Aku berdiri di depan pintu kayu rumah megah ini, memandang ke bawah melihat penampilanku. Coat pink selutut dengan renda keluaran ModCloth dipadu dengan dark wash jeans dan sepatu balet pink keluaran JimmyChoo, secara keseluruhan penampilanku sangat layak dan sopan.
Kuketuk pintu di hadapanku sekali,... tak ada jawaban, kuketuk lagi pintu itu, ... tak ada jawaban lagi."Humm... pertanda buruk dari langit!!" Ucapku pelan dengan kesal.Kuketuk lagi pintu di depanku dengan kesal, dan masih tak ada jawaban, kulihat tanganku yang sudah memerah akibat mengetuk, no.. no.. menggedor lebih tepatnya pintu nyebelin di depanku ini.Supir yang tadi mengantarku akhirnya datang menghampiriku dengan senyum ramah, pria yang rambutnya semua berwarna abu-abu mungkin 50an menurutku, dia memencet bel rumah yang... ternyata oh ternyata ada di sebelah kananku, tepatnya di dinding dan berada 10 centi dari kepalaku. "Memang orang Brunei jangkung-jangkung apa ya... masang bel rumahnya tinggi banget," dumelku dalam hati.Dipencetnya bel rumah dua kali oleh sang bapak supir, lalu pintu itupun dibuka oleh seorang wanita dengan kerutan halus diwajah, dan berbusana muslim sederhana. Wanita itu tersenyum ramah kepadaku. Kesan pertamaku,"...gak jangkung.. terus maksud bell rumahnya tinggi apa coba?" Batinku."Faiza? You're so beautiful!" Ucapnya sambil memelukku, aku yang dipeluk malah bengong, kalau dipuji cantik sudah biasa, tetapi ini langsung dipeluk ibu-ibu yang tidak kukenal, di negara orang pula.. kalau aku warga keturunan arab mungkin ekspresiku saat ini adalah, "ajiiiibbb."Saat pelukan itu berakhir, wanita di depanku ini mengelus rambutku perlahan, dari pucuk kepalaku sampai ke pundak, dan diulangnya sebanyak 4 kali sambil tersenyum manis menatap manik mataku.Reaksiku? Jangan tanya reaksiku seperti apa.. heran, speechless, dan kesal.. kesal karena ibu-ibu ini mengelus rambutku seperti gukguk, isshhh."Ayo masuk..." Ucap sang ibu dengan bahasa Inggris logat melayunya.Aku hanya mengagguk sambil tersenyum tipis dan mengikuti langkahnya, kami berjalan cukup jauh untuk sampai di ruang tamu, atau apapun nama ruangan ini, karena ruangan ini berisi sofa-sofa besar berwarna cokelat tua dan beralaskan karpet senada. Sepanjang perjalananku dari pintu masuk sampai ke ruangan ini, aku sudah melewati beberapa lorong-lorong besar yang entah menuju kemana, jadi pintu masuk rumah ini terdapat diruangan sejenis foyer atau ruangan transit yang menghubungkan beberapa ruangan disekitarnya. Jelas sekali kediaman calon suamiku (kalau jadi dan mudah-mudahan enggak) sangat luas. Rumah luas dan berfoyer seperti ini lumayan langka di Jakarta, ya iyalah.. mahalnya kayak apa tanahnya, tetapi di Australia sana sering kutemui rumah teman kampusku yang bermodel seperti ini."Silahkan duduk," tawar wanita yang belum kuketahui namanya, dan oh.. iya... kok dia bisa tau namaku yah."Maaf.. tapi ibu siapa ya?" Tanyaku sambil menikmati empuk dan lembutnya sofa ini."Oh... Ayahmu belum cerita ya nak? Saya ini ibunya Benjamin, calon suamimu." Jelasnya sambil duduk di sampingku dan terus memandangiku dengan senyumannya.Heran, apa mungkin orang Brunei hobbynya nyengir apa yah... dari supir sampai majikan senyumnya non-stop."Nama ibu..." Lanjutku dan sebelum kalimatku selesai ia langsung menjawab."Fatimah,..nama saya Fatimah dan suami saya Yusuf Ahmed, Benjamin anak sulunh kami. Kamu cukup memanggil saya ibu, semua memanggil saya seperti itu, dan kamu kan memang calon menantu, jadi mulai dari sekarang harus terbiasa memanggil saya ibu." Jelasnya panjang lebar."Ooh..." Jawabku sambil memutar kedua ibu jariku, kebiasaan saat aku menghadapi moment -moment ajaib. Bingung