Pak Reza seakan baru tersadar dari lamunannya mengenai gadis kesayangannya, lalu memandang ke arahku dengan senyuman lebar.
“Ah…Tepat sekali Pak. Ben ini memang hidupnya muram dan suram sekali.” Ucap Reno yang ingin sekali kujambak rambutnya karena lancang. Dasar pria menyebalkan.
“Lihat dulu… kalau kau mau bertemu dulu juga boleh. Walaupun ia hidup di negara berpergaulan bebas… bapak bisa jamin… ia menjaga dirinya dengan baik, urusan itu saya sampai sewa mata-mata untuk mengikutinya setiap hari.” Pak Reza meringis, ia sedikit malu dengan sikap over-protectivenya. “Dia cuma muter-muter, kampus.. apartemen… mall… restoran dan perpustakaan, sekali-kali ia pergi ke salon. Itu saja rutinitasnya setiap hari.” Jelas Pak Reza.
“Wah anak jaman sekarang… gak ada tuh Pak yang model begitu… pasti pada clubbing dan hang-out malem-malem.” Ucap Reno. Aku yang sebenarnya menjadi subjek obrolan perjodohan teman ibuku dan sahabat seumuranku hanya diam, melihat keduanya berbicara seperti sedang menoton pertandingan tennis.
“Yah.. saya wanti-wanti memang, dia juga gak berani ngelanggar aturan dari saya.”
“Sudah Pak. Saya sih… sreg banget… kalau Ben dijodohkan dengan anak Bapak.” Ucap Reno spontan. Aku memukul bahunya kencang.
“Kau yang mau dijodohkan atau aku…? Kok kau yang bersemangat sekali.” Ucapku kesal akhirnya bersuara.
Pak Reza tertawa lepas. Ia sepertinya sangat terhibur dengan ucapanku dan Reno.
“Kalau Nak Ben mau… silahkan dilihat dulu fotonya… kalau minat.. bisa bertemu juga, dia ada di salah satu kampus besar di Sydney kok. Namanya juga hanya ada satu di seluruh Sydney. Faiza Suseno. Gak ada lagi mahasiswa di sana dengan nama itu selain anak saya.” Pak Reza tertawa.
Aku hanya mengangguk. “Saya pikirkan dulu Pak, saya masih banyak tanggungan… ada beberapa tempat yang harus saya kunjungi… ada beberapa proyek yang baru akan dimulai.” Ucapku, menolak secara halus. Namun aku berbicara sejujurnya.
“Ya. Anak saya juga baru akan selesai studinya akhir tahun depan kok. Dipikirkan dulu saja. Terima kasih… ucapkan kepada ibumu.” Pak Reza melirik ke arah bingkisan dari ibu.
Aku mengangguk dan pamit untuk pulang. Sekali lagi ia memintaku untuk berpikir ulang mengenai tawarannya. Aku hanya mengangguk.
Aku dan Reno sedang berada di mobil, ia akan mengantarkanku ke bandara. Aku akan langsung terbang ke Seoul untuk penerbangan jam empat sore.
“Kau ini… kok kayak kau bapakku saja… kau yang ngebet jodohin aku dengan anaknya Pak Reza.” Protesku di mobil. Reno hanya tertawa. Ia menyetir dengan kecepatan stabil, untunglah saat ini jalanan sedikit lengang.
“Kau yang terlalu jual mahal. Kau sudah umur untuk menikah lagi. Lagian dimana-mana duda itu selalu pengen cepet nikah lagi… soalnya sudah tahu rasanya… dan sangat sulit untuk menahan hasrat….” Reno tertawa kencang, ia melirik sedikit ke arahku.
“Lagian… aku sudah mencari nama itu. Faiza Suseno. Mahasiswa manis asal Indonesia yang berkuliah di Sydney. Aku mengecek.. dia punya instagram… anaknya manis… penampilan modis dan terlihat ia cukup berprestasi di kampusnya.. ia ikut banyak organisasi.. sepertinya ia cukup popular.. karena banyak followernya dari negara luar.” Jelas Reno.
“Kalau kau belum menikah. Aku malah curiga… kau yang ada niat dengan anak Pak Reza itu.” Ejekku.
“Ha.. ha.. sorry aku setia dengan istriku. Lagi hamil pula. Aku melakukan semua ini untuk sahabatku yang sudah lama jones.”
“Hah? Jones?” Tanyaku. Apakah itu salah satu bahasa gaul di tempat ini? Biasanya aku paham berbahasa Indonesia, baru kali ini aku mendengar istilah itu.
“Jomlo ngenes.” Jawabnya tertawa terbahak-bahak. Pria ini… beruntung ia sahabatku sejak lama… kalau tidak aku akan memutus semua kerja sama dengannya. Lebih baik aku mencari pengacara yang tak banyak bicara sepertinya.
Reno meninggalkanku, ia langsung pulang setibanya aku di bandara. Aku menunggu panggilan untuk penerbanganku. Ada sebuah panggilan masuk. Ibu.
“Ya Bu?” Jawabku pada dering kedua.
“Kamu masih di Jakarta ya? Nomor ini nomor Jakarta kan?” Tanya ibuku dengan suara lembutnya.
“Iya. Aku sedang di bandara. Sebentar lagi aku akan terbang ke Seoul.”
“Ah… Ya. Ben. Mengenai perjodohan dengan anak Reza… Faiza… ibu akan senang sekali kalau kau menerimanya.” Ucap ibuku yang langsung seperti kilat menyambar. Berarti Pak Reza langsung menghubungi ibu. Ah… kalau ibu yang sudah bicara… aku bisa apa?
