Share

Bab 7

"Riko! Apa kamu tidak mendengar istrimu berteriak seperti itu?" tanya Sukma yang terlihat kesal. 

"Halah, sudahlah. Bu, biarkan dia berteriak sesuka hati nanti kalau capek juga diam sendiri," jawab Riko sambil terus menatap ke arah televisi.  

"Bukan masalah dia nanti diam atau apa, tapi Ibu ini pusing mendengar teriakan istrimu. Lagi pula tidak enak jika sampai tetangga mendengarnya," ucap Sukma. 

"Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan, Ibu tahu sendiri aku sedang melihat acara televisi." 

Sambil menarik tangan Riko."Sekarang kamu masuk ke dalam dan minta istrimu untuk menghentikan teriakannya." 

"Tidak mau, aku masih melihat acara ini." Riko langsung menolak perintah Sukma. 

"Dasar anak tidak bisa di atur," gerutu Sukma sambil berjalan ke arah kamar Nia. 

Sukma yang baru saja membuka pintu terkejut saat melihat menantunya duduk di lantai dengan darah segar yang menggalir. Merasa khawatir Sukma langsung berteriak memanggil Riko. Hingga membuat seluruh orang yang ada di rumah itu terkejut. 

"Bu, aku mohon tolong anakku," ucap Nia sambil memohon.

"Ada apa sih, Bu? Teriak-teriak seperti itu!" bentak Sari yang baru saja datang. 

"Mana Riko?" tanya Sukma sambil menoleh ke arah Sari. 

"Ada apa, Bu." 

"Riko lihat istrimu, dia sedang menggalami pendarahan hebat." Sukma terlihat ketakutan. 

"Bukannya Ibu yang meminta ku untuk menggugurkan kandungan Nia, sekarang kenapa Ibu justru khawatir." 

"Apa! Jadi kamu sengaja menggugurkan kandunganku, Mas," teriak Nia sambil memegangi perutnya. 

"Ya sudah. Kalian urus saja semua sendiri, Ibu mau istirahat," ucap Sukma yang lansgung keluar dari kamar itu. 

Riko yang sejak tadi berdiri di depan pintu. Kini sudah masuk ke dalam kamar. Perlahan dia mulai duduk di hadapan sang istri yang sedang kesakitan. 

"Mas Riko, aku mohon bawa aku ke Rumah sakit! Kasihan anak ini, Mas." 

"Kamu pikir aku peduli dengan anak ini? Asal kamu tahu aku tidak akan sudi menerima anak haram yang ada di perutmu itu," jawab Riko sambil tersenyum.

"Ya Allah. Mas, tega sekali kamu bicara seperti itu. Bukankah kamu sendiri yang memintaku melayani laki-laki hidung belang itu," ucap Nia sambil terus menagis kesakitan. 

"Aku memang menyuruhmu, tapi bukan memintamu untuk mengandung anak mereka," jawab Riko sambil menganggkat dagu Nia. 

"Terserah apa katamu, yang pasti kamu harus segera membawaku ke Rumah sakit, aku tidak mau meninggal sia-sia disini." 

"Tidak usah manja! Nanti juga berhenti sendiri darah itu, sakit sedikit saja sudah berteriak seperti orang mau mati!" bentak Riko sambil berdiri. 

"Mau kemana kamu, Mas?" tanya Nia saat melihat suaminya berjalan ke arah pintu. 

"Bukan urusanmu, oh ya. Awas kalau sampai orang lain atau orang tuamu tahu masalah ini, aku tidak segan-segan melaporkanmu ke Polisi atas tuduhan penggelapan dan penipuan," ancam Riko sambil menjambak rambut Nia. 

Nia yang melihat Riko keluar terus berteriak meminta tolong. Riko yang saat itu akan pergi langsunh mengunci pintu kamarnya. Dan langsung menyerahkan kunci tersebut pada sang ibu. 

"Ini kunci kamarku, tolong nanti siapkan makan siang untuknya." Riko menyerahkan kunci tersebut pada Sukma. 

"Tidak! Ibu tidak mau menyiapkan makanan untuk wanita itu, lebih baik kamu siapkan saja sendiri. Memang kamu pikir Ibu pembantu di rumah ini!" bentak Sukma. 

"Bu, aku ada urusan di luar. Belum lagi aku harus menitipkan Sandi pada keluarga Nia sampai dia sembuh, jika Ibu tidak mau memberi makan dia, apa Ibu mau di penjara jika dia meninggal di dalam kamar." 