mau berbicara apa lagi, aku hanya mengaggukkan kepalaku sambil menyenderkan tubuhku lebih dalam ke sofa empuk ini.Menyadari ke enggananku ibu Fatimah memanggil asisten rumah tangganya untuk membuatkan ku minuman. "Ben sebentar lagi datang, tadi dia menelpon ibu.""Oo.. iya." Jawabku kaku, bingung juga mau jawab apa coba.Satu jam berbasa-basi dengan Ibu Fatimah, yang ditunggu akhirnya datang juga. Note ya... BUKAN AKU.. tapi emaknya, sorry-sorry deh. Saat kudengar suara baritone pria mengucapkan salam, aku menengok ke asal suara.Seorang pria dengan tinggi sekitar 180cm dan berambut hitam dengan beberapa helai warna keabuan terlihat dari tempatku duduk sejak satu jam yang lalu. Wajah dan rahangnya tegas. Sangat manly."Ben.." Bisik Bu Fatimah kepadaku yang kujawab dengan anggukan dan senyum terpaksa.Si pria jangkung ganteng tapi ubanan itu berjalan melewatiku tanpa sedikitpun menoleh, mata hitam tajamnya tertuju pada Ibunya. Ben mengecup pipi ibu Fatimah dan duduk di sampingnya. Pria bernama Ben itu mengenakan sebuah kemeja hitam dengan celana jeans, sebuah perpaduan aneh untuk seorang pebisnis.
"Ben, this is Faiza. Your future wife." Ucap ibunya lembut. Matanya seakan bangga menyebutkan namaku. Mata Bu Fatimah tertuju padaku, Ben hanya menoleh ke arahku sebentar lalu asik dengan handphonenya lagi. "Okay, Aku ke kamar dulu Bu."Eh buset, cewek kece dikacangin sama om-om, anjlok sudah harga diri princess. Kupalingkan wajahku memandang ke arah lukisan abstrak di samping lukisan keluarga, pura-pura tertarik. Kalau ia tampan tapi tingkahnya sok kece gini, malah aku yang ilfil abis. "Maafkan Ben ya... Mungkin dia lelah. Sudah seminggu dia lembur tidak pulang ke rumah." Ucap Ibu Fatimah sedikit memelas, berusaha tak terpengaruh akupun keluarkan senyum jurus maksimal... and it works! Senyumku itu bisa melumerkan bongkahan es di kutub utara, makanya aku gak boleh banyak senyum, bisa banjir alam semesta ini gaes! Aku tidur di lantai dua tak jauh dari kamar Ben, dan... apa yang membuatku heran adalah... Kamar Ben sewaktu kulewati tadi sedang di beri pernak-pernik. Lucu pikirku, pria tanpa ekspresi itu centil juga rupanya... banyak pernak-pernik kamarnya, bah. Apakah ia girly atau... lebih parah ia feminime? Aduh.. langsung ngibrit kalau begini si calon. Masih cekikikan dengan pemikiran pria jutek centil itu, Ibu Fatimah memasuki kamarku membawakan cemilan dan air, wajahnya tulus tersenyum padaku. "Makan ini dulu Nak... Ini ibu buatkan khusus untukmu, kamu sudah tau kan acaranya diadakan besok lusa. Nanti kalau sudah halal... pindah ke kamar Ben yah. Itu kamar kalian nanti, Ibu sedang proses hias kamar pengantin.""Oh... Iya. " Jawabku pasrah. Jebakan batmen namanya... Akhirnya aku sendiri yang kena. Semoga terjadi sebuah keajaiban, yang berakibat gagalnya pernikahan jahanam ini, atau tiba-tiba besok lusa ada angin tornado kencang dan mengahancurkan rumah ini. Tragis amat doaku, ya akunya mati juga dunk. Apapun itu, aku berdoa besok bisa gagal.. gal.. gal. Gagal total, aku bisa pulang ke Aussy lagi. Aamin. Dalam hening aku bermunasabah, he.. he.. gayanya. Setelah mengetahui situasi dan kondisi, lalu setelah melihat sang calon, yang ternyata agak ganteng dan sekaligus agak tua, apa yang harus kulakukan? ia tak masuk kategori dalam simulasiku sebelumnya, haruskah aku pura-pura kesurupan atau pura-pura hamil? Tapi di sisi lain tingkahnya dingin dan cenderung tak menghiraukanku, what should I do? George Clooney mantan pacarmu harus bagaimana?Aku sudah ditelepon oleh ibu jauh-jauh hari. Ibu bilang bahwa sang calon akan datang sore ini. Memang sudah dari jauh-jauh hari Pak Reza memberitahuku jadwal kepulangan anak