LOGINLaras seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya. Ibu mertua dan iparnya menyalahkannya atas kematian suaminya yang sebenarnya berselingkuh dan meninggal dalam kecelakaan mobil dengan wanita selingkuhannya. Parahnya mereka menginginkan rumah warisan kakek Laras untuk membayar hutang karena menganggap itu harta bersama karena menikah dengan Rizal. Demi menghindari keluarga mertua yang toxic dan melindungi rumah warisan kakeknya, Laras menerima tawaran menjadi pengasuh anak Presdir. Namun siapa sangka dia justru terjerat dengan Ardhan Wikrama, sang Presdir tampan dan dingin, yang membuatnya terjebak dalam hubungan terlarang dengan majikannya. Selain itu Laras menemukan skandal terlarang dan rahasia dalam anggota keluarga Wikrama.
View MoreDalam kegelapan, tak ada yang terlihat jelas. Ruang sempit itu dipenuhi suara serak pria dan erangan lembut seorang wanita. Keringat dan cairan tubuh mereka bercampur tak beraturan. Derit ranjang dan tamparan kulit antar kulit tak henti-hentinya bergema di kamar yang gelap itu.
Laras tak bisa melihat dalam kegelapan, tapi sensasi benda asing dan kenikmatan yang menusuk bagian bawah tubuhnya membuat mulut tak henti-hentinya mendesah. Bibir panas dan basah menghisap bibirnya dengan rakus. “Aahhh~ siapa … kamu siapa … mmnh~” Laras tak bisa menampik kenikmatan yang diberikan orang asing itu di tubuhnya. Dia melingkari kakinya di pinggang pria yang terus mendorong pinggulnya ke tubuhnya dengan beringas. “Sial … jangan menjepitku ….” Suara serak nan seksi berbisik di telinganya sambil menampar pantatnya. Laras terisak memohon memeluk lehernya erat saat pantatnya tiba-tiba terangkat tinggi oleh lengan kekar yang kuat dan daging panas pria itu menusuknya semakin dalam ke dalam tubuhnya bersamaan dengan cairan cairan panas yang memenuhi rahimnya. Laras tersentak dengan napas terengah-engah memandang kosong pada kegelapan di depannya. Tubuh pria itu masih menempel padanya, bibirnya menghisap mulut Laras dengan rakus. Tangannya terangkat meraba-raba wajah pria di depannya. Awan yang menutupi cahaya bulan bergeser menerangi jendela kamar yang terbuka. Laras mencoba menatap wajah buram pria di depannya. “Kamu ….” “Ah!” Laras terbangun kaget, matanya terbelalak lebar dengan napas terengah-engah. Pipinya terasa panas membara karena mimpi intim yang begitu nyata. Namun, itu bukan sekadar mimpi. Itu kenangan pahit yang ia mati-matian coba lupakan. Meski setahun telah berlalu, mimpi tentang dirinya tidur dengan orang lain terus menghantuinya. Ia tak pernah tahu identitas pria yang telah memperkosanya malam itu. Insiden mengerikan yang terjadi setelah jam kerjanya membersihkan kamar hotel. Seorang pria tiba-tiba menarik tangannya masuk ke dalam kamar gelap dan memperkosanya. Namun, sensasi kenikmatan di bawah tubuhnya karena mimpi justru membuatnya menggigil. Laras menarik selimut yang menutupi tubuhnya, lalu mengulurkan tangannya meraba di antara pahanya. Ia meringis merasakan basah di bagian intimnya. "Ya ampun, Laras, apa kamu sudah gila?" bisiknya pada diri sendiri, tak percaya. Bagaimana bisa ia terangsang hanya karena memimpikan pria yang telah memperkosanya? Brak! brak! brak! "Bangun, perempuan pemalas!" Suara teriakan disertai gedoran keras di pintu kayu rumahnya menggema memekakkan telinga, membuat bayi di samping Laras terkejut dan menangis keras. Laras langsung bangkit, terburu-buru menenangkan bayinya. "Sstt, Aidan sayang… tidak apa-apa sayang, cup, cup" "Perempuan sialan, mau sampai kapan kamu tidur!" Kebisingan di luar pintu kamarnya tak juga