Share

209. Dream catcher

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-13 23:08:21

“No, I don’t miss you!” tukas Salwa berwajah kesal.

Jawaban Salwa sontak menyadarkan Daniel bahwa dirinya tidak sedang bermimpi tetapi nyata. Gadis itu berteriak padanya.

“Oi, kau? Salwa?” pekik Daniel, membuat Salwa kesal melihat ekspresinya yang dianggap sedang berakting. Daniel bangun dan berjalan ke arahnya.

“Mister lebay ih! Emang aku hantu? Segitunya ngeliatin aku.”

“Ah, ya kau memang mirip hantu, suka tiba-tiba datang.”

Daniel terbahak melihat raut wajah Salwa yang justru terlihat menggemaskan.

“Iya. Aku hantu, hihihi,”

Salwa menyerupai suara kunti.

Daniel kembali tergelak melihat tingkah gadis itu yang polos dan sedikit pemarah.

“Mister, aku pergi dulu ya. Sampai ketemu besok di hotel,”

Alih-alih bercakap-cakap lama karena tak lama bersua, Salwa memilih meninggalkan Daniel begitu saja. Salwa tetap harus menjaga sikap saat bertemu dengannya karena Daniel adalah adik suami kakaknya. Hubungan mereka tetaplah ipar. Meskipun tak bisa dipungkiri saat bersamanya Salwa merasa memiliki sosok seorang kakak laki-laki.

“Wawa, tunggu! Aku punya sesuatu untukmu,” seru Daniel dengan antusias.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Daniel memang ingin memberikan sesuatu untuknya, buah tangan yang sengaja dia beli untuknya. Dia berencana akan memberikannya besok saat acara pesta pernikahan sang kakak berlangsung. Namun ternyata takdir tengah berbaik hati padanya. Salwa mengunjungi sang kakak di rumahnya.

“Hem, kenapa panggil Wawa?” protes Salwa tak terima.

“Karena lebih mudah ketimbang Salwa.”

No! I dislike it!”

“Kenapa emang?”

“Om Alwi meledekku dengan panggilan itu,”

“Baiklah, aku panggil apa ya biar mudah,”

Daniel berpura-pura berpikir keras. “Ah, ya, Sal!”

“Hei, suka-suka! Susah payah Ummi dan Abi memberi nama,”

“Jangan marah terus! Nanti cepat tua! Ayo!”

Daniel mengajak Salwa masuk rumah.

Salwa mengekori langkah Daniel menuju ruang keluarga di mana anggota keluarga yang lain sedang berkumpul. Beberapa pasang mata melihat kedatangan Daniel dan Salwa. Jonathan ialah sosok yang paling memperhatikan kedekatan mereka.

Salwa duduk di dekat sang ibu yang tengah mengobrol dengan mereka soal pertanian yang dia kelola.

Tak berselang lama Daniel kembali menuju ruang tamu dan memanggil Salwa.

“Sal, sini!” katanya berjalan lebih dulu keluar rumah diikuti Salwa di belakangnya.

“Mau kemana?”

Aruni mencekal tangan Salwa karena merasa penasaran, mengapa Salwa mengikuti Daniel.

“Itu dia mau kasih aku sesuatu. Tapi aku belum tahu apa,” cicit Salwa dengan tersenyum tipis.

Kinan yang duduk di samping Jonathan sama sekali tak peduli dengan keberadaan Salwa. Berbeda dengan Jonathan yang begitu gelisah melihat kedekatan mereka. Mereka tak boleh dekat.

Salwa dan Daniel duduk di teras rumah di mana pengawal tengah berjaga di sana. Riko dan Raka selalu berada di sisi majikannya.

“Mister, eh, Mas Daniel, kok aneh ya aku panggil Mas tapi nama belakangnya bule. Biasanya ‘kan Mas Joko, Mas Edi, Mas Handoko. Ini Mas Daniel,”

Salwa menutup mulutnya untuk menahan tawa. “Tapi kalau aku panggil Mister takutnya Mas Darren atau Om Jon marah,”

Salwa duduk di kursi besi yang berada di teras.

“Terserah kau mau manggil apa, Neng!”

Daniel mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Dia menaruh sebuah paper bag berwarna merah di atas meja yang menghalangi jarak mereka.

“Ya udah Om Daniel bagaimana?”

Salwa terus mengoceh.

