“Zaviya!” Suara Reyshaka membuat Zaviya memasukan ponselnya ke dalam tas, lupa menanggapi pesan Svarga yang terakhir.“Mas Rey!” Zaviya bangkit dari lantai berdebu.“Svarga udah ngijinin kamu ke luar rumah?” Ryshaka sepertinya tidak percaya kalau Svarga sampai tega mengijinkan Zaviya keluar rumah di saat kaki Zaviya masih dalam pantauan dokter.“Aku maksa, makanya diijinin … tapi aku besok enggak boleh ke sini jadi sekarang harus tuntas … ayo kita ke belakang, aku mau nunjukin sesuatu.”Zaviya menarik tangan Reyshaka menuju bagian belakang bangunan.Ternyata banyak sekali yang harus di perbaiki, Reyshaka tidak membantah atau memberikan alasan karena memang dia juga tidak puas dengan hasilnya.Reyshaka mengaku salah kalau selama Zaviya di rumah sakit, dia tidak sempat mengecek proyek tersebut karena tengah disibukan dengan proyek yang lebih besar.Saat itu juga Reyshaka memberikan instruksi langsung kepada kepala proyek untuk melakukan perombakan sedikit dan menambahkan apa yang kurang
“Mas Rey, perkenalkan ini Gladys … sahabatku yang dari Jerman yang ingin membangun perusahaan di sini.” Svarga memperkenalkan Gladys kepada Reyshaka alih-alih menenangkan Zaviya yang raut wajahnya seolah ingin memakan pria itu hidup-hidup.Gladys bangkit dari kursi, mengulurkan tangan ke depan Reyshaka seraya tersenyum ramah.“Saya Gladys.” Dia memperkenalkan diri.“Saya Reyshaka, kakaknya Zaviya … Beberapa waktu lalu Svarga pernah menceritakan tentang Anda, Svarga ingin saya yang membangun atau merenovasi gedung kantor Anda di Jakarta,” ujar Reyshaka apa adanya membuat Zaviya menoleh menatap sang kakak heran.Zaviya pernah meminta sang kakak menegur Svarga tentang hubungan suaminya itu dengan Gladys tapi kenapa Reyshaka tampak santai padahal baru saja dalam perjalanan tadi dia memberitahu Reyshaka kalau Svarga tengah meeting tapi mereka malah bertemu di sini.Ternyata Reyshaka sempat mengobrol tentang Gladys kepada Svarga karena kebetulan kecelakaan yang Zaviya alami terjadi ketika b
Zaviya langsung jutek, ketus dan ekspresinya berubah masam begitu masuk ke dalam mobil.Senyum hangat dan tatapan manja ketika tadi di restoran yang dia tunjukan di depan Gladys telah hilang tak berbekas.Svarga sadar dosanya cukup besar kepada Zaviya jadi dia akan berusaha sabar dalam menghadapi Zaviya yang mungkin akan mengamuk setelah mereka sampai di rumah.Perjalanan selama satu jam karena macet itu disponsori oleh hening.Bukan hening yang Svarga suka melainkan hening yang dia takuti karena bisa jadi hening itu adalah ancang-ancang Zaviya untuk mengamuk.Akhirnya mereka sampai di basement, keduanya keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam lift.Svarga yang berdiri bersandar pada dinding lift melirik Zaviya yang lebih pendek dan berdiri satu langkah di depannya.Dia bisa melihat ekspresi kekesalan di wajah Zaviya.Pintu lift terbuka dan mereka harus menyusuri lorong untuk sampai di pintu unit apartemen.Setibanya di sana, Svarga yang membukakan pintu dan meminta Zaviya masuk le
“Udah ah … sekali aja, besok lagi!” Zaviya meronta hendak memutar badan namun tertahan pelukan Svarga.Tubuh mereka masih polos sehabis bercinta.“Bukan itu,” Svarga meluruskan, menarik selimut yang membalut Zaviya untuk menutupi bagian bawah tubuhnya hingga pinggang.Zaviya menatap Svarga sesaat, pipinya mulai bersemu karena malu.Dia pikir Svarga menginginkannya lagi, tunggu beberapa menit dulu lah, Zaviya masih lemas. “Lalu apa?” tanya Zaviya kemudian.“Tentang permintaan aku ….” Svarga menjeda, menunggu reaksi Zaviya.“Yang ingin kamu dan Gladys bisa saling menerima,” sambungnya hati-hati.Zaviya memejamkan mata bersama hembusan napas jengah.“Kamu maksa aku untuk baik sama orang yang bahkan membenci aku? Yang benar aja!” Respon negatif yang Zaviya berikan.“Tadi aku udah bilang ‘kan kalau Gladys bersedia bersikap baik sama kamu.” Tatap mata Svarga menuntut.Hembusan napas keluar lagi kali ini begitu berat dikeluarkan Zaviya. “Dia itu manipulatif, Svarga … aku enggak mungkin sep
“Mas balik lagi ke kantor, kerjaan Mas masih numpuk … nanti kalau ada apa minta sama kepala proyeknya aja, ya? Tapi jangan lupa kabarin Mas.”“Iya, hati-hati ya Mas!” Reyshaka pergi setelah sebelumnya mengusap-ngusak kepala Zaviya gemas.Dia tidak menjelaskan apa isi obrolan malam itu dengan Gladys yang sampai membuatnya bisa menilai karakter Gladys karena kalau Zaviya tahu, sudah bisa dipastikan rumah tangga Zaviya dan Svarga akan gonjang-ganjing.Pasalnya dengan gamblang Gladys memberitahu Reyshaka kalau dia sangat terbantu oleh Svarga dalam mengurus ijin membuat perusahaan di Indonesia.Bukan hanya itu saja, Gladys juga tanpa dosa memberitahu Reyshaka kalau pada saat Zaviya masih terbaring di rumah sakit—Svarga mengantarnya ke Bandung untuk bertemu dengan sang Paman yang memiliki bisnis kontraktor juga namun memang Reyshaka akui kalau perusahaan Kaivan-paman dari Svarga itu lebih terkenal bahkan hingga ke Manca Negara.Tapi dari cerita berselubung niat adu domba itu tentu Reyshaka
Zaviya mengepalkan satu tangannya selama bertukar pesan singkat dengan Svarga yang memberi kabar kalau hari ini dia sedang berada di kantor pemerintahan dalam rangka mengantar Gladys.Tapi Zaviya tidak bisa marah meledak-ledak, sang kakak sudah memperingatinya kalau dia harus bersikap hati-hati.Berusaha menerima hubungan persahabatan antara Svarga dengan Gladys meski hati menolak dan tampil baik bersahabat di depan Gladys.Zaviya yang manja dan keinginannya harus diikuti dengan kesabaran setipis tissue itu mau tidak mau harus banyak mengelus dada untuk bisa menahan diri.Dia harus jadi seperti Namira-istri dari kakak laki-lakinya yang disayang oleh semua orang dan juga dicintai Reyshaka.Kalau dipikir-pikir, berarti dia harus menjadi orang lain, sesuatu yang Zaviya tidak suka.Namun apabila perubahannya menjadi orang lain bisa menguntungkan baginya, menyelamatkan rumah tangganya dengan Svarga maka apa salahnya jika Zaviya melakukannya.Berarti benar, hanya Argo yang bisa mengerti dir
“Kalian tinggal di apartemen?” Gladys bertanya sesaat mereka keluar dari lift.“Iya, agar dekat ke kantorku … terkadang aku pulang jalan kaki untuk mencapai enam ribu langkah di hari itu.” Svarga menjawab jujur.“Kamu seperti tidak berniat berumah tangga … apartemen ‘kan tidak memiliki halaman, bagaimana nanti anak-anakmu akan bermain?” Entah apa maksud Gladys bertanya seperti itu namun berhasil membuat Svarga tidak nyaman jadi hanya meliriknya saja sekilas tanpa menyahuti ucapan wanita itu.Sesampainya di depan pintu unit apartemen, Svarga menekan pasword dan pintu otomatis terbuka.Suasana hangat menyambut mereka, biasanya Svarga akan menemukan Zaviya berdiri di ujung lorong dengan senyum merekah menyambutnya namun kali ini tidak ada.“Zaviya!” panggil Svarga, langkahnya sudah lebih jauh masuk ke dalam rumah diikuti Gladys.“Di sini sayang,” sahut Zaviya dari ruang makan.Svarga bergegas ke sana dan benar saja dia mendapati istrinya dengan rambut diikat bun menggunakan pakaian ruma
Suami mana yang tidak senang bila keinginannya diikuti oleh sang istri?Zaviya tampak anggun, ramah dan tidak terprovokasi selama makan malam bersama Gladys tadi.Malah Gladys yang tersirat kesal di raut wajahnya dan nada bicara yang terkesan menyindir.Svarga begitu mengenal Gladys, sahabatnya itu sedikit egois dan keras kepala mungkin karena dia mengikrarkan dirinya sebagai independent Woman yang bisanya mengatur dan tidak mau diatur tentang apa yang harus dia lakukan sedangkan Svarga memintanya agar bersikap baik dan mau menerima Zaviya tapi Svarga yakin lama-lama Gladys akan menerima Zaviya seperti Zaviya yang tampaknya sudah bisa menerima Gladys.Berarti ucapan istrinya yang katanya mencintainya itu memang benar karena buktinya Zaviya bersedia berubah.Setidaknya itu yang ada di dalam pikiran Svarga saat ini.Padahal Zaviya sedang berusaha menyingkirkan Gladys dengan cara paling elegan.Setelah makan malam, Gladys langsung pamit pulang katanya besok pagi sekali dia memiliki janji