Beranda / Romansa / Dipaksa Nikah / 10. Clark Kent KW 3

Share

10. Clark Kent KW 3

Penulis: Abarakwan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-23 10:06:24

Aku masuk ke kamarku dan menyalakan laptopku sambil berbaring di kasur super empukku, aku akan menghubungi Evan, si superman yang merangkap pengikut setiaku lewat aplikasi skype. Kuhubungi dia dan dalam dua kali panggilan, muncullah wajah Clark Kent kw.3 di monitor laptopku.

"Evan... you must help me..!" Aku berteriak pelan ke headset yang kupasang agar pembicaraanku tidak didengar siapapun.

"Help?" Tanyanya gak connect, bingung dengan ekspresi lebayku barusan.

"Yup... Bokap gw mau ngawinin gw sama om-om dari Brunei..!!" Jawabku dengan dramatis ke sohib kelahiran Melbourneku ini.

"Soo...??" Jawabnya lagi.. ihh ni anak, otaknya rakitan mana sih.. lemot banget gak loading-loading. Aku diam sambil memelototi layar laptop, menunggu si superman abal ini nyambung dan menangkap maksudku.

"Oh... my... Gosh... really??" Teriaknya lebay, "tell me... tell me..," dan akhirnya aku menceritakan kejadian aku di sofa ruang tamuku itu.

Evan adalah mahasiswa jurusan hukum di kampusku, sedangkan aku mengambil jurusan fotografi di kampus yang sama, kami bertemu pada homecoming yang berisi mahasiswa-mahasiswa upperclass, alias populer, dan si Evan ini salah satu bintangnya kampus, ganteng, kulit kecoklatan karena berjemur dan dia pemain basket andalan kampus. 

Aku yang saat itu jadi trending di kampus karena fashion keluaran terbaru yang selalu nempel di tubuhku diundang ke kasta kelas atas itu dan mengenal Evan lalu akrab dengannya saat itu juga.

Evan memberitahuku bahwa aku bisa mengatakan tidak saat acara pernikahanku nanti, dia bilang, kan kamu pasti ditanya bersedia nikah apa enggak sama om-om itu. Humm... sesaat aku optimis dengan masalah ini, badai pasti berlalu, yupp... Evan benar. Lalu, 1 menit kemudian aku termenung menatap wajah Evan di monitor ku, ada kalung berbentuk salib di lehernya. Hish... Evan sableng.

"Evaaan.... Im a moslem!!!" Teriakku sambil berbisik kepadanya.

"So what??" Tanyanya gak berdosa.

"Beda lah.. yang berhak menikahkan aku tu ya cuma si papi, kalau papi udah acc, aku ga bisa bilang enggak," jelasku padanya.

"Its not fair..!!" Teriaknya lagi.

Mungkin yang sableng di sini adalah aku, bertanya kepada teman beda bangsa, budaya dan agama.

"But.. itu hukumnya di kami... Evan.. tell me.. I'm dead!" Ucapku lemas dan menutup mataku sejenak.

"You're dead!" Jawabnya sambil ketawa dan malah menyuruhku menikmati pernikahanku dengan om-om tajir asal Brunei.

 

"Kau senang teman cantikmu harus berending tragis seperti ini? bahkan captain tim football di Aussy minta aku pacaran sama dia.. aku tolak. Famous loh dia! Dan sekarang nasibku mau dinikahin dadakan sama om-om pula!"

"Aku sedih, tapi... mungkinkah itu sebuah karma?" Evan tertawa kencang, "Itu karma untukmu yang bertingkah seperti princess dan menolak pria-pria yang naksir dengan kamu!"

"Jahat! How could you! Jangan-jangan kamu sekongkol sama papi!"

"Kenal aja enggak... sekongkol lagi! Udah... enjoy deh... tanggung enak!" Ucapnya cekikikan, sungguh kalau ia secara fisik ada si Jakarta, aku akan menghajarnya habis-habisan. 

Kesal, aku putuskan koneksi video call dari temanku itu dan memutuskan untuk mengistirahatkan badanku, berharap tidur bisa menghapus kenyataan pahit hidupku.

Keesokan harinya, sesuai dengan kebiasaan keluarga ini, sarapan bersama, saat yang dulu selalu kunanti karena satu-satunya waktu berkumpul dengan keluarga, namun sekarang menjadi saat yang paling menakutkan. Kenapa? Karena harus berhadapan dengan papiku. 