“Aku masih mahasiswa Sal,”

Daniel menghela nafas panjang menyikapi gadis itu. Namun dia sama sekali tak marah padanya.

“Eh, mau kasih apa?”

Salwa menoleh kemudian tatapannya terpacak pada sebuah paper bag berwarna merah tersebut.

“Ini, bukalah!”

Telunjuk Daniel mendorongnya ke hadapan Salwa. Tanpa ragu Salwa mengambil paper bag tersebut kemudian melihat isinya. Tangannya dengan tak sabar merogoh apa isi di dalamnya. Seketika matanya berbinar kala melihat apa yang dipegangnya.

“Wow! Beautiful! Cantiknya … ini oleh-oleh dari Kanada? Gantungan yang sangat cantik! Ish, si Mister, eh, si Mas bule baik banget!”

“Itu namanya Dream catcher!” ucap Daniel tangannya terulur membenarkan posisi benang yang membelit di antara ring gantungan tersebut. Secara tak sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan Salwa hingga membuat Salwa menarik tangannya karena merasa sangat malu. Dia tak pernah sedekat itu dengan seorang pemuda.

“Kenapa?” tanya Daniel saat melihat Salwa menarik tangannya cepat dan memalingkan wajahnya karena malu.

“Tidak apa-apa,”

“Apa kau suka? Ini buatmu, ambilah!”

Daniel memilih berdiri dan membuang pandangannya. Sengaja, agar Salwa mengambil hadiah darinya.

“Namanya Dream catcher, penangkap mimpi buruk,”

Daniel merapatkan sweater yang dipakainya.

“Hah? Drem kecer?”

Salwa melihat kembali gantungan berbentuk ring di mana di dalamnya ada jalinan benang rajut dan gantungannya terbuat dari bulu itu dengan begitu antusias.

“Dream Catcher, Sweety!”

Daniel keceplosan. “Dream catcher, Sal,”

“Ini digantung ya?”

“Bukan? Dibanting, ya digantung!”

“Makasih,”

Salwa pun menerima hadiah tersebut dengan senang hati.

“Konon, dream catcher itu biasa digantung di langit-langit kamar karena memiliki fungsi untuk menangkap mimpi buruk yang datang. Itu lah kenapa ada jaring di dalamnya,” jelas Daniel menatap Salwa begitu intens saat Salwa memainkan benda etnik berasal dari suku Indian yang manis tersebut.

“Salwa, apa kau sudah punya pacar?” tanya Daniel tiba-tiba.

Salwa tersedak mendengar pertanyaan macam apa itu.

“Belum. Eh, tidak! Ummi melarangku pacaran,” jawab Salwa apa adanya.

Daniel hanya menundukan pandangannya dan tersenyum tipis.

“Baguslah,”

Salwa terdiam sejenak mencoba mencerna pertanyaan Daniel.

***

Kepala Tania terasa berat begitu pula matanya sulit digerakkan. Seolah dia butuh energi berlebih untuk bangun dari sisa-sisa kesadarannya.

Satu detik, dua detik, tiga detik,

Akhirnya kelopak matanya perlahan terbuka lebar. Dia masih menyipitkan matanya demi menyesuaikan dengan intensitas cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

“Argh, aku di mana?” panik Tania dengan meremat rambutnya karena merasa pusing luar biasa.

Pandangannya beredar setelah memperoleh sisa-sisa kesadarannya, melihat ruangan asing berwarna putih dan berukuran sempit jika dibandingkan dengan kamar tidurnya. Tatapannya beralih pada pakaian yang dia kenakan. Dia begiru panik saat menyadari jika dirinya memakai kemeja seorang pria.

“Astaga …” gumam Tania dengan berlinang air mata meratapi kebodohannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
jihan sufyan
next kak......
goodnovel comment avatar
Riana Tepuna
makin suka ceritanya terbaiklah menarik perhatian ditunggu lanjutanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dinodai Sebelum Malam Pertama   Extra part

    Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak

  • Dinodai Sebelum Malam Pertama   Bab 95 (happy ending)

    Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k

  • Dinodai Sebelum Malam Pertama   Bab 94

    Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set

  • Dinodai Sebelum Malam Pertama   Bab 93

    Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal

  • Dinodai Sebelum Malam Pertama   Bab 92

    Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk

  • Dinodai Sebelum Malam Pertama   Bab 91

    Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status