"Ehm … ya sudah nanti Ibu siapkan," jawab Sukma dengan keterpaksaan. 

*** 

"Ini makan siangmu!" bentak Sukma sambil meletakkan piring berisi makanan di hadapan Noa dengan kasar. 

"Bu. Aku mohon bantu aku untuk ke Rumah sakit." Nia terlihat memohon dengan wajah pucat. 

"Kamu pikir ke Rumah sakit itu tidak pakai uang? Makan saja masih susah, sok-sokan mau ke rumah sakit. Sudah kamu diam saja di situ, nanti juga sembuh sendiri!" bentak Sukma. 

Sukma yang merasa tugasnya telah selesai. Langsung berjalan keluar kamar. Waktu berlalu dengan begitu cepat, kondisi Nia semakin hari semakin membaik. 

Nia memang terbebas dari tugasnya sebagai wanita panggilan. Namun, tidak dengan tugasnya sebagai seorang pembantu gratisan di rumah mertuanya. Sukma yang memang sangat membenci Nia terus memerintahkanya untuk mengerjakan pekerjaan rumah. 

*** 

"Nia. Kamu kenapa, Nak?" tanya Indah saat melihat wajah pucat sang putri. 

"Aku tidak apa-apa, Bu. Aku hanya merasa sedikit pusing saja," jawab Nia yang terlihat berusaha tersenyum. 

"Kamu sudah makan?" tanya Indah. 

"Belum, Bu. Ya sudah sekarang kamu makan dulu, setelah itu kamu minum obat dan istirahat," usul Indah pada sang putri. 

"Tidak perlu, Bu. Aku kesini hanya mau menjemput Sandi, setelah itu aku harus segera pulang. Aku takut Mas Riko pulang sebelum aku sampai di rumah." 

"Nak, kalau kamu sakit biarkan saja Sandi disini terlebih dahulu. Ibu dan yang lain tidak keberatan merawatnya, ya paling tidak sampai kamu sembuh," jelas Indah sambil menggusap pundak sang putri. 

Mendengar ucapan Indah, Nia langsung memeluk tubuh tua yang sudah melahirkannya itu. Air mata yang sejak tadi di tahan kini tak dapat lagi dia bendung. Hatinya saat ini benar-benar hancur, luka yang di berikan Riko benar-benar sudah membuatnya berantakan. 

*** 

Suatu pagi, Nia yang saat itu sedang membersihkan tempat tidur. Tanpa sengaja melihat sebuah pesan masuk di ponsel suaminya. Sebuah pesan mesra dari seorang wanita yang bernama Maya. 

Maya : [Sayang, kapan kamu sampai dirumahku. Aku sudah merindukanmu.]

"Maya? Siapa wanita itu, kenapa dia memanggil Mas Riko dengan sayang. Apa jangan-jangan … ." 

"Sedang apa kamu membuka ponselku?!" bentak Riko yang ternyata sudah ada di dalam kamar. 

"Mas, siapa wanita yang bernama Maya ini? Apa dia kekasihmu," tanya Nia sambil menatap mata sang suami. 

Sambil merampas ponsel dari tangan Nia. "Bukan urusanmu, ingat urusanmu hanyalah mengerjakan pekerjaan rumah dan melayani tamu." 

 "Selama ini aku sudah menuruti semua perintahmu, dan keluargamu. Apa ini balasanmu untuk semua pengorbananku selama ini!" teriak Nia sambil meneteskan air mata. 

"Lebay banget sih. Masalah begini saja sudah di besar-besarkan, aku dan Maya hanyalah sementara. Bukan selamanya," jawab Riko dengan entengnya. 

"Kamu mencintainya?" tanya Nia sambil menatap mata Riko. 

"Apa-apaan sih kamu." 

Sambil memegang tangan Riko. "Mas, jawab aku. Apa kamu mencintai Maya." 

"Jika iya memang kenapa? Kamu keberatan." 

"Bawa aku bertemu dengan Maya," ucap Nia hingga membuat Riko terkejut. 

"Tidak! Aku tidak akan membawamu bertemu dengannya," jawab Riko sambil menoleh ke arah sang istri. 

"Kenapa? Apa kamu takut aku menyakitnya. Kamu tenang saja, aku tidak akan melukai wanita yang kamu cintai itu." Nia berusaha meyakinkan Riko. 

"Apa mungkin aku mempertemukan mereka berdua," batin Riko sambil yerus menatap wajah sang istri. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status