Naura terduduk didalam kamar dengan air mata yang luruh dari kedua pelupuk matanya. Ia kira Helena benar-benar baik padanya, ternyata wanita itu juga memiliki tujuan tertentu. Pintu kamar tiba-tiba diketuk, Naura mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk. Sania masuk langsung duduk didepan Naura, ekspresinya terlihat sangat khawatir. Tanpa basa-basi ia berkata, "Nyonya muda, Anda nggak perlu menganggap serius ucapan Tuan Ghani. Karena Tuan Ghani itu masih labil ... " Naura langsung memotong ucapan Sania, "Bibi nggak perlu khawatir, selama statusku masih menjadi istri Liam dan menantu mama Helena, aku akan tetap mengabdi pada mereka." "Tapi ... Ucapan Tuan Ghani itu banyak yang tidak benar ... " Ekspresi Sania tiba-tiba berubah ragu saat ingin mengatakannya lebih lanjut. Naura menggeleng seraya memperlihatkan senyuman manis. "Bibi nggak perlu menjelaskan apapun. Aku tahu Ghani itu membenciku, karena salah paham ... Dia sangat mencintai adikku Laura." Sani
Di dalam mobil mewah yang mengilap, sunyi menyelimuti ruang itu seperti bisu yang menekan dada. Naura duduk membeku, matanya menatap lurus ke depan, namun pikirannya berputar liar. Perubahan sikap Liam yang tiba-tiba membuat hatinya bergemuruh, jantungnya berdegup tidak menentu seolah siap pecah kapan saja. Tangan Liam yang terulur di sampingnya memperlihatkan noda merah pekat di ujung lengannya—darah yang berkilau di bawah sinar matahari, terasa dingin dan mengerikan. Naura menelan ludah, napasnya tercekat. Ia menatap ke arah wajah suaminya. Tatapan Liam kepadanya menusuk, dingin dan penuh amarah yang membara. Suaranya, berat dan dalam, memecah keheningan itu, "Kamu pasti sedikit ketakutan dengan darah ini. Ini bukan darahmu yang aku ambil sewaktu jadi vampir. Ini adalah darah para penghianat, siapapun yang berkhianat padaku. Taruhannya nyawa!" Kata-kata itu menggetarkan jiwa Naura. Rasa takut merayap di setiap urat nadinya, membungkam semua keberanian yang sebelum
"Menyingkirkan!!" Kata Daniel marah, saat langkahnya dihalangi oleh Gio. Sementara para bawahan Liam mulai menunjukan taring mereka dengan mengeluarkan pistol. Gio yang melihat situasi semakin tidak kondusif, tentu saja tidak bisa membiarkan Daniel menjadi korban. Lantas ia pun tidak memiliki pilihan lain selain melumpuhkan Daniel dengan menepuk pundak belakangnya, guna membuat atasannya itu pingsan. "Tuan maafkan saya, saya terpaksa melakukan semua ini untuk keselamatan Tuan sendiri. Ini adalah perintah Tuan Gunawan," kata Gio seraya menyingkirkan tubuh Daniel dari tempat ini. Sedangkan Liam melirik ke arah kaca besar yang ada di ruangan, ia tersenyum penuh arti. "Ini adalah sebuah peringatan, agar kamu nggak bermain-main denganku." *** Di dalam kelas, Naura terus berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugasnya yaitu menciptakan game baru. Naura duduk tegak di kursi kelas A1 yang mewah, tatapannya terpaku pada layar holografik yang melayang di depannya. Jari-ja
"Saham?" tanya Naura memastikan. Liam mengangguk, tatapan begitu dalam pada Naura. "Aku tidak mau melihat ada orang yang merendahkan mu lagi. Walaupun nantinya pernikahan ini nggak bisa dilanjutkan, tapi kamu bisa hidup dengan baik." Ucapan Liam langsung membuat jantung Naura berhenti berdetak seketika. Ada rasa kecewa dan juga sakit, tapi ia buru-buru mengubah mimik wajahnya menjadi senyuman. "Tapi ... Saham ... " ucapan Naura terhenti. Liam menyela ucapannya. "Kamu nggak perlu merasa sungkan. Tanpa bantuanmu, mungkin aku sudah mati sekarang. Ini hanya hal kecil bagiku." Naura pun mengangguk. "Naura tolong jangan sedih, kamu harus jadi orang yang materialistis. Dengan saham ini, nggak ada lagi orang yang menindas mu. Bahkan nantinya setelah tidak lagi menjadi bagian dari keluarga Arnold. Kamu bisa hidup dengan baik bersama ibumu." Naura menyakinkan dirinya sendiri, bagaimana pun dia tidak boleh serakah dengan meminta hati suaminya. Sekarang hidupnya juga berubah jau
Liam menggertakkan gigi-giginya, ntah kenapa ia merasa tidak senang saat tangan Naura dipegang oleh Daniel. "Apa yang ingin kamu lakukan? Dia istriku!!" Ia berusaha menjauhkan tangan Daniel, tapi Daniel malah semakin mengeratkan pegangan tangannya. Wajahnya terlihat menantang Liam. Walaupun Liam menjauhkan tangan Daniel dari tangan istrinya dengan kekuatan rendah, ia bisa melihat jika Naura merasa kesakitan. Akhirnya ia tidak lagi menarik tangan Daniel, karena hal itu malah akan menambah rasa sakit yang dirasakan oleh Naura. Jadi sekarang posisinya, tangan Naura yang satu dipegang lembut oleh Liam, tangan satunya lagi dipegang erat oleh Daniel. Ucapan Liam membuat semua orang yang berada disana merasa terkejut. Karena sebagai pengusaha nomor satu dinegeri ini, bukankah harusnya ada berita yang tersebar jika Liam sudah menikahi Naura. Tapi, selama ini berita yang tersebar diluar sana, hanya memberitakan tentang kematian Liam yang masih simpang siur. Beberapa ora
Pagi itu, sinar matahari menembus sela pepohonan rindang di jalan belakang mansion, menciptakan bayangan hangat yang menari-nari di aspal. Liam yang merasakan kekhawatiran yang dilandasi istrinya pun bertanya, "Apakah ada yang kamu khawatirkan sekarang?" Bagaimana pun juga, sekarang ini ia masih membutuh darah Naura, jadi ia harus menjaga darah itu. Naura langsung menggeleng, "Nggak ada ... " katanya bohong. Sesekali ia nampak mencuri pandang ke arah suaminya, "Kenapa sekarang ini aku merasa jika suamiku sangatlah manis? Tidak seperti rumor diluar sana yang mengatakan, jika Liam adalah orang yang kejam dan juga berdarah dingin." Ekspresi Liam menunjukkan, jika pria itu seperti tidak mempercayai ucapannya. Naura yang tidak punya pilihan lain memilih untuk menggenggam tangan Liam erat, langkah mereka seirama menyusuri jalan kecil yang sepi, dikelilingi bunga-bunga yang mulai bermekaran. Saat mereka tiba di depan sebuah rumah mungil, namun tampak anggun dengan cat putih