“Ibu ditelepon Pak Reza?”
“Ya. Ia bilang terima kasih. Ibu tanya bagaimana keadaan Fay. Dia bilang anak itu masih kuliah di Sydney. Ibu lupa.. ia pasti sudah jadi gadis yang manis saat ini… kenapa ibu masih terbayang gadis kecil dengan gigi ompong dan rambut kriwil meloncat-loncat main tali. Ha.. ha.. ia sudah besar. Lalu, Reza tadi cerita mengenai obrolan kalian. Ibu… kepingin Nak.” Ucap ibu yang sudah kupahami maksudnya. Ibu mau aku menerima perjodohan itu. Selama ini ibuku melalui hidup yang berat… dan walau bergelimang harta.. buktinya wajah ibuku tetap jarang tersenyum… apalagi yang bisa kuperbuat untuk membahagiakan satu-satunya jimat dalam hidupku kalau tak menjadikannya tersenyum?
“Ya Bu. Ben bilang akan memikirkannya. Ben belum lihat fotonya… dan tak tahu anak itu seperti apa… jadi..”
“Ibu punya. Setelah ini ibu kirim yaa. Kalau perlu… ibu temani kamu ke Sydney untuk bertemu Fay. Bagaimana?”
“Bu. Ben sedang sangat sibuk. Nanti Ben pikirkan lagi yaa.” Jawabku berusaha sopan dan tak menyakiti hati ibuku.
“Yah. Ibu hanya berharap. Ibu akan kirim fotonya yaa Ben. Jangan sampai traumamu dengan perempuan masih ada Ben. Tak semua perempuan seperti Bella. Ibu seumur hidup tak pernah selingkuh dari ayahmu.. bahkan saat ia tak ada dan meninggalkan ibu sendiri di dunia… ibu setia, ibu percaya kalau kami akan bertemu lagi di alam sana. Ibunya Faiza… Renatta, juga tak pernah selingkuh, Reza adalah pacar pertama sekaligus terakhir. Tak semua perempuan seperti Bella, Ben. Ada banyak sekali perempuan baik yang setia. Bukalah hatimu… ibu akan senang dan tenang kalau kau sudah menikah lagi… apalagi dengan anak mendiang sahabat ibu. Kau sekaligus membuat mendiang ibunya bahagia Ben.”
Aku hanya diam, kalau seperti ini… bisa dipastikan memang pernikahan itu akan terjadi. Aku pasrah. Kalau ibu sudah berbicara seperti itu… apalagi ia sudah bilang ia akan tenang. Ha… sudahlah.
“Ya Bu. Ben paham.”
Ibu mematikan sambungan telepon, lalu ada notifikasi pesan masuk. Dari ibu. Ternyata ibuku langsung mengirim foto perempuan itu. Ah.. dan dua buah video. Mungkin agar lebih jelas. Aku membatin dengan sarkas. Aku masih sangat malas memikirkan tentang perjodohan apalagi pernikahan. Sebuah angan yang masih sangat jauh untukku. Aku belum bisa membuka hati… apalagi setelah aku gagal lagi mendapatkan cintaku, Aisha.
Aku membuka foto yang menampilkan seorang perempuan berambut hitam dengan highlight coklat sedang menyesap sebuah minuman dingin dari gerai kopi terkenal. Wajahnya berpoles sebuah masker bewarna hijau. Sebuah caption di samping foto itu adalah …’Hulk versi cewek.’ Aku melihat foto itu langsung tersenyum geli. Percaya diri sekali orang ini… memasang foto seperti ini di Instagram. Dan kenapa Ibu mengirim foto ini kepadaku? Sebegitu menyedihkanyakah aku… ibu tahu, aku pasti akan tertawa melihat ini. Ibu menilai hidupku sangat suram karena kurang tertawa.
Aku membuka file pertama video yang dikirim ibu. Perempuan yang sama, kali ini bebas dari masker berwarna hijau. Ia mengenakan jeans dan blouse putih dengan rambut dikuncir ke atas. Ia sedang berdiri di atas podium, ia sedang membuka sebuah acara. Seorang gadis yang sangat percaya diri dan memang terlihat aktif di kehidupan organisasi kampus.
File kedua berisi sebuah video perempuan bernama Fay dengan close up. Ia seperti sedang bermonolog, entah untuk seru-seruan atau sebuah challenge, yang jelas aku mendengar sorakan banyak orang dari belakangnya. ‘Hai calon jodohku nun jauh di sana… tolong kau nanti jangan melarangku menonton konser babang GD ya… sudah cukup aku tak diijinkan dengan si Papi… aku mau cepet-cepet nikah aja deh sama kamu.. biar diijinin liat konser BigBang.’ Ucapnya dengan wajah memelas, wajahnya memang manis dan memiliki raut wajah yang lucu. Ada beberapa suara di belakangnya, yang berteriak.. 'kau selalu tak memiliki pacar… siapa yang mau jadi jodohmu Faiza?' Ia mencebik dengan mulut yang lucu, ‘Ih.. Fay. jangan sebut nama panjangku. Lagian jaman sekarang pria itu lebih suka yang orisinil. Segel. Asli. Bukan barang second!’ Ucapnya lagi. Lalu video berhenti.
Suara panggilan pesawatku datang. Aku mematikan ponselku dan berjalan menuju koridor yang akan membawaku menuju pesawat Garuda Indonesia. Selamat tinggal Jakarta, sampai jumpa lagi minggu depan. Batinku dan masuk ke dalam burung besi gagah itu.
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.
Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri