Demi uang, ayah kandungnya menjual Naura Serene kepada seorang pengusaha nomor 1 di negeri ini. Naura akan dijadikan tumbal dengan menjadi pengantin untuk anak pengusaha nomor 1 yang sudah terbujur kaku didalam peti mati. Saat prosesi pernikahan berlangsung, Naura dimasukkan kedalam satu peti mati bersama suaminya dan dikubur bersama. Akankah Naura bisa mengeluarkan suaminya dan dirinya dari alam kematian?
View MoreNaura Serene terbangun dari tidurnya, mendapati dirinya yang sudah berada diatas Altar pernikahan.
"Apa yang terjadi?" celetuk Naura tanpa sadar, dia melihat ke sekeliling sesaat setelah ia bangun dari tidurnya. Disampingnya terdapat sebuah peti mati yang bersegel dengan jimat kuno, bahkan didepannya banyak tamu yang duduk di barisan kursi. Dia melihat Ayah dan juga ibu tirinya yang duduk dengan santai di kursi bagian depan. Mereka yang melihatnya terbangun, lantas berjalan pelan ke arahnya. Kedua bola mata Naura membulat sempurna. Teringat sikap ayahnya dan ibu tirinya semalam yang tiba-tiba baik terhadapnya bahkan semalam mereka berdua meminta maaf atas kekejaman yang mereka buat selama ini. Ia kira, perubahan sikap dari kedua orangtuanya kepadanya karena mereka ingin berubah, ternyata mereka memiliki tujuan lain. "Pengantin wanita sudah terbangun!" Seru suara seseorang. Saat ayah dan ibu tirinya berdiri dihadapannya, Naura yang masih lemas bertanya, "apa yang kalian lakukan?" Ayah kandung Naura, Thomas Alfa tersenyum licik. "Ayah akan menikahkanmu pada Tuan muda Liam Arnold." Kedua bola mata Naura langsung membelalak sempurna. Siapa yang tidak mengenal Liam dari keluarga Arnold? Liam Arnold adalah pewaris tunggal keluarga Arnold yang menderita penyakit aneh. Hidupnya digadang-gadang tidak akan bertahan lama. Dan seminggu yang lalu, seluruh kota dihebohkan dengan berita kematian mendadak Liam Arnold. Naura menggeleng, "Tidak ayah, Tuan muda Liam sudah meninggal. Aku tidak mungkin menikah dengan seorang yang sudah menjadi mayat." Naura berusaha untuk bangkit, tapi kakinya terasa lunglai. Bahkan tubuhnya tidak bertenaga. Ibu tirinya, Diana Alfa menimpali, "kamu harus menjadi tumbal. Agar Tuan Muda Liam bisa meninggal dengan damai di alam baka." Air mata luruh dari kedua pelupuk mata Naura, ia menatap ayahnya dengan tatapan memohon. "Ayah aku tidak mau menjadi tumbal. Aku putri kandungmu!" "Naura, perusahaan keluarga kita sekarang ini berada diambang kehancuran. Ayah membutuhkan banyak uang untuk pengobatan adik mu yang sakit. Kamu harus berkorban!" "Ayah, bukankah aku juga anakmu? Kamu sungguh tidak adil, kamu menukar nyawaku demi nyawa anakmu yang lain!" teriak Naura, kedua bola matanya menunjukkan keputusasaan yang mendalam. "Sampai kapanpun anak kandungku hanya Laura Alfa, karena kamu hanya anak haram yang terlahir dari rahim wanita hina itu," sahut Thomas, dia menatap putri kandungannya penuh kebencian. "Dan mulai sekarang, kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi." Diana menatap suaminya penuh kebahagiaan. "Kalau dulu ibumu tidak menggoda ayahmu bahkan menyerahkan tubuhnya. Pasti kamu tidak akan pernah terlahir ke dunia ini, sekarang waktunya kamu membalas budi pada kami yang selama ini membesarkanmu!" jelas Diana, tatapannya penuh kebencian saat menatap ke arah putri tirinya. "Diana ayo kita pergi dari sini! Ritual penguburannya akan segera dimulai!" ajak Thomas pada istrinya. Diana pun mengangguk lalu meninggalkan Naura yang masih menangis histeris. "Kalau begini putriku akan menjadi pewaris tunggal," gumamnya. Naura menatap punggung ayahnya yang menjauh dengan hati yang pedih. Dia selama ini sudah berusaha menjadi anak yang baik, bahkan selalu mendapatkan peringkat satu disekolah. Tapi hanya siksaan dan ucapan pedas yang keluar dari mulut ayahnya, padahal selama ini