Share

Bab 87

Author: Tiffany
last update Last Updated: 2025-08-10 22:42:58

Bab — Hangat yang Tak Pernah Pudar

“Abang sudah pulang?”

Suara itu lirih, nyaris seperti desir angin yang lewat di sela pintu, namun ada getaran lembut yang menyelusup di antara suku katanya—getaran yang mengandung kelegaan mendalam, kelegaan yang hanya lahir dari hati yang telah lama menunggu dengan penuh keyakinan dan kesabaran. Nada suara itu sedikit serak, bukan karena sakit, melainkan karena kantuk yang belum sepenuhnya pergi. Tetapi di balik kabut kantuk itu, ada cahaya bening yang terselip: rasa bahagia karena kehadiran yang telah lama dinanti akhirnya benar-benar ada di depan mata.

Sadewa menghentikan langkahnya sejenak. Hatinya seolah tertahan oleh pertanyaan sederhana itu. Ia mengangguk pelan—gerakan yang nyaris tak terlihat, namun cukup untuk menjawab. “Iya,” ucapnya lirih, suara itu lebih mirip bisikan yang dititipkan kepada udara daripada pernyataan biasa. Meski singkat, kata itu mengandung kehangatan yang mengalir deras dari dadanya. Ada sesuatu yang bergerak di dalam di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 89

    Bab — Jejak TekananUdara siang itu terasa berat dan pengap, meskipun pendingin mobil bekerja tanpa henti pada suhu terendahnya. Butiran embun tipis masih menempel di kaca depan mobil, meninggalkan jejak samar dari sisa hujan pagi yang baru saja reda. Naila duduk di kursi kemudi, punggungnya bersandar namun tubuhnya tampak tegang, seperti ada beban tak kasatmata yang menindih dadanya perlahan-lahan.Tatapannya lurus, menembus kaca depan, tertuju pada bangunan rumah sakit yang berdiri kokoh di hadapannya. Bangunan besar bercat putih itu berdiri angkuh dengan desain modern, dinding kacanya memantulkan cahaya matahari yang tersisa di sela awan. Dari luar, rumah sakit itu tampak bersih, rapi, dan teratur—terlalu steril hingga terasa dingin.Bagi sebagian orang, tempat ini mungkin menjadi simbol harapan, tempat di mana kabar baik lahir dan kesembuhan dimulai. Namun bagi Naila, rumah sakit ini hanyalah pengingat yang kejam. Pengingat akan setiap tatapan tajam, setiap komentar menusuk, dan s

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 88

    Bab — Amarah yang Menuntun ke Jalan GelapUdara malam itu menusuk, dinginnya merayap diam-diam dari ujung kaki hingga ke tulang punggung, seolah sengaja menguji daya tahan siapa pun yang berani berdiri di bawah langit yang muram. Di luar sana, hujan deras mengguyur tanpa ampun, menurunkan butir-butir air yang jatuh seperti benang-benang kaca dari langit, pecah menjadi serpihan di permukaan tanah yang basah. Suara air yang menghantam atap dan jendela menjadi latar suara yang tak pernah berhenti, mengiringi malam yang seakan enggan berakhir.Di dalam rumah besar keluarga Baskoro, ketegangan masih menggantung di udara. Dinding-dinding tebal yang biasanya hanya memantulkan suara langkah dan percakapan formal, kini terasa seperti menyimpan gema percakapan yang baru saja terjadi—percakapan yang bukan sekadar perdebatan biasa, melainkan benturan dua kehendak yang selama ini saling mengukur kekuatan.Tumit sepatu hak tinggi Nyonya Letta menghentak lantai marmer dengan tempo cepat dan teratur,

