Share

2). Pernikahan Elliana dan Sagara

***

"Kepada calon mempelai perempuan, silakan memasuki tempat akad nikah karena acara akan segera dimulai."

Di ujung ballroom, Elliana menghela napas ketika ucapan tersebut dilontarkan sang pembawa acara dari atas panggung kecil di dekat pelaminan.

Setelah melewati beberapa hal sulit, pada akhirnya acara akad nikah akan segera digelar tepat pukul sebelas siang dan seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, calon suami Elliana bukan lagi Yudistira melainkan Sagara.

Tak bisa menolak ketika keluarga terus membujuknya menikah dengan sang kakak angkat, Elliana akhirnya pasrah. Namun, sebuah syarat juga dia ajukan yaitu; tak akan ada bulan madu bersama Sagara.

Athlas setuju? Ya, dia menyetujui syarat dari sang putri karena yang terpenting untuk sekarang adalah; menyelamatkan nama keluarga dari rasa malu, karena akan sangat mengecewakan jika pesta yang sudah digelar semegah dan semewah sekarang tiba-tiba batal dengan alasan yang juga tak elegan yaitu; sang calon suami kabur di hari pernikahan.

Athlas lebih baik melihat anak kandung dan anak angkatnya menikah daripada melihat Elliana malu karena alasan dia tak menikah dengan Yudistira, diketahui umum. Ya, setidaknya menikahkan Elliana dan Sagara sedikit lebih baik.

"Siap, kan?" tanya seorang gadis yang kini mengapit lengan Elliana.

Tak lagi berantakan, riasan putri sulung Athlas sudah kembali seperti semula setelah sang MUA sigap memperbaiki makeup di wajah perempuan itu, sehingga sekarang Elliana kembali cantik paripurna.

"Siap."

Melangkah pelan, Elliana akhirnya berjalan menyusuri karpet merah yang sudah tersedia di sana—menuju meja akad di depan pelaminan.

Tak sendiri, tentunya dia ditemani dua orang bridesmaid yang tak lain sepupunya sendiri. Tak ada yang tak takjub, semua tamu yang sudah datang siang ini nampak memfokuskan pandangan mereka pada Elliana—terpesona sendiri dengan wajah gadis itu yang memang nampak manglingi dengan makeup softnya.

"Hati-hati, Lian."

Sampai di meja akad, Elliana sekarang duduk persis di samping Sagara yang juga nampak tampan dengan pakaian berbeda dari tadi. Bukan lagi kemeja batik, pria itu sekarang mengenakan pakaian adat yang memang sepasang dengan milik Elliana.

Pakaian tersebut milik Yudistira yang diambil langsung dari rumah pria itu dan kebetulan, pakaian tersebut cocok dan pas pula di tubuh Sagara.

"Kamu cantik," puji Sagara pelan. "Lebih cantik daritadi."

"Hm." Tak ada respon hangat, Elliana hanya bergumam sebagai jawaban karena memang sampai saat ini—jauh di lubuk hati yang paling dalam, dia belum sepenuhnya ikhlas dan siap menikah dengan sang kakak.

"Kamu marah?" tanya Sagara—cukup peka dengan sikap sang calon istri.

"Enggak," kata Elliana singkat. Tak mau Sagara terus mengajaknya bicara, setelahnya dia berkata, "Jangan ngobrol dulu, Kak. Acaranya mau dimulai."

"Oh oke."

Tak lagi buka suara, Sagara akhirnya diam dan di detik berikutnya akad nikah pun dimulai. Dipandu sang pembawa acara, akad nikah dibuka dengan pidato singkat sebelum kemudian tiba waktunya Sagara menjabat tangan Athlas yang duduk persis di depannya lalu dipandu sang penghulu, Athlas pun mulai berucap,

"Saudara Sagara Michael Hadiputra, saya nikah dan kawin kan engkau dengan putri kandung saya—Elliana Prisilla Aneu Hadiputra binti Athlas Megan Hadiputra dengan mas kawin uang satu koma lima milyar, dibayar tunai!"

Tanpa ada gugup, Sagara yang kini mengarahkan pandangannya pada Athlas, lantas memberikan jawaban lantang dengan berucap,

"Saya terima nikah dan kawinnya Elliana Prisilla Aneu Hadiputra binti Athlas Megan Hadiputra dengan mas kawin uang satu koma milyar dibayar tunai!"

"Bagaimana saksi, sah?"

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillahirabbil alamin."

Setelahnya doa pun dipanjatkan. Semua orang di ballroom hotel nampak sama-sama menengadahkan tangan mereka—mengaminkan semua doa yang dipanjatkan sang penghulu hingga setelah doa selesai, acara selanjutnya adalah; tukar cincin.

Tak ada waktu membeli perhiasan, cincin nikah yang dipakai sekarang adalah cincin yang dibelikan Yudistira untuk Elliana—diambil langsung dari rumah orang tua Yudistira beberapa saat lalu.

Tak sekadar mengambil, tentunya nanti Sagara akan membayar cincin tersebut karena dia tak mau memberikan cincin hasil meminta.

"Semoga cincinnya akan selalu di sini," kata Sagara sambil memasangkan cincin berlian di jari manis tangan kanan Elliana. Bahagia? Tentu saja, karena menikahi Elliana pada kenyataannya adalah; mimpi dia yang sudah lama diidam-idamkan.

"Hm."

Tak tahu harus menjawab apa, Elliana lagi-lagi bergumam pelan sebagai respon. Berbeda dengan Sagara yang nampak bahagia, yang dirasakan Elliana justru tak enak hati karena menikah dengan Sagara bukan rencananya.

Elliana tak mencintai Sagara sebagai laki-laki, tapi sebagai saudara sehingga ketika pada akhirnya mereka harus menikah, rasanya sangat aneh.

"Sekarang silakan mempelai perempuan memasangkan cincin di jari manis mempelai laki-laki."

Setelah Sagara, kini giliran Elliana yang memasangkan cincin. Mengambil cincin perak dari kotak, pelan sekali dia memasangkannya di jari manis sang kakak angkat yang kini mempunyai status baru di hidupnya.

Suami.

Sagara bukan lagi kakak angkat, melainkan suami Elliana sehingga ke depannya, Elliana jelas harus membiasakan diri dengan status baru tersebut.

"Udah," ucap Elliana singkat.

Pemasangan cincin selesai, Sagara kembali menghela napas lega karena cincin yang seharusnya dipakai Yudistira ternyata sangat pas dengannya. 

"Sekarang mempelai pria bisa memberikan kecupan di kening mempelai perempuan lalu sebaliknya, mempelai perempuan bisa mencium punggung tangan mempelai pria sebagai tanda menghormati."

Seperti wayang mematuhi dalang, Sagara dan Elliana kembali mengikuti intruksi yang diucapkan sang pembawa acara sehingga kini, dengan segera Sagara memberikan kecupannya di kening Elliana.

Tak sebentar, kecupan tersebut ditahan selama beberapa detik agar para fotographer yang siang ini bekerja, bisa mengabadikan momen tersebut.

Kecupan di kening selesai, sekarang Elliana meraih punggung tangan Sagara lalu sama seperti tadi, momen tersebut pun diabadikan.

Acara akad nikah selesai, pasangan pengantin baru—Sagara dan Elliana berjalan menuju pelaminan megah di ballroom tersebut untuk kemudian menjalani prosesi selanjutnya yaitu; sungkeman.

Dadakan, Rini—ibu kandung Sagara yang semula berdandan biasa seperti tamu lain, kini menggunakan riasan berbeda dengan kebaya senada dengan Anindira.

Duduk di kursi pelaminan, dia dan orang tua Elliana siap menerima sungkem dari Sagara juga Elliana yang kini sudah memulai kegiatan mereka tersebut.

"Papa titip Lian," ucap Athlas ketika Sagara mencium tangannya. "Ini mungkin mendadak, tapi Papa harap kamu bisa bahagiakan Lian dan jaga dia sebaik mungkin."

"Gara akan lakuin yang terbaik untuk Lian, Pa," ucap Sagara.

"Lian."

Setelah pada Sagara, sebuah panggilan pun dilontarkan Athlas pada sang putri yang kini nampak kembali berkaca-kaca.

"Maafin Papa karena belum bisa lakuin yang terbaik buat kamu," kata Athlas. "Sekarang yang Papa bisa lakukan cuman mendoakan yang terbaik untuk kamu dan Sagara. Meskipun kalian mungkin enggak saling mencintai, Papa harap kalian bisa bahagia."

"Aamiin, Pa."

Hampir dua puluh menit, acara sungkeman akhirnya selesai sehingga sekarang Elliana dan Sagara pun siap menerima ucapan selamat dari para tamu yang datang.

Diawali para saudara, Sagara dan Elliana berdiri berdampingan—menjabat satu persatu tangan yang terulur sebagai tanda ucapan selamat bahkan sesekali Elliana tanpa ragu memeluk sepupu perempuannya yang hari ini datang.

"Tolong jaga Elliana dengan baik."

Ucapan tersebut didapat Sagara dari salah satu Paman Elliana dan tentu saja dia menyanggupi permintaan tersebut tanpa ragu, karena memang membahagiakan Elliana sudah lama menjadi tujuan hidupnya.

Acara berjabat tangan selesai, tepat pukul dua belas lebih, Sagara dan Elliana akhirnya bisa duduk bersantai di kursi pelaminan. Tak ada obrolan, yang dilakukan Elliana justru nampak sibuk mengedarkan pandangan—menilik setiap tamu yang datang—berharap ada Yudistira di sana.

Namun, ternyata nihil karena pria itu sekarang tak tahu di mana.

Elliana sibuk memandangi tamu, yang dilakukan Sagara justru berbalas pesan dengan seseorang hingga tak berselang lama sebuah panggilan pun masuk.

"Lian, Kakak permisi sebentar dulu ya. Ada sedikit urusan."

"Oh oke."

Sambil tersenyum, Sagara beranjak dari kursi pelaminan lalu melangkah pergi meninggalkan Elliana. Tak pergi terlalu jauh, yang dilakukan Sagara sekarang adalah; mencari tempat sepi hingga setelah sebuah tempat yang tak terlalu ramai oleh tamu dia temukan, Sagara menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya itu.

"Halo, gimana?"

"Acaranya lancar, Bos?"

Sagara tersenyum. Sebelum menjawab, yang dia lakukan adalah menoleh—memastikan tak ada orang mendengar hingga setelah dirasa aman, dia pun berucap,

"Lancar," kata Sagara. "Sekarang saya sudah resmi jadi suami Elliana."

"Syukurlah," kata pria di telepon. "Ini saya telepon karena butuh uang, Bos. Saya kan harus sewa tempat dan semacamnya. Bisa kirim uang?"

"Berapa?"

"Tiga puluh aja kayanya. Nanti kalau ada yang kurang, saya telepon lagi."

"Oke," kata Sagara. "Saya kirim sekarang juga, terus nanti kalau ada apa-apa, kabarin saya oke?"

"Siap."

"Ingat, jangan teledor. Peringatkan anak buah kamu untuk kerja yang benar."

"Siap, Bos. Kalau begitu saya tutup teleponnya ya. Selamat bersenang-senang."

Sagara tersenyum. "Saya pasti akan bersenang-senang, karena Elliana yang dulu hanya bisa saya impikan, sekarang sudah saya dapatkan."

"Bahagia, Bos?"

"Menurut kamu?"

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Dwi MaRITA
kedelok an kalo sagara ntu kang cari gara²... licik... ...
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
awas jangan main main bang
goodnovel comment avatar
Dewi Dewi Dewi
eits bang gara main main ya? jangan jadi jahat ya bang, hati adik potek entar ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status