Naura juga sering mendonorkan darahnya untuk Laura. Bahkan sampai sekarang, bekas luka ditubuh Naura masih terlihat dengan jelas karena kekejaman ayah kandung dan ibu tirinya. Naura dikerubungi oleh beberapa wanita, Ia yang masih dalam posisi tertidur dirias wajahnya. Bahkan rambutnya juga sanggul, mereka terlihat sangat profesional. Setelah selesai, seorang berpakaian biksu menghampirinya. "Kamu hafalkan mantra ini. kamu baca terus saat tubuh kamu dan Tuan muda Liam disatukan dan dikubur didalam tanah." Bulu kuduk Naura meremang, setelah mendengarkan penjelasan orang berpakaian biksu itu. "Apakah nanti saya akan dimasukkan ke dalam peti mati itu?" tanya Naura tanpa sadar. "Iya," jawab biksu itu seraya mencipratkan air ke tubuh Naura. Tiga biksu lain datang menghampiri, mengelilingi Naura dengan membacakan mantra. Seorang wanita yang berumur sekitar 40 tahunan datang menghampiri dan bertanya pada biksu yang mencipratkan air. "Apakah putraku bisa hidup kembali?" Tanyanya. Biksu itu menjawab, "gadis ini memenuhi persyaratan. Dia masih suci, tapi untuk hidup kembali atau tidak. Kita pasrahkan takdir yang diatas." "Jadi kalau putraku tidak hidup lagi, gadis ini juga akan ikut mati?" tanya Helena Arnold, ibu kandung dari Liam Arnold. Biksu itu menjawab dengan nada enggan, "Iya." Sementara Naura yang baru saja mendengar jawaban biksu itu ketakutan, bahkan tubuhnya menggigil hebat. "Apakah setelah ini aku akan mati?" gumam Naura, air mata luruh dari kedua pelupuk matanya. Padahal dia sudah bertekad, setelah kelulusan akan pergi dari rumah untuk mencari keberadaan ibu kandungnya.Kanaya masuk ke dalam kamar mewah Liam. "Kamu menunggu sampai nggak pergi ke kantor?" tanya Kanaya percaya diri. Liam yang baru saja membuka matanya, nampak kesal. Ia kira yang datang berkunjung adalah istrinya, ternyata Kanaya. "Buat apa kamu kesini?!!" tanyanya dengan nada ketus. Jujur saja, hati Kanaya terasa sangat sakit. Biasanya Liam selalu bersikap manis dan menyayangi dirinya, tapi sekarang pria itu begitu membencinya. Walaupun Kanaya tahu, alasan kemarahan Liam. Dia pun, jika ada diposisi Liam tentu akan marah juga. Tapi ntah kenapa sekarang Iki ia benar-benar merasa tidak rela. "Apakah kamu marah karna aku yang datang? bukan istrimu," tebak Kanaya. "Kalau nggak ada yang penting! Lebih baik kamu keluar dari sini," ujar Liam, guna mengusir Kanaya. "Liam, aku udah luangkan banyak waktu untuk kamu. Aku mohon, kamu jangan usir aku!!" Liam tersenyum sinis, ia merasa geli dengan respon Kanaya. "Kenapa aku nggak boleh mengusir orang yang meracuniku dan ber
Keesokan paginya, Liam kembali muntah darah. "Tuan, saya akan memanggil dokter agar menyuntikkan penawarnya." ujar Dylan seraya mengambil ponsel yang ada disaku celananya. Saat telepon baru terhubung, Liam berkata, "Nggak perlu menelpon dokter. Sepertinya nyawaku sekarang nggak begitu berharga." Dylan buru-buru mengakhiri panggilan telepon, lalu ia menatap wajah putus asa atasannya. "Tuan ... " Liam mengibaskan tangannya, seolah-olah menyuruh Dylan segera pergi meninggalkan kamarnya. Melihat Dylan yang masih mematung, tidak segera keluar dari kamar. Liam berkata lagi, "Keluarlah!! Aku lelah, aku mau tidur dulu!" "Baiklah, saya ijin keluar," sahut Dylan yang tidak memiliki pilihan lain, selain menyetujui permintaan dari Liam. Liam memejamkan matanya, bayang-bayang Naura berkata pada Steven, jika dia masih mencintai Daniel masih terngiang-ngiang didalam otaknya. Ntah kenapa ia merasa tidak rela, jika istrinya itu mencintai pria lain. Bahkan ada rasa sakit didalam lub