satu-satunya itu. Aku sudah memesan tiket penerbangan pulang, dan semua persiapan debut projek Lea juga sudah mau rampung, hanya menunggu beberapa MOU dari beberapa perusahaan untuk mendukung promosi debut Lea, dan thanks God bukan urusan aku, semua kerjaanku di sini selesai… aku sudah ijin dengan bos Yang, aku harus pulang karena diminta oleh ibu. Aku jujur kepadanya.. bahwa aku akan menikah, awalnya ia kaget dan tak setuju karena beralasan aku tak bisa fokus seperti semula, namun aku berkilah.. kalau aku tak menikah sekarang, ibuku akan terus khawatir. Akhirnya ia setuju dan memintaku merahasiakan ini semua dari rekan kerja yang lain.. karena bisa membuat iri.Pak Reza sudah mengirimkan foto tiket penerbangan anaknya.. hanya berbeda satu jam pendaratannya denganku. Aku akan meminta sa
Pagi hari, di hari yang telah ditetapkan oleh ibuku, setelah subuh, rumahku sudah sangat ramai. Ada beberapa orang yang keluar masuk kamarku. Seorang perias dan petugas yang membantuku memakaikan pakaian yang akan kupakai nanti saat akad nikah. Ya… hanya akan ada akad nikah, tak akan ada respesi. Pak Reza juga mau pernikahan anak satu-satunya sederhana. Enath kenapa seperti itu.Ada seorang pria yang membantuku memakai pakaian melayu dengan aksen bordir, sebuah adat pernikahan di sini. Ia melilit sarung dengan sangat rapih dan memakaikanku peci yang diberi beberapa bordir putih melati. Aku diberi wewangian dari dupa yang harum, aku diasapi. Lucu memang… tapi menurut ibuku dengan cara ini harumku akan berbeda.. dan akan lebih tahan lama. Aku jadi termenung, sambil menunggu proses pengasapan ini selesai, kesan pertamaku saat melihat gadis itu beberapa hari yang lalu, lucu... imut dengan fisik berisi… padahal aku sering melihat close-up wajahnya dari akun sosial medianya, tap
Keajaiban yang kunanti tak kunjung datang, karena saat ini di depanku Ben berjabat tangan dengan Ayahku, mengucapkan ijab qabul. Ben berpakaian tradisional dan aku menggunakan baju kurung khas melayu dengan tema emas dan peach. Beberapa perhiasan emas di sematkan kepadaku, dan disempurnakan dengan mahkota berbatu ruby di puncak kepalaku.Gadis cantik, kece, seksi sepertiku ber ending menikah dengan om-om ubanan dengan baju kurung pula, bukannya menghina... pakaian ini memang indah dan berkelas, tapi mimpiku sejak kecil menikah dengan gaun berekor panjang dengan belahan dada yang seksi.Ben walau tersenyum, wajahnya terlihat dingin. Alisnya taut lebat berwarna hitam kecoklatan. Bahunya tegak dengan dada bidang dibungkus baju koko berhias bordir dengan sarung tradisional terikat di pinggangnya.Ben menoleh ke arahku, wajahnya tanpa ekspresi dan aku berjalan mendekat. Ibunya mengarahkan untuk memasangkan cincin di tanganku, lalu menyu
Apartemen Ben terletak di pusat kota Seoul, tak jauh dari kantornya. Ia bilang baru saja membeli mobil dan mobil baru Ben itu, di parkir di basecamp agensi besar itu. Aku dengan segala daya-upaya, merengek agar bisa ikut Ben hari ini, walau Ben bilang ia akan rapat seharian, aku tetap kekeh. Cafetaria YG kan terkenal dengan kelezatan makanannya, ah... kali aja kaya di drakor gitu... pas lagi di cafe nabrak GD yang lagi lunch... ah so sweet... adek rela di tabrak abang GD.. Suwerr deh Bang."Jangan sampai ada yang tau kalau kita sudah nikah! Ngerti kan? Aku ada kontrak untuk stay single!" Ucap Ben ketus.Entah setelah sampai di Seoul ia jadi manusia kejam, dingin, ketus. Aku bodo amatlah, aku akan enjoy se-enjoy yang kubisa, hidup di lingkaran tempat tinggal grup idol favoriteku, kali aja si babang-babang tampan mau nyulik aku sambil nyanyiin lagu khusus buatku."Iya... Iya... aku juga single berarti ya...!" Balasku tak terima.
