek itu namanya nenek Halimah.

“Sudah sampai, Nak Ara. Ini rumah Nenek,” ucap nenek itu setelah sampai di depan sebuah rumah sederhana, tapi terlihat begitu nyaman dan asri.

“Ayo masuk.”

Aku mengangguk, lalu melangkahkan kakiku mengikuti nenek Halimah menuju pintu rumahnya.

“Nenek tinggal sendirian, cucu Nenek jarang datang kesini. Kamu boleh tinggal disini sampai kamu menemukan suami kamu,” ucap nenek Halimah, membuatku terkejut.

Aku tak menyangka, disaat aku sedang kesusahan, Tuhan mengirimkan malaikat penolong.

“Terima kasih untuk tawaran Nenek, saya tidak tau harus bagaimana membalas kebaikan Nenek,” ucapku dengan kedua mata berkaca-kaca. Padahal tadi aku sudah kebingungan mau tinggal dimana, tapi sekarang aku sudah punya tempat untuk tinggal sementara.

Aku tak mau numpang secara geratis, jadi aku membantu nenek untuk memasak makan malam dan membersihkan rumah.

Besok paginya, aku melanjutkan untuk mencari Mas Raffi, karena semalam aku kembali menghubungi Mas Raffi, tapi nomornya masih tidak aktif. Aku merasa aneh, karena sejak kemarin nomor Mas Raffi terus saja tidak aktif. Aku takut terjadi apa-apa dengan Mas Raffi.

Aku bak orang berjalan di kegelapan. Aku tak tau siapa teman-temannya, tak tau juga harus mencari kemana lagi.

Kenapa ini terjadi padaku?

Apakah dia tidak peduli kalau aku khawatir?

Demi Tuhan, aku hanya ingin tau, apakah dia baik-baik saja atau tidak.

Apalagi banyak pemberitaan di media sosial yang membuatku takut akan keselamatan suamiku di luar sana.

Sudah seperti terombang-ambing di lautan lepas, pikiranku buntu. Entah kemana lagi aku harus mencari, Tuhan?

Matahari mulai meninggi, aku lelah terus berjalan, tenggorokan terasa kering. Ku lihat ada swalayan di tepi jalan, aku pergi kesana untuk membeli minum.

Namun langkah kakiku perlahan terhenti, saat ku lihat sosok pria yang sangat mirip dengan suamiku. Tapi ada yang berbeda dari pria itu dengan suamiku.

Pria itu berpakaian rapi, memakai setelan jas yang pastinya harganya mahal. Pria itu juga sedang membuka pintu mobil mewah. Tapi yang membuatku semakin penasaran, wanita yang berdiri di sebelah pria itu.

Siapa wanita itu?

Mas Raffi bilang dia bekerja sebagai buruh pabrik, jadi tidak mungkin memakai setelan jas mahal dan mengendarai mobil mewah.

Aku sangat penasaran, jadi aku putuskan untuk memanggil pria yang wajahnya sangat mirip dengan suamiku, sebelum pria itu masuk ke dalam mobil mewah itu.

“Mas Raffi!” panggilku dengan suara keras.

Pria itu menatap ke arahku.

Ternyata pria itu ….