reda. Laras menatap jengkel sekaligus pasrah. Ia baru saja mendapatkan sedikit istirahat setelah semalam suntuk tak tidur demi merawat Aidan, bayinya yang baru berusia tiga bulan. Aidan lahir tepat ketika Rizal, suaminya, mengalami kecelakaan tragis dan meninggal tiga bulan lalu, bersama dengan wanita selingkuhannya. Sejak saat itu, Yanti, ibu mertuanya, hampir setiap hari datang, membawa keributan dan tuntutan. Sejak kematian Rizal tiga bulan lalu, ekonomi keluarga merosot tajam dan terlilit utang besar. Lebih tepatnya, mertua Laras yang berutang. Namun, karena Rizal tiada, tak ada lagi yang membantu membayar utang atau memberi nafkah pada ibunya yang janda dan adik perempuannya yang masih sekolah. Yanti ingin menjual rumah ini untuk melunasi utangnya, tetapi Laras mati-matian menolak. Tanpa rumah ini, ia dan putranya, Aidan, tak akan punya tempat tinggal. Ia meletakkan putranya di atas tempat tidur dan buru-buru mengikat rambutnya asal-asalan, keluar dari kamar, dan membuka pintu rumahnya. Wajah masam dan galak ibu mertuanya langsung menyambut. "Bu, bisa tidak jangan berisik di rumah orang? Aidan jadi kaget dan menangis," ucap Laras mencoba bicara sopan kepada wanita yang masih berstatus ibu mertuanya itu. "Rumah orang? Ini rumah putraku!" semprot Yanti pedas. "Kamu mau apa di sini?" Laras menanggapi dengan ekspresi lelah, agar segera menyelesaikan pembicaraan dengan ibu mertuanya. Dia terlalu lelah untuk berdebat. Yanti menyodorkan tangannya ke depan Laras dengan ekspresi angkuh. "Beri aku uang." "Uang lagi? Bu, kemarin Ibu sudah minta dua juta, sekarang mau minta lagi?" Laras mengernyitkan dahi. "Lagi pula uang yang aku minta itu punya anakku! Kamu yang pegang tabungannya yang 300 juta itu, kan?" Laras menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menahan kesabarannya. "Uang tabungan itu sudah habis." "Apa?! Kamu apakan uang itu?! Jangan berbohong padaku!" "Bu, Rizal menghabiskan uang tabungan itu untuk selingkuhannya dan juga untuk utang-utang yang Ibu tumpuk," balas Laras datar. “Tidak mungkin sebanyak 300 juta habis begitu saja! Pasti kamu bohong dan menyembunyikannya! Di mana kamu sembunyikan uang itu?! Aku butuh sekarang untuk bayar utang. Hari ini ada orang datang menagih hutang!" Yanti memaksa masuk ke dalam rumah sederhana milik Laras dan langsung menuju kamarnya. Tanpa peduli cucunya yang masih di atas tempat tidur, ia mengacak-acak lemari pakaian Laras. "Bu!" Laras kesal, segera menyusul, dan marah melihat Yanti mengacak-acak lemarinya. Namun, ia membiarkannya karena jika dia mencegah, Yanti akan semakin beringas menuduhnya menyembunyikan uang itu. Memang, uang tabungan Rizal sudah ludes dihabiskan almarhum suaminya untuk selingkuhannya. "Di mana kamu simpan uang anakku, Laras?!" Yanti berseru jengkel setelah mengacak-acak lemari Laras, tapi tak menemukan sepeser pun uang yang dicari. Bahkan buku tabungan pun kosong. "Sudah kubilang, itu tabungan aku dan Rizal. Rizal sudah menghabiskan uang tabungan itu untuk selingkuhannya," balas Laras lelah, menghampiri putranya yang menangis karena teriakan Yanti. "Jangan bohong!" "Terserah. Ibu sudah mengacak-acak lemariku dan tidak menemukan uang, kan? Yang Ibu minta kemarin lusa itu sisa uang duka." "Grrrhh, dasar perempuan boros! Andai saja Rizal menceraikan perempuan tidak berguna sepertimu, dia tidak akan meninggal!" Yanti mencacinya dengan penuh amarah. Ini sudah menjadi caci maki kesekian kalinya sejak tiga bulan Rizal meninggal. Apa pun alasannya, Laras tetap menjadi pihak yang disalahkan saat suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil bersama selingkuhannya. Apakah Laras berduka? Tidak. Suaminya sudah berselingkuh dengan rekan kerjanya sejak Laras hamil. Ia juga lelah menghadapi ibu mertua yang selalu datang ke rumah, meminta uang tabungan Rizal dan menuntut hak atas rumah ini. Laras diam, wajahnya tanpa ekspresi sambil menepuk-nepuk punggung Aidan, menenangkan bayinya. Melihat Laras tidak bereaksi, Yanti mencibir memandang Aidan. "Bahkan anak itu tidak jelas siapa bapaknya, dasar perempuan murahan!" 