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 87

    Bab — Hangat yang Tak Pernah Pudar“Abang sudah pulang?”Suara itu lirih, nyaris seperti desir angin yang lewat di sela pintu, namun ada getaran lembut yang menyelusup di antara suku katanya—getaran yang mengandung kelegaan mendalam, kelegaan yang hanya lahir dari hati yang telah lama menunggu dengan penuh keyakinan dan kesabaran. Nada suara itu sedikit serak, bukan karena sakit, melainkan karena kantuk yang belum sepenuhnya pergi. Tetapi di balik kabut kantuk itu, ada cahaya bening yang terselip: rasa bahagia karena kehadiran yang telah lama dinanti akhirnya benar-benar ada di depan mata.Sadewa menghentikan langkahnya sejenak. Hatinya seolah tertahan oleh pertanyaan sederhana itu. Ia mengangguk pelan—gerakan yang nyaris tak terlihat, namun cukup untuk menjawab. “Iya,” ucapnya lirih, suara itu lebih mirip bisikan yang dititipkan kepada udara daripada pernyataan biasa. Meski singkat, kata itu mengandung kehangatan yang mengalir deras dari dadanya. Ada sesuatu yang bergerak di dalam di

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 86

    Bab — Bayang yang Pulang di Tengah MalamSadewa meninggalkan bangunan itu dengan langkah yang sama terukurnya seperti saat ia pertama kali memasuki tempat tersebut. Tidak ada gerakan yang terburu-buru, tidak ada tanda-tanda tergesa, seolah ia mengatur setiap langkah seperti menyusun nada dalam sebuah komposisi yang telah dihafalnya di luar kepala. Pintu besi berat di belakangnya menutup perlahan, menghasilkan dentang rendah yang bergema samar di sepanjang lorong. Suara itu mengiris keheningan seperti gema dari dunia lain—menjadi penanda jelas bahwa ia baru saja meninggalkan satu dimensi yang dingin, steril, dan penuh rahasia, lalu kembali ke udara malam yang lembap dan nyata.Begitu mencapai area parkir bawah tanah, ia merogoh saku jasnya. Jemarinya menemukan kunci mobil—benda logam itu terasa dingin, seolah menyerap suhu ruangan yang berada di bawah permukaan tanah. Ia menekan tombol pembuka. Suara singkat beep terdengar, memantul di dinding-dinding beton yang telanjang. Dalam ruang

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 85

    Bab — Larut yang Menyimpan RahasiaMalam sudah jauh melewati puncak kesibukannya. Jakarta, pada jam-jam seperti ini, seperti sedang kehilangan separuh napasnya. Kota yang biasanya berdenyut tanpa henti kini terasa melambat, nyaris beku dalam sunyi yang jarang ia kenakan. Lampu-lampu kota masih berkelip di kejauhan—di gedung-gedung tinggi, di jalan-jalan utama, di deretan papan reklame yang tetap menyala seakan enggan tidur—namun denyut kehidupan yang biasanya memadati setiap sudut mulai surut. Jalanan yang beberapa jam lalu penuh oleh laju kendaraan kini tampak lengang. Sisa-sisa aktivitas yang tertinggal hanyalah beberapa mobil yang melintas jarang-jarang, dan sesekali motor yang melaju sendirian, menembus dingin malam.Udara yang menyusup melalui celah kecil di jendela mobil terasa dingin, agak lembap, dan membawa aroma samar aspal basah yang masih menguap pelan setelah hujan rintik tadi sore. Bau itu bercampur tipis dengan aroma logam dan debu, khas udara perkotaan yang tertinggal

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 83

    Bab — Langkah Kecil Menuju MandiriPagi itu menyapa dengan kelembutan yang nyaris tak terasa. Udara segar merayap masuk melalui celah jendela yang terbuka, membawa aroma dedaunan basah dan embun yang belum sepenuhnya menguap. Sinar matahari awal tampak malu-malu, menembus tirai tipis berwarna gading, lalu jatuh dengan lembut di lantai dapur yang mengilap. Di atas meja makan, aroma roti panggang bercampur dengan wangi sup ayam bening yang mengepul dari mangkuk porselen putih. Kehangatan itu seperti merangkul siapa pun yang duduk di sekitarnya.Di sudut ruangan, sebuah kereta bayi berwarna krem bergoyang perlahan, nyaris tak bersuara. Langit, buah hati yang menjadi pusat semesta mereka, terbaring di dalamnya. Ia tertidur pulas setelah kenyang meminum susu hangat. Wajahnya tampak tenang, bibir mungilnya sedikit terbuka seolah tengah tersenyum dalam mimpi. Kedua tangannya yang kecil menggenggam, seperti sedang memeluk sesuatu yang tak kasat mata. Kulitnya putih bersih, pipinya mulai terli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status