Saat ini, aku sedang duduk di meja makan, memandang ke arah papi dengan mata anak kucing terlantar yang minta diberi susu, aku berharap si papi mau mengkasihaniku dan membatalkan rencana konyol itu. 

Aku sudah merencanakannya sejak pagi tadi, berpakaian tertutup dipadu dengan wajah mengenaskan, mudah-mudahan manjur. Ku tetapkan pilihan berpakaian hari ini dengan dress coklat selutut berlengan panjang dengan kerah menyerupai sweater keluaran ModCloth kupadukan dengan legging coklat muda dengan motif tribal.

Papi yang kupandangi dengan wajah layu, malah balik menaikkan alisnya bingung, lalu seakan mengerti raut wajahnya kembali menjadi datar.

"Percuma... keputusan ini sudah fix, nanti sore kamu terbang ke Brunei dan pendekatan dengan calon suamimu, kamu akan tinggal dirumah keluarganya, karena dia sudah tinggal di apartemen pribadinya sendiri!" Ucap papi sambil mengambil sandwich tuna dan mengunyahnya santai.

"Semua sudah diurus, mulai dari pakaianmu, paspor, supir sudah beres, kamu tinggal berangkat," lanjutnya.

Lemas, pasrah.. Itu yang kurasa saat ini, aku masuki kamarku, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Mau tak mau aku harus menurut dengan perintah papi, alasan pertama adalah karena beliau adalah satu-satunya orangtua ku, bandel-bandel gini aku masih takut durhaka. Lalu alasan kedua, karena papi sudah terlanjur merencanakan semuanya dan kalau aku nekat kabur nama papi dan perusahaan yang hancur. 

Kuputuskan untuk menyiapkan pakaian yang akan kupakai nanti menuju Brunei, walau galau ga berarti aku ga mikirin fashion, fashion itu adalah penghiburku disaat lelah... serius aku udah mulai ngaco.

Saat ini, menjelang sore hari di Brunei Darussalam, tepatnya di Bandar Seri Begawan, di dalam sebuah mobil yang membawaku menuju rumah calon mertuaku (katanya) dan yang menjemputku tadi di bandara adalah supir pribadi keluarga si om-om nyebelin itu.

 

Dari awal sebenarnya aku tidak berharap untuk perhatian lebih dari si calon suamiku itu, tapi mbok yaa dijemput gitu loh. Sudahlah, abaikan, ku nyalakan Handphoneku setelah mengganti sim yang bisa beroprasi disini. Sekitar 20 menit perjalanan, aku tiba di sebuah rumah mewah yang berada di perkampungan tak jauh dari BSB. Walau letaknya di kampung, akses jalan utama bisa untuk dilewati lima mobil, tepat di depan rumah ini ada sebuah departement store cukup besar. 

Rumah berlantai dua dengan halaman yang sangat luas, dan kulihat dari luar terdapat dua mobil diparkir berdampingan, "mudah-mudahan rumahnya sepi," doaku dalam hati setelah melihat hanya ada dua mobil yang terparkir di halaman luas yang bisa dijadikan lapangan sepak bola. Memang sepanjang perjalanan, kulihat mayoritas penduduk di wilayah ini memiliki lahan dan rumah yang besar dan asri, sebagian bergaya victorian dan lainnya bergaya modern. 

Aku bersimulasi dalam hati, kalau si calon sudah sangat tua aku akan pura-pura kesurupan sampai dia ilfill denganku. Kalau si calon gak terlalu tua tapi jelek, aku mau pura-pura pingsan sampai ileran biar dia ilfil sama aku. Kalau si calon muda, ganteng, baik kayak Joong Ki aku langsung pura-pura muntah karena hamil, lho?

Kalau si calon memang memiliki rumah ini, postif ia memang orang tajir melintir, tapi.. kalau ini hanya milik orangtuanya dan dia gak punya apa-apa... beh, ogah deh, meni-pediku sebulan aja udah puluhan juta, emang situ sanggup? Baju eike sebulan harus beli minimal lima setel dan harus couture, gengsi aku kalau harus pakai baju branded biasa. Semoga.. oh semoga pria yang menjadi calonku seperti Lee Joongki yang ganteng, tajir, bening dan baik hati.


Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sitiwaniza Siti
pasrah dengan nasib diri sebagai anak yang harus menurut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dipaksa Nikah   39. Hamilin Aku! End

    "Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k

  • Dipaksa Nikah   38. So Cuitt

    Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk

  • Dipaksa Nikah   37. I Know The Truth!

    Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum

  • Dipaksa Nikah   36. Sexually Active

    Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu

  • Dipaksa Nikah   35. Leanikus Bau Kakus

    Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.

  • Dipaksa Nikah   34. Yang Bisa Buat Kamu Hangat

    Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri

  • Dipaksa Nikah   33. Bukan Minumanmu, Tapi Bibirmu!

    Aku menghabiskan waktu sampai sebelum tengah hari. Untung Ben sudah memberitahu jadwal kepulangan kami, dan aku sudah berkemas, karena sesampainya di rumah Aisha kami hanya mengambil koper dan pamit. Kami akan langsung berangkat ke bandara…menuju terminal airport internasional Surabaya, lalu melanjutkan ke Seoul.“Kenapa sangat cepat, Ben?” Tanya Ibu Aisha memeluk Ben dengan erat, wajahnya amsih penuh dengan sedih, kehilangan suaminya.“Ben, ada yang harus dikerjakan di Seoul.” Jawab Ben dengan sabar. Ibu Fatimah juga akan langsung pulang ke Brunei, kami akan pergi bersama menuju Surabaya, lalu berpisah di penerbangan yang berbeda.“Aku mau main ke sana… nanti aku kabari ya!” Ucap Aisha yang hanya dijawab senyuman kecil dari Ben. Ingin rasanya aku mencubit perutnya saat ini, agar ia menjawab tidak.Ben dan aku, bersama Ibu Fatimah berangkat dengan supir yang akan membawa kami ke bandara. Di sepanjang perjalanan Ibu Fatimah tertidur

  • Dipaksa Nikah   32. Menikung?

    Aku dan Ben sekarang sedang berada di sebuah pantai, di pinggiran kabupaten Malang. Aku melihatnya di google dna tertarik dengan pemandangan pantai ini , yang mengingatkanku dengan Bali.Ia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke tempat ini dengan bantuan google map. Ibu Fatimah menolak ikut, karena ia sudah merasa lelah mendengar bahwa jarak tempuh yang lumayan jauh. Kami berkendara lebih dari tiga jam, baru sampai di pantai ini.Aku sempat kesal, saat Aisha memaksa untuk ikut, beruntung ia belum mandi dan siap-siap, sehingga aku beralasan takut kemalaman kalau tak berangkat saat ini juga.Ha..ha..ha. berhasil!Kami hanya berduaan, duduk di atas pasir putih kekcoklatan pantai Balekambang. Aku menikmati angin dan mataku sangat dimanjakan dengan pemadangan di depanku. Ombak yang cukup besar mematahkan air pantai yang terkadang tenang. Ada sebuah aliran kecil di pinggir pantai, dan digunakan untuk para anak kecil bermain air. Aliran it

  • Dipaksa Nikah   31. Broken Heart?

    Jadi semalaman mereka bersama?Aku tidur, dan ia asik-asikan sama si mantan?Haish….Rasanya amarahku mau menyembur keluar seperti gunung meletus. Aku kesal luar biasa. Bukan karena aku cemburu…no! aku merasa ini tak adil!Aku masuk ke dalam kamar dan memasukkan semua bajuku ke dalam koper. Ia suka tak suka, aku mau pergi dari tempat ini hari ini.Setelah selesai, aku masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku melampiaskan amarahku dengan memukuli sebuah curtain untuk mandi sampai ia jatuh dari tempatnya. Masa bodoh!Aku keluar dalam keadaan rambut basah dan sudah berpakaian baru. Dan disaat yang sama… Ben masuk ke dalam kamar, ia memandangiku dengan bingung, alisnya terangkat dan ada sedikit kerutan di dahinya saat melihatku dengan rambut basah kuyup dan mulut menggumam tak jelas.“Kau sudah mandi?” Tanyanya melihatku dari atas ke bawah.“Sudah.” Jawabku ketus, aku ke depan meja ria

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status