Langkah kaki Naura terhenti, setelah mendengar pengakuan Steven. Sontak saja ada rasa takut dalam hatinya, mengingat luka Steven waktu itu. Sepertinya Steven memang bukan orang baik, bahkan nyawanya menjadi incaran banyak orang. Liam dari kejauhan semakin mengepalkan tangannya, saat mendengar pengakuan cinta Steven pada istrinya. Dylan yang sangat memperdulikan Liam, tak kuasa berkomentar. "Tuan, sepertinya tuan Steven beneran jatuh cinta pada nyonya. Saya malah merasa takut kalau nantinya tuan muda malah akan bermusuhan dengan tuan Steven." Wajah Liam nampak acuh tak acuh, saat mendengarkan komentar dari Dylan. "Aku nggak peduli dengan pertemanan, jika nantinya aku beneran menginginkan Naura." "Ntah siapapun orang itu nggak berhak menghalangi jalanku, contohnya dulu saat aku benar-benar ingin bersama dengan Kanaya. Bahkan ibuku saja tidak bisa menghentikan ku." Maksud dari ucapan Liam adalah, jangankan Steven yang notabene hanyalah teman. Ibunya saja yang dulu pernah me
Makan malam di ruangan ruko Naura berlangsung dengan suasana yang tampak tenang di permukaan, namun napas tegang terasa mengalir di antara mereka. Helena duduk dengan senyum tipis, matanya tajam mengamati setiap gerak Steven yang tanpa malu-malu terus melirik dan sesekali berusaha menyentuh tangan Naura saat berbicara. Naura sendiri berusaha tersenyum sopan, tapi dadanya berdebar tidak nyaman. Sikap Steven sekarang ini sungguh di luar batas. Di sisi lain, Karina menatap Steven dengan sorot mata penuh waspada, rahang mengeras, ia tahu sikap Steven begini putrinya, karena dirinya adalah penolongnya. Tapi, bukan begini caranya. Sementara Sania yang duduk di ujung meja menegakkan punggung, tangannya terkepal di bawah meja menahan rasa jengkel yang sulit disembunyikan. Steven, dengan gaya santai tapi jelas menggoda, sesekali melemparkan candaan yang membuat suasana semakin memanas, terutama ketika ia menyebutkan hal-hal kecil yang hanya diketahui oleh Naura dan dirinya.
Steven berujar dengan nada lirih, "ternyata dugaan ku tidak salah. Liam adalah suaminya Naura." Lalu ia teringat, saat sebelumnya ia berada dikedai Naura dan Liam membuntutinya disana. Kaduanya tampak canggung dan berjarak, dan berkata seolah-olah tidak mengenal satu sama lain. Sebuah pemikiran tiba-tiba melintas di benak Steven. "Apa mungkin Liam menikahi Naura karena terpaksa, sebab gadis itu hamil?" duganya. Namun, Steven ragu dengan asumsi itu, mengingat jarak usia Naura dan Liam yang terpaut lebih dari lima tahun. Naura adalah gadis baik, yang tak mungkin sengaja menggoda sahabatnya sejak awal. Begitu pula Liam, sosok yang dingin dan sulit didekati. Steven sering mengajaknya ke klub, tapi Liam tetap kaku dan tertutup. Meski ada rasa tidak nyaman dalam diri Steven saat menyadari bahwa gadis yang ia sukai adalah istri sahabatnya, kini hatinya sedikit lega mengetahui Liam dan Naura akan segera bercerai mengingat keduanya tidak saling cinta. Ia bahkan tak kebe
"Liam semua ini!" ujar Kanaya mencoba membela diri. Tapi sebuah alasan logis sulit keluar dari otaknya. Liam menyela, "Apakah cara membuktikan cintamu, itu dengan cara membunuhku?" Kanaya bingung, darimana Liam mengetahui semua rencananya. Kanaya pun akhirnya teringat, Liam pingsan dan koma sebelum ia melakukan kesepakatan dengan Helena. Jadi tidak mungkin Helena mengatakan sesuatu yang belum terjadi pada Liam, apalagi seingatnya sebelum pingsan. Liam masih sibuk mengurus Naura dan ibunya. Tiba-tiba lamunan Kanaya buyar, saat Liam mengatakan. "Aku setuju untuk menceraikan Naura sebagai syarat, tapi aku nggak setuju kalau harus menikahimu." Sontak tanda tanya besar terucap dari bibir Kanaya, "kenapa? Bukankah kamu sangat mencintaiku?" "Cinta?" ujar Liam dengan tawa sinis, lalu ia melirik Kanaya tajam. "Dari awal kamu berniat membunuhku? Kamu ingin mendapatkan cinta dariku, nggak usah mimpi!" Kanaya tertegun, ntah kenapa hatinya merasa sakit setelah Liam mengatakan tid
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments