Tok Tok Tok!
Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruang kerja Steve yang tengah sibuk berkutat dengan pekerjaan. "Masuk!" seru Steve sambil terus menatap laptop di depannya. Sekretaris cantik berjalan mendekati meja kerja bosnya lalu menarik kursi dan duduk. "Selamat pagi Pak Steve," sapanya ramah. "Hari ini Anda ada jadwal pertemuan dengan seorang artis cantik pendatang baru yang namanya sedang naik daun. Dia adalah Laura. Dia akan menjadi bintang untuk mengiklankan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion." Sekretaris Steve merinci jadwal agenda harian bosnya. "Ada lagi?" tanya Steve hanya melirik sesaat lalu kembali fokus menatap layar laptopnya. "Hanya itu Pak." "Ya sudah. Kamu boleh keluar." "Baik Pak, saya permisi." Sekretaris itu keluar dari ruangan Steve setelah selesai memberitahu jadwal harian bosnya. "Pagi Bu," sapa sekretaris Steve saat melihat seorang wanita menahan pintu yang hendak ditutup. Tak Tak Tak. Terdengar suara langkah kaki mendekati meja kerjanya, Steve menatap ke arah pintu melihat seorang wanita masuk ke dalam ruangan tanpa permisi. Steve mengembus napas kasar karena lagi-lagi orang yang tidak diharapkan masuk ke ruangannya. "Jangan kesal dulu. Aku datang ke sini karena aku ingin memberimu sesuatu," ucap Evelyn yang tahu kalau Steve tidak suka dengan kedatangannya. Merasa tak ditanggapi, Evelyn mulai kesal lalu ia melempar sesuatu ke atas meja kerja adiknya. "Sayang sekali kalian tidak berjodoh," gumam Evelyn sambil tersenyum getir. Steve melirik pada benda yang tadi dilempar oleh kakaknya tersebut. Kertas undangan bertuliskan nama sang kekasih dan sahabatnya terpampang jelas di sana. Namun, Steve tampak tenang tidak seperti yang diharapkan oleh Evelyn sebelumnya. Menghela napas kasar seraya tersenyum kecut Steve kemudian mengatakan, "Jadi kedatanganmu jauh-jauh ke sini hanya ingin mengantar surat undangan ini?" Evelyn mengangkat satu alis, tak percaya dengan apa yang dilihat. "Dia kekasihmu, bukan? Lalu kenapa kamu terlihat biasa saja? Dia sudah mengkhianatimu." Steve tersenyum getir. "Sudah lama aku putus dengannya. Kalau kedatangan-mu ke sini hanya ingin memberikan surat undangan ini. Aku tidak memiliki waktu untuk berlama-lama menanggapi-mu, aku sedang sibuk dan banyak urusan." Evelyn membuka mulut membentuk huruf O besar, masih tak percaya dengan reaksi sang adik yang terlihat biasa saja. Tujuannya bukan itu, tujuannya adalah membuat hati Steve hancur lebur. Steve berdiri, mengambil tas tenteng dan kunci mobil di atas meja kerjanya. "Kalau kedatangan-mu hanya untuk mengantarkan surat undangan, artinya urusanmu sudah selesai. Silakan pergi dari kantorku!" desisnya tersenyum sinis. Evelyn tersenyum kecil sambil menggaruk alisnya. 'Sial, kenapa dia tidak marah?' batinnya kesal. Steve melangkahkan kaki tegas keluar dari ruangan, meninggalkan Evelyn yang masih mematung di dekat meja kerjanya. "Sial! Dasar lelaki tak tahu diri," geram Evelyn, emosi. "Kalau sudah selesai, silakan keluar dari ruanganku!" seru Steve kemudian menutup pintu. "Pak, artis pendatang baru bernama Laura sudah menunggu kita di restoran," ucap sang sekretaris saat melihat bosnya keluar dari dalam ruangan. Steve menganggukkan kepala lalu melangkah menuruni gedung perusahaannya menuju parkiran. *** Laura sudah berada