'Padahal anaknya sendiri yang berselingkuh dan selalu dibela, tapi aku yang selalu disalahkan ,' batin Laras letih menghadapi sifat mertuanya. Pada awal pernikahannya dengan Rizal, mereka tidak dikaruniai anak selama lima tahun, dan Laras dihina sebagai perempuan mandul. Namun, ia dan Rizal tetap mempertahankan pernikahan mereka. Tetapi ketika Laras hamil karena 'insiden' itu, ia menyadari bukan dirinya yang mandul, melainkan suaminya. Ini adalah fakta yang tak akan pernah Laras ungkapkan pada Rizal dan keluarga mertuanya. Sikap Rizal berubah sejak ia pindah kerja di perusahaan tambang, dan ia berselingkuh dengan rekan kerjanya selama dua tahun. Perselingkuhan itu baru terungkap saat Laras hamil. Keluarga Rizal menutupi perselingkuhan itu dan menyalahkan Laras karena tidak bisa 'merawat' suaminya. Sekarang, setelah Rizal meninggal bersama selingkuhannya di mobil, mereka tetap menyalahkan Laras. Anak yang dilahirkan Laras dicurigai sebagai anak dari pria lain karena tidak mirip dengan Rizal. Saat ia akan mengurus perceraiannya, Rizal sudah meninggal lebih dulu, membuat masalah semakin menjengkelkan karena mertuanya merasa berhak atas warisan yang ditinggalkan Rizal. Namun, semua uang tabungan yang mereka kumpulkan bersama sudah ditarik Rizal untuk menafkahi selingkuhannya, hingga Laras tidak memiliki dana untuk biaya melahirkan. Untungnya, tetangga di lingkungan tempat tinggalnya baik hati, menolong Laras membayar tagihan rumah sakit kala itu. "Jika Ibu sudah selesai marah-marah, tolong pergi." Laras meraih Aidan dari tempat tidur dan menggendongnya, menenangkan bayi yang terus menangis. "Tsk!" Yanti sangat jengkel karena tak mendapatkan apa pun yang ia inginkan. "Bagaimana dengan rumah ini? Kamu belum ingin menjualnya?" "Mengapa akuharus menjual rumahku?" balas Laras dingin. "Ini juga rumah Rizal! Kami tetap berhak atas warisan Rizal! Kamu harus menjual rumah ini agar kami mendapatkan bagian! Jika tidak mau jual rumah ini, beri kami lima puluh juta sebagai ganti bagian dari rumah ini!" Laras menatap ibu mertuanya datar. Ini adalah rumah warisan kakeknya yang diberikan saat ia menikah. Keluarga mertuanya berpikir rumah ini adalah harta bersama, karena itu mereka menuntut bagian dari rumah ini sejak Rizal meninggal. Laras tidak akan pernah memberikannya pada keluarga Rizal atau menjualnya. "Ini adalah rumah warisan dari kakekku, dan aku tak akan menjual atau memberi kalian bagian apa pun dari rumah ini." "Kamu…!" “Tolong pergi sebelum aku memanggil polisi dan tetangga untuk mengusirmu.” “Dasar perempuan murahan!” Yanti menggeram kesal menarik rambut Laras lalu bergegas pergi. Laras menghembuskan napas dalam-dalam setelah Yanti pergi. Kulit kepalanya sakit saat ditarik Yanti. Jika dia tidak sedang menggendong Aidan, dia mungkin membalas ibu mertuanya. Meski tinggal beda tempat, ibu mertuanya masih sering datang untuk membuat keributan di rumahnya sejak Rizal meninggal. Dia sangat tidak tahu malu menginginkan rumah milik Laras yang dia dapatkan dari kakeknya. Apalagi jarak tempat tinggal mereka tidak begitu