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
15 Chapters
BAB 1.
PLAAKK!!!Suara tamparan yang begitu keras menggema di ruang tamu rumahku, menyentak tubuhku hingga terasa bergetar. Pipi kiriku terasa panas, seolah terbakar. Rasa sakit itu merambat, namun yang lebih terasa adalah keterkejutanku yang begitu mendalam. Wajahku tertoleh dengan cepat, mata aku terpejam sejenak, mencoba menahan air mata. Ketika aku membuka mata, wajah pertama yang kulihat adalah wajah ibuku, yang terkejut luar biasa. Wajahnya yang penuh kekhawatiran menatapku, seolah tak percaya bahwa anak kesayangannya baru saja ditampar di hadapannya.Kepala ku terasa pening, tetapi sakit di pipi seakan menghilang seiring dengan rasa sakit yang meresap jauh ke dalam hati. Hatiku tercabik-cabik melihat air mata pertama ibuku jatuh begitu saja, meruntuhkan segala pertahanan yang selama ini ku bangun. Satu tetes air mata itu, satu isyarat bahwa ia begitu sedih dan terluka melihat aku diperlakukan seperti ini. Aku ingin sekali memeluknya, melindunginya dari kenyataan pahit ini."Ibu.
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
BAB 2.
"A—apa ini?"Jantungku berdebar kencang, terasa seperti ingin melompat keluar dari dadaku saat mataku bertemu dengan pria yang berdiri di depanku. Ada sesuatu yang sangat familiar dalam tatapannya, tetapi juga asing. Apakah benar ini Mas Raffi—suamiku? Aku hampir tak percaya dengan apa yang kulihat. Sudah lama sekali aku menantikan hari ini, berharap bisa bertemu dengannya, tetapi perasaan yang kurasakan justru kebingungannya. Apa ini benar-benar dia?Dulu, hidup kami begitu sederhana. Kami tak pernah menginginkan sesuatu yang berlebihan. Bahkan, meskipun kami hidup dengan cukup, kami memilih untuk tidak membeli barang-barang mewah atau pakaian yang mahal. Semua yang kami miliki adalah hasil jerih payah yang didapat dengan penuh pertimbangan. Tetapi pria di depanku ini, yang memakai jas rapi dan sepatu kulit mengkilap, jelas berbeda dari yang aku kenal. Pakaian yang dia kenakan… ini bukanlah pakaian yang biasa dia pakai. Aku tahu, meskipun aku bukan orang yang paham banyak tent
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
BAB 3.
Aku mematung, tubuhku seolah kehilangan tenaga. Kata-kata wanita itu masih menggema di telingaku. “Raf, kamu ingat dengan janji kamu saat menikahi aku.” Menikah? Apa maksudnya? Jadi, Mas Raffi... suamiku... sudah menikahi wanita itu? Dunia di sekelilingku seperti berhenti berputar. Kata-kata itu mengiris hatiku lebih dalam daripada pisau. Cinta suci yang selama ini kupelihara dengan segenap jiwa, kini hancur berkeping-keping hanya dengan kalimat pendek itu. Aku mencoba membaca wajahnya. Tidak ada tanda-tanda kebohongan, tidak ada usaha untuk menyangkal. Wanita itu berdiri tegak dengan penuh keyakinan, seolah ingin menunjukkan bahwa ia memiliki sesuatu yang lebih dariku. Tapi aku tak boleh menangis. Tidak di sini. Tidak di depan wanita itu. Aku harus kuat. “Mas, jelaskan semuanya sekarang!” desisku dengan suara bergetar. Tanganku menarik kerah jas Mas Raffi, memaksanya menatapku. Aku membutuhkan jawaban, penjelasan, apa pun itu. “Apa benar yang dia katakan? Mas sudah
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
BAB 4.