di restoran mewah yang menyediakan menu makanan dari Perancis. Saat ini dia tengah duduk berdua dengan Yona, asistennya. "Kamu yakin mau melanjutkan meeting ini? Wajahmu sangat pucat," tanya Yona khawatir pada Laura. "Aku baik-baik saja. Meeting ini sangat penting. Kamu tahu kan bayarannya sangat tinggi hanya untuk mengiklankan satu produk." Laura meminum jus jeruk untuk menghilangkan rasa mual yang mengaduk-ngaduk lambung. "Tapi wajahmu terlihat pucat, aku khawatir dengan keadaanmu." Yona memegang jemari tangan Laura yang diletakkan di atas meja. Laura berusaha tersenyum sambil menahan mual, tetapi akhirnya rasa mual itu tak dapat ditahan lagi. "Aku ingin ke toilet sebentar." Laura berlari menuju toilet, memuntahkan semua isi perutnya. "Ayo dong, Sayang. Please, jangan menyiksa Mommy terus. Sebentar lagi setelah Mommy mendapatkan uang dari pekerjaan ini, Mommy akan berhenti bekerja sampai kamu lahir," ucap Laura sambil memegang perutnya yang masih rata. Kini Laura sudah bisa menerima kenyataan bahwa dia sedang mengandung anak dari lelaki yang tidak dikenal. Dia sudah memutuskan untuk merawat bayi itu dan membesarkannya. Memberi kasih sayang tulus walau tanpa suami. "Ma, maafin aku karena sudah mengecewakan Mama. Mungkin aku harus menunda semua mimpiku untuk membeli rumah, tapi aku berjanji setelah anak ini lahir. aku akan kembali bekerja dengan giat agar hidup kita bahagia." Selesai mengeluarkan isi lambung, ia menghapus sisa muntah yang ada di bibir. "Semoga mualnya hilang." Laura mematut diri di depan cermin lalu kembali memoles wajahnya menggunakan make-up agar terlihat fresh. * Laura masih berapa di toilet sedangkan Steve sudah datang ke restoran. Melihat kedatangan CEO tampan itu, Yona langsung berdiri sambil menyunggingkan senyuman ramah. Dalam hati merasa gelisah karena Laura belum keluar dari toilet, sedangkan Steve semakin dekat ke arahnya. Terpaksa dia menyambut kedatangan Steve sendiri. "Selamat siang Pak Steve?" sapa Yona mengulurkan tangannya pada Steve dan sekretarisnya. Steve mengedarkan pandangan ke seluruh ruang restoran mewah itu. Yona tersenyum tidak enak hati, menyadari Steve mencari bosnya. "Mencari Laura ya? Dia sedang ke toilet. Mungkin sebentar lagi dia datang. Silakan duduk dulu, Pak," jelas Yona ramah. "Silakan duduk Pak." "Hmm," sahut Steve lalu duduk kemudian melihat daftar menu yang berada di atas meja. Sesekali pandang matanya tertuju pada pintu toilet wanita lalu melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kekarnya. "Mungkin sebentar lagi Laura selesai," ucap Yona semakin tak enak hati. Steve mengangguk dengan wajah datar. Setelah sekian menit menunggu. Laura keluar dari dalam toilet, melangkah kembali ke mejanya. "Selamat siang, Pak Steve," sapa Laura tersenyum ramah. Laura mengulurkan tangan ke depan Steve. "Siang." Steve memandang dingin tidak menyambut uluran tangan artis cantik itu. Laura tersenyum kecil lalu duduk di sebelah Yona. 'Sombong sekali,' gumamnya dalam hati. Laura melirik Steve, tetapi enggan membuka pembicaraan dengan lelaki dingin itu. Meeting pun dimulai, hanya Yuna dan sekretaris Steve yang lebih banyak berbicara tentang perjanjian kontrak kerja. Sedangkan Steve dan Laura, hanya diam dan menyimak.Permintaan maaf Kristian disambut baik oleh Laura. Bahkan sudah lama wanita cantik itu