jauh hingga mudah bagi Yanti untuk datang ke rumahnya. “Maaf ya sayang, kamu pasti takut ….” Laras berbisik lembut pada bayinya. Tangisan Aidan sudah mereda. Matanya berkaca-kaca dan memerah. Untuk lepas dari keluarga mertua, mungkin dia harus menjual rumah ini dan pindah ke tempat lain. Namun rumah ini adalah peninggalan kakeknya dan Laras tumbuh besar di rumah ini. Dia tidak ingin menjualnya. Orang tuanya merantau puluhan tahun tidak pernah pulang. rumah ini begitu berharga bagi Laras karena dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Sekarang dia sudah tidak punya uang ataupun tabungan. Dia berhenti bekerja sebagai pelayan hotel setahun lalu sejak hamil. Dia sudah berusaha melamar kerja, tapi sekarang sudah sulit untuk mendapat pekerjaan dan dia tidak tega meninggalkan putranya yang masih bayi. Aidan hampir meninggal saat dia menitipkannya satu jam pada adik iparnya. Aidan ditinggal di tempat tidur dan menangis terus menerus tanpa diberi susu. Sejak saat Laras takut menitipkan bayinya pada siapapun. Dia sangat putus asa dengan kondisinya saat ini. ."Meski Kak Rizal sudah meninggal, kalian belum cerai dan aku masih iparmu. Kita masih keluarga, jangan kejam seperti ini. Hanya kita satu-satunya keluarga kamu, Kak Laras." Sandra menepis tangan Laras yang mencengkeram tangannya dengan kuat."Kalau ada apa-apa sama kamu, kamu tetap akan mencari kami, karena kamu hanya yatim piatu tanpa sanak keluarga.""Sandra …." Laras mendesis dengan suara dingin."Silakan pergi sebelum aku benar-benar menelepon polisi untuk menyeretmu keluar dari rumahku. Dan … kapan aku pernah bergantung pada keluarga kalian? Meski aku dan Rizal belum bercerai, bagiku kami sudah bercerai sejak dia berselingkuh dariku! Sekarang pergi!""Lalu bagaimana dengan Kak Laras? Kak Laras juga berselingkuh dari kakakku, kan?""Apa maksudmu?" Sandra menatapnya tajam."Aku tahu kakakku itu tidak subur, karena itu kalian tidak punya anak selama lima tahun. Lalu bagaimana Aidan bisa lahir? Itu pasti karena kamu berselingkuh dari Kak Rizal!"Laras tertegun menatap Sandra. "Kamu …
Sinta menatap mereka ingin tahu, tapi tidak coba menyela. "Uhmm ...." Dian semakin gugup karena tidak ada tanggapan dari Ardhan, namun tatapannya begitu sangat berbisa terus menerus tertuju padanya.Ardhan berusaha menahan amarah di dadanya. Jelas sekali Dian sedang memperhatikan pantat Laras. Tatapan begitu kotor hingga dia ingin mencongkel mata Dian dari rongganya. Merasa situasi tidak membaik karena Ardhan masih menatapnya tajam, Dian mencoba membuat alasan untuk pergi."Sayang, bukankah kita harus menyiapkan makan malam untuk Ardhan? Ayo, aku akan membantumu. Ardhan, kamu bisa istirahat di kamar tamu yang sudah disiapkan. Aku akan membantu istriku masak."Dia tersenyum dengan sopan lalu berdiri dari sofa dan menghampiri Sinta, membawanya pergi."Sayang, apa tidak apa-apa meninggalkan Ardhan sendirian saja?" Tanya Sinta saat Dian membawanya pergi menjauh dari ruang tamu, meninggalkan Ardhan sendirian."Aku sudah menemaninya mengobrol selama satu setengah jam, aku yakin Ardhan sud