Raffi seketika langsung membelalakkan kedua matanya. Tak menyangka Zahra akan meminta cerai. Dia pikir akan bisa membujuk Zahra untuk melupakan semuanya dan memberi alasan yang tepat untuk membenarkan perbuatannya.Raffi sebenarnya ingin pulang kampung dalam minggu ini, karena bagaimanapun dia juga merindukan Zahra. Tapi Zahra sudah lebih dulu menyusulnya ke Jakarta tanpa dia tau.Salahnya juga karena lupa mengaktifkan kembali ponselnya.Raffi mempunyai dua ponsel, satu untuk nomor lamanya, satu untuk nomor barunya yang tak diketahui oleh Zahra.“Sayang, jangan bercanda. Jangan asal minta cerai. Kita sudah berjanji akan selalu ….”“Mas yang lebih dulu mengingkari janji itu! Mas sudah mengkhianati janji suci pernikahan kita, cinta suci kita. Mas sadar gak sih!”Raffi akui dia salah, tapi dia punya alasan, meskipun alasannya itu tak akan membenarkan perbuatannya. Tapi di lubuk hatinya yang paling dalam, hanya Zahra wanita yang dari dulu sampai sekarang dicintainya.“Sayang, aku tau ka
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
BAB 5.
Sudah dua hari sejak Mas Raffi menghubungiku, sampai sekarang dia tak menghubungiku lagi.Keputusanku sudah bulat, jadi sudah tak ada gunanya aku tetap disini. Dimana Mas Raffi tinggal saja aku tak tau.Aku yakin, saat ini Mas Raffi tengah menikmati kehidupan mewahnya bersama dengan istri barunya, sampai tega meninggalkan aku seperti ini.“Apa bagimu aku sudah gak berarti lagi, Mas?” suaraku terdengar sangat lirih, hanya aku yang bisa mendengarnya.Ke peluk kedua lututku, kubenamkan wajahku di sela kedua lututku. Menangis, itu lah yang aku bisa lakukan sekarang.Hatiku hancur.Aku masih berharap semua ini hanya mimpi, Mas Raffi sangat mencintaiku dan sedang bekerja demi masa depan kami berdua.Tapi suara ketukan di pintu kamar, menyadarkanku kalau semua ini bukanlah mimpi, tapi nyata.Ku seka kedua ujung mataku, begitu juga dengan pipiku menggunakan kedua punggung tanganku. Jangan sampai nenek Halimah melihatku menangis.“Masuk saja, Nek.” Aku melepas mukena yang masih kupakai, lalu m
last updateLast Updated : 2025-04-24
Read more
BAB 6.
Aku menutup telepon dengan cepat, tanganku masih gemetar. Aku menatap layar ponsel yang sudah mati, seakan ingin menghancurkannya.Kenapa Mas Raffi bisa sebegitu tega?Hatiku bergejolak antara marah, kecewa, dan rasa sakit yang tak terkatakan.Aku sudah memberikan segalanya untuknya, dan ini yang aku dapatkan? Menghancurkan pernikahan kami dengan begitu mudahnya?Aku menundukkan kepala, dan sesaat merasa dunia ini begitu berat. Aku tahu aku sudah memutuskan untuk bercerai, tapi apa yang akan terjadi selanjutnya?Aku harus bagaimana menghadapi ini semua? Aku bisa merasakan beban yang semakin berat di pundakku.Malam semakin larut, namun aku tidak bisa tidur. Berbagai pikiran terus berputar di kepalaku, dan aku tak bisa menenangkan diri.Sesekali aku memandang foto pernikahanku dengan Mas Raffi yang ada di meja kecil di samping tempat tidur.Aku teringat saat pertama kali kami bertemu, bagaimana dia menyentuh hatiku dengan kata-katanya yang manis.Bagaimana ia berjanji akan selalu ada u
last updateLast Updated : 2025-04-25
Read more
BAB 7.
Hari-hari berlalu, Mas Raffi juga tak datang menemuiku, mungkin dia masih belum percaya dengan keputusan yang sudah aku ambil, kalau ternyata istri yang dulu sangat mencintainya, memilih untuk menyerah daripada harus berbagi dengan wanita lain.“Aku memang orang miskin, Mas, tapi aku gak gila harta seperti kamu.”Tapi kenapa, meskipun aku sudah memberi tahu ibu tentang kondisi rumah tanggaku, rasanya tetap ada ruang kosong yang tak terisi.Perasaan campur aduk antara kesedihan, kebingungan, dan rasa sakit masih menggelayuti hati ini.Aku tahu, hidup harus terus berjalan. Namun, setiap kali aku melihat ibu, aku merasa semakin tertekan untuk menjadi lebih kuat, untuk tidak membiarkan dia tahu betapa hancurnya hatiku.Walau ia mencoba tetap tegar, aku bisa melihat kepedihannya setiap kali ia duduk di kursi roda, seakan ingin berlari untuk meraih kebahagiaan anaknya.Aku ingin membuat ibu bangga, ingin membuktikan bahwa aku bisa menghadapinya meski tanpa Mas Raffi di sisiku.Di tengah keb
last updateLast Updated : 2025-05-06
Read more
BAB 8.
Raffi menatap rumah sederhana tempat dia keluar tadi. Rumah yang telah menjadi saksi kehidupannya bersama dengan Zahra selama satu tahun terakhir, setelah mereka menikah.Raffi meremas dadanya yang terasa nyeri saat mendengar isak tangis Zahra, wanita yang sangat dicintainya dengan segenap jiwanya, bahkan karena Zahra dia sampai berani melawan kedua orang tuanya.Suara itu bagai belati tajam yang mengiris hatinya.“Maafkan aku, Ra. Percayalah, aku melakukan semua ini semata-mata demi masa depan kita. Suatu hari nanti, aku yakin kamu akan mengerti alasan aku sampai mengambil langkah ini,” bisiknya pelan, meski dia tau Zahra tak akan bisa mendengarnya.“Raf, ngapain sih kamu masih berdiri disana! Aku sudah bosan menunggu! Ayo cepat kita pergi dari sini!” Suara Sarah terdengar memanggil dari dalam mobil.Raffi menoleh ke belakang, menatap istri keduanya yang menunggunya dengan ekspresi tidak sabar. Dia tau apa yang dilakukannya salah, tapi dia terperangkap dalam dilema.“Iya, aku kesana,
last updateLast Updated : 2025-05-06
Read more
BAB 9.
Raffi meminta Sarah untuk menunggu di ruang tamu, dia harus memberi penjelasan kepada ibunya. Kini hanya tinggal Raffi dan ibunya di dapur. “Sekarang jelaskan pada Ibu, kenapa wanita tadi bilang kalau dia istri kamu? apa kamu dan Zahra sudah bercerai?” Sinta menatap lekat wajah putranya, mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya.Raffi sendiri tampak diam, berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan ibunya.“Bu, Raffi belum menceraikan Zahra dan tak akan pernah menceraikannya.” jawaban Raffi membuat ibunya tercengang.“Raffi mencintai Zahra, Bu, lebih dari apapun,” tambahnya lagi dengan suara tegas.Sinta tampak terkejut. Jika Raffi belum menceraikan Zahra, kenapa wanita itu mengaku sebagai istri Raffi. Dia harus mendapatkan kejelasan saat ini juga.“Raf, jangan bilang kamu … kamu menikah lagi tanpa sepengetahuan Ibu?” tanyanya, matanya menatap dengan penuh kecewa.Raffi perlahan menundukkan kepala, mengangguk pelan. “Maafkan Raffi, Bu,” ucapnya dengan nada li
last updateLast Updated : 2025-05-06
Read more
BAB 10.
Wajah Mas Raffi mulai terlihat panik, saat melihat ibu mertuaku dan istri barunya sedang berjalan ke arah kami. Aku tak peduli, bagiku Mas Raffi bukan siapa-siapa lagi, selain seorang pengkhianat yang sudah tega mengkhianati cinta suci kami.“Raf, kenapa kamu ….” Sarah menghentikan ucapannya saat melihatku yang berdiri tepat di depan suaminya.Aku melambaikan tangan kepadanya dengan senyum penuh arti. Bagaimanapun aku harus menyapanya agar tak dikira sombong.“Kita ketemu lagi ya ma-du-ku,” sapaku dengan menyunggingkan senyum miring, aku bahkan sengaja memperlambat kata terakhirku, agar dia tau kalau dia hanyalah yang kedua, sementara aku lah istri pertama.Kedua telapak tangan Sarah mengepal erat, wajahnya merah padam. Aku yakin, dia sedang marah sekarang. Mungkin dia tak menyangka aku akan datang ke rumah ini.Atau mungkin Sarah tidak tau kalau kedatangan Mas Raffi ke rumahku tadi bukan untuk menceraikanku, tapi untuk membujukku agar tak menggugat cerai.“Mau apa kamu kesini perem
last updateLast Updated : 2025-05-08
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status