Kami tiba di Seoul dan aku langsung sibuk dengan pekerjaanku. Sebentar lagi jadwal release album Lea, aku sudah bilang kepadanya… aku mungkin hanya akan memproduseri Lea, aku sudah memberikan banyak ide dan lagu untuk sang big boss, terserah ia mau memberikannya kepada siapa.Pada awalnya aku hanya memproduseri dan melakukan urusan promosi untuk konser dan road tour.. tapi pada kenyataannya urusan debut dan materi yang akan ditampilkan aku juga yang mengurus, walau tak sepenuhnya. Aku membantu sebisaku, dan akhirnya sang pengantin baru perempuan itu duduk cemberut di atas kasur apartemenku. Ia beberapa kali merengek ingin ikut ke kantor dengan harapan bertemu GD, dan syukurnya ia sampai sekarang belum berhasil. Kemarin aku mengajaknya perdana ke kantor, aku harus dengan sangat buru-buru menyelesaikan pekerjaanku karena aku tahu Fay menungguku di bawah. Aku bilang kalau ia hanya sepupuku… dan aku sudah memintanya tak mengakui re pernikahan kami. Ia setuju dengan meng
"Rasa ini membunuhku!" Adakan lagu judul seperti itu? Ya itu tepat apa yang terjadi padaku saat ini!"But... wait... wait, aku kan ga pernah cinta sama Ben! Aki-aki sok ganteng yang dijododhin papi untukku? Iya... Ngapain banget aku sakit hati? Hello...? Aku selalu dikerubungi cowok kece... Ga akan abis cowok ngantri kalau aku buka lowongan pacar!" Monologku di depan cermin.Kusempurnakan riasanku, aku akan kembali ke ruangan karaoke itu dan jadi diriku sendiri. Get Wild!"Sorry... aku baru dari toilet!" Ucapku sok asik dan sok cool memasuki ruangan itu.Sepertinya saat ini giliran Tuan Su Min yang bernyanyi, karena ia memegang buku panduan untuk memilih lagu."Ya ampun... kita bahkan ga tau kalau kamu ga ada di sini!" Jawab Lea ketawa cekikikan, jemari kukunya berwarna shocking pink bertengger mesra di bahu Ben."Bodo Amat!" Ucapku tak bersuara, "Aku mau duet doong!" Kuhampiri Tuan Su Mi
Aku dan Ben berada di mobil dalam perjalanan pulang. Ben diam tak berkomentar dengan kejadian tadi, akupun juga diam berusaha tak terpengaruh. Kukeluarkan ponsel dan mencari kontak Evan, sahabatku yang berparas mirip sedikit dengan Clark Kent."Evan.." Ketikku.Satu menit berselang, kulihat nomor Evan aktif dan sedang mengetik balasan."Yo girl... sssuuuuppppp?!" Membaca jawabannya aku tersenyum sendiri, ah... manusia ajaib ini berhasil membuatku lupa dengan ketragisan hidupku. Aku kesal, aku marah.. aku ingin menyudahi saja pernikahan sialan ini. Beruntung ia belum melakukan apapun denganku. Kalau memang ia tak mau menjamahku... dan masih mau berpacaran dengan idol itu.. ngapain dia mau dinikahin sama aku?"Evan, I need your help! Aku butuh pengacara untuk mengurus perceraianku, cari yang paling bagus! Aku ada di Seoul, segera!!" Ketikku cepat membalas."Whattttt! Kau harus menjelaskannya padaku Babe! Ok wait
Fay berdiam diri dan mengurung dirinya di kamar. Selama ini aku memilih tidur di ruang kerjaku. Leherku sakit dan kepalaku rasanya mau meledak. Akupun bingung dengan istriku, ia marah karena Lea mengaku sedang dekat denganku. Lalu ia meminta cerai, apa ia cemburu? Yang jelas aku tak akan menyetujui keinginannya itu.Aku tak akan menceraikannya... aku tak mau ibuku kecewa dan menangis lagi... ditambah aku sudah merasakan getaran aneh saat melihat wajahnya, senyumnya.Aku tadi sudah mengatakannya kepadanya.. bahwa aku menolak pengajuan cerai dari pengacara sahabatnya yang berada di Australia. Apa yang bisa kulakukan untuk mengatasi masalah ini? Sedangkan sebentar lagi aku akan mulai sibuk mengurus persiapan road show Lea. Urusan ini harus diselesaikan. Apakah... hmm aku berpikir sebuah penyelesaian yang seharusnya sudah kulakukan sejak awal menikahinya. Aku ini memang terkadang sangat bodoh! Bodo