Share

Bab 88

Penulis: Tiffany
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 20:19:25

Bab — Amarah yang Menuntun ke Jalan Gelap

Udara malam itu menusuk, dinginnya merayap diam-diam dari ujung kaki hingga ke tulang punggung, seolah sengaja menguji daya tahan siapa pun yang berani berdiri di bawah langit yang muram. Di luar sana, hujan deras mengguyur tanpa ampun, menurunkan butir-butir air yang jatuh seperti benang-benang kaca dari langit, pecah menjadi serpihan di permukaan tanah yang basah. Suara air yang menghantam atap dan jendela menjadi latar suara yang tak pernah berhenti, mengiringi malam yang seakan enggan berakhir.

Di dalam rumah besar keluarga Baskoro, ketegangan masih menggantung di udara. Dinding-dinding tebal yang biasanya hanya memantulkan suara langkah dan percakapan formal, kini terasa seperti menyimpan gema percakapan yang baru saja terjadi—percakapan yang bukan sekadar perdebatan biasa, melainkan benturan dua kehendak yang selama ini saling mengukur kekuatan.

Tumit sepatu hak tinggi Nyonya Letta menghentak lantai marmer dengan tempo cepat dan teratur,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 90

    Bab — Pulang Tanpa JejakUdara sore menyambut Naila begitu ia memarkirkan mobil di halaman rumahnya. Langit mulai meredup, cahaya matahari tertahan awan tipis yang menggantung seperti tirai lusuh. Dari luar, rumah itu tampak tenang—cat krem yang sedikit pudar, pagar hitam yang selalu tertutup rapat, dan taman kecil di sisi kiri yang lebih sering dibiarkan seadanya. Tidak ada yang istimewa. Dan memang itulah yang diinginkan Naila: kesan biasa-biasa saja, tanpa tanda-tanda bahwa di balik dinding itu, ia menyimpan agenda yang jauh dari sekadar kehidupan rumah tangga harmonis.Ia keluar dari mobil dengan map cokelat di tangan—map yang mendominasi, tebal, dan terlihat berat. Bukan berat secara fisik, melainkan berat oleh isi yang tersimpan di dalamnya. Dokumen yang baginya hanyalah alat permainan, tetapi bisa menjadi senjata mematikan bila jatuh ke tangan yang tepat—orang yang salah.Pintu rumah terbuka begitu ia menempelkan jempol ke sensor pintu. Aroma kayu manis samar-samar menguar, mun

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 89

    Bab — Jejak TekananUdara siang itu terasa berat dan pengap, meskipun pendingin mobil bekerja tanpa henti pada suhu terendahnya. Butiran embun tipis masih menempel di kaca depan mobil, meninggalkan jejak samar dari sisa hujan pagi yang baru saja reda. Naila duduk di kursi kemudi, punggungnya bersandar namun tubuhnya tampak tegang, seperti ada beban tak kasatmata yang menindih dadanya perlahan-lahan.Tatapannya lurus, menembus kaca depan, tertuju pada bangunan rumah sakit yang berdiri kokoh di hadapannya. Bangunan besar bercat putih itu berdiri angkuh dengan desain modern, dinding kacanya memantulkan cahaya matahari yang tersisa di sela awan. Dari luar, rumah sakit itu tampak bersih, rapi, dan teratur—terlalu steril hingga terasa dingin.Bagi sebagian orang, tempat ini mungkin menjadi simbol harapan, tempat di mana kabar baik lahir dan kesembuhan dimulai. Namun bagi Naila, rumah sakit ini hanyalah pengingat yang kejam. Pengingat akan setiap tatapan tajam, setiap komentar menusuk, dan s

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 88

    Bab — Amarah yang Menuntun ke Jalan GelapUdara malam itu menusuk, dinginnya merayap diam-diam dari ujung kaki hingga ke tulang punggung, seolah sengaja menguji daya tahan siapa pun yang berani berdiri di bawah langit yang muram. Di luar sana, hujan deras mengguyur tanpa ampun, menurunkan butir-butir air yang jatuh seperti benang-benang kaca dari langit, pecah menjadi serpihan di permukaan tanah yang basah. Suara air yang menghantam atap dan jendela menjadi latar suara yang tak pernah berhenti, mengiringi malam yang seakan enggan berakhir.Di dalam rumah besar keluarga Baskoro, ketegangan masih menggantung di udara. Dinding-dinding tebal yang biasanya hanya memantulkan suara langkah dan percakapan formal, kini terasa seperti menyimpan gema percakapan yang baru saja terjadi—percakapan yang bukan sekadar perdebatan biasa, melainkan benturan dua kehendak yang selama ini saling mengukur kekuatan.Tumit sepatu hak tinggi Nyonya Letta menghentak lantai marmer dengan tempo cepat dan teratur,

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 87

    Bab — Hangat yang Tak Pernah Pudar“Abang sudah pulang?”Suara itu lirih, nyaris seperti desir angin yang lewat di sela pintu, namun ada getaran lembut yang menyelusup di antara suku katanya—getaran yang mengandung kelegaan mendalam, kelegaan yang hanya lahir dari hati yang telah lama menunggu dengan penuh keyakinan dan kesabaran. Nada suara itu sedikit serak, bukan karena sakit, melainkan karena kantuk yang belum sepenuhnya pergi. Tetapi di balik kabut kantuk itu, ada cahaya bening yang terselip: rasa bahagia karena kehadiran yang telah lama dinanti akhirnya benar-benar ada di depan mata.Sadewa menghentikan langkahnya sejenak. Hatinya seolah tertahan oleh pertanyaan sederhana itu. Ia mengangguk pelan—gerakan yang nyaris tak terlihat, namun cukup untuk menjawab. “Iya,” ucapnya lirih, suara itu lebih mirip bisikan yang dititipkan kepada udara daripada pernyataan biasa. Meski singkat, kata itu mengandung kehangatan yang mengalir deras dari dadanya. Ada sesuatu yang bergerak di dalam di

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 86

    Bab — Bayang yang Pulang di Tengah MalamSadewa meninggalkan bangunan itu dengan langkah yang sama terukurnya seperti saat ia pertama kali memasuki tempat tersebut. Tidak ada gerakan yang terburu-buru, tidak ada tanda-tanda tergesa, seolah ia mengatur setiap langkah seperti menyusun nada dalam sebuah komposisi yang telah dihafalnya di luar kepala. Pintu besi berat di belakangnya menutup perlahan, menghasilkan dentang rendah yang bergema samar di sepanjang lorong. Suara itu mengiris keheningan seperti gema dari dunia lain—menjadi penanda jelas bahwa ia baru saja meninggalkan satu dimensi yang dingin, steril, dan penuh rahasia, lalu kembali ke udara malam yang lembap dan nyata.Begitu mencapai area parkir bawah tanah, ia merogoh saku jasnya. Jemarinya menemukan kunci mobil—benda logam itu terasa dingin, seolah menyerap suhu ruangan yang berada di bawah permukaan tanah. Ia menekan tombol pembuka. Suara singkat beep terdengar, memantul di dinding-dinding beton yang telanjang. Dalam ruang

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 85

    Bab — Larut yang Menyimpan RahasiaMalam sudah jauh melewati puncak kesibukannya. Jakarta, pada jam-jam seperti ini, seperti sedang kehilangan separuh napasnya. Kota yang biasanya berdenyut tanpa henti kini terasa melambat, nyaris beku dalam sunyi yang jarang ia kenakan. Lampu-lampu kota masih berkelip di kejauhan—di gedung-gedung tinggi, di jalan-jalan utama, di deretan papan reklame yang tetap menyala seakan enggan tidur—namun denyut kehidupan yang biasanya memadati setiap sudut mulai surut. Jalanan yang beberapa jam lalu penuh oleh laju kendaraan kini tampak lengang. Sisa-sisa aktivitas yang tertinggal hanyalah beberapa mobil yang melintas jarang-jarang, dan sesekali motor yang melaju sendirian, menembus dingin malam.Udara yang menyusup melalui celah kecil di jendela mobil terasa dingin, agak lembap, dan membawa aroma samar aspal basah yang masih menguap pelan setelah hujan rintik tadi sore. Bau itu bercampur tipis dengan aroma logam dan debu, khas udara perkotaan yang tertinggal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status