"Ini adalah Presdir dari Wikrama Group. Anak tiri kakakku. Dia menginap di rumah kami karena sedang dinas untuk memeriksa kantor cabang Wikrama Group di Bandung," ujar Sinta dengan nada bangga dalam suaranya. Lalu melanjutkan kalimatnya pada Laras. "Ardhan sempat menanyakan kamu karena istrinya kesulitan menjaga Chloe karena pengasuh baru tak mampu merawat Chloe. Mereka sudah berganti dua pengasuh hanya dalam satu minggu.”Wajah Laras membeku, tidak tahu bagaimana menanggapi ucapan Sinta."Kak Sinta sungguh berkerabat dengan keluarga Wikrama? Hebat banget!" Sandra menanggapi ucapan Sinta dengan suara memuji yang berlebihan. "Keluarga Kak Sinta sudah jadi konglomerat."Sinta meliriknya dan berkata dengan acuh tak acuh. "Aku tak mengundangmu ke sini. Pergilah, jangan mengganggu di sini."Sandra mengerucutkan bibirnya meraih lengan Laras. "Aku hanya ingin ikut Kak Laras. Ini sudah mau malam dan rumahku jauh. Aku akan menginap di rumah Kak Laras."Laras menarik lengannya dari tangan Sandra
Mobil itu sangat familiar, seperti BMW hitam yang selalu dikendarai Ardhan.Ardhan memiliki kesukaan untuk mengoleksi mobil dari merek BMW. Bahkan garasi keluarga Wikrama lebih banyak terparkir mobil BMW dibandingkan jenis mobil merek lain yang dipakai anggota keluarga Wikrama yang lain.Laras sudah beberapa kali menaiki mobil itu dan akrab dengan mobil BMW yang dikendarai Ardhan Wikrama.Namun ketika dia melihat plat nomor mobil itu berbeda, Laras menghembuskan napas yang tanpa sadar di tahannya.Konyol jika dia berpikir Ardhan ada di sini sekarang.Namun mobil itu bukan mobil yang dipakai Sinta atau Dian. Mungkinkah mereka membeli mobil baru? Atau ada tamu yang datang berkunjung di rumah mereka?"Kak Laras, sedang apa?" Sandra berdiri di sampingnya lalu menatap mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Shinta."Wah, itu mobil yang sangat mewah. Apa itu jenis mobil BMW keluaran terbaru? Aku bisa tahu karena salah satu teman kampusku punya mobil seperti itu. Sepertinya tetanggamu j
"Hmm ...." Laras menanggapi dengan acuh tak acuh mulai berjalan mencari susu formula untuk Aidan."Baiklah, aku anggap Kak Laras sudah memaafkan kami," kata Sandra dengan riang lalu menyusul Laras."Wah, Aidan sudah tumbuh tambah besar dan gemuk. Lihat wajah lucu dan kulit putihnya, dia sangat mirip dengan Kak Rizal." Sandra mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Aidan di stroller.Laras langsung menahan tangannya."Apa yang kamu lakukan?" Tanyanya dengan waspada. "Aku hanya ingin memegang pipi Aidan.""Apa kamu sudah mencuci tangan?""Uhmm apa itu perlu?" Sandra mengernyit.Laras mendorong tangan Sandra menjauh dari wajah Aidan."Kulit anak-anak itu sensitif. Jadi jangan sembarang mencubit atau memegang Aidan," balas Laras datar.Sandra ingin memutar matanya mendengar kata-kata Laras. Namun karena dia sedang ingin berbaikan dengan Laras, dia menahan sikap yang seperti biasa."Oh, aku tidak tahu hehehe ... Omong-omong Kak Laras banyak uang ya? Kamu bahkan bisa membeli stroller yan
Sebelum pulang, Laras singgah di sebuah toko supermarket untuk membeli kebutuhan popok dan susu untuk Aidan. Dia kebetulan bertemu Sandra, mantan adik iparnya."Kak Laras, apa kabar?" dia menyapa Laras dengan sikap yang sangat ramah.Laras menatapnya sesaat dengan sebelah alis terangkat.Sandra, adik iparnya yang dulu selalu bersikap ketus dan mengompori hubungan Laras dan Rizal agar mereka bertengkar, lalu menghasut ibu mertuanya untuk membenci Laras.Laras membuang muka dan mendorong stroller Aidan menjauh. Dia sudah memutuskan untuk menjauh dari keluarga mertuanya yang toxic dan tidak ingin terlibat apapun dengan mereka."Kak Laras, tunggu!" Sandra buru-buru mengejarnya lalu berjalan di sebelahnya. "Kak Laras, kapan pulang?" Dia bertanya dengan nada yang sangat ramah dan manis."Minggu lalu," balas Laras datar, malas meladeni mantan adik iparnya namun dia tidak mau bertengkar saat sedang berbelanja di supermarket karena dia tahu Sandra tidak akan berhenti meski dia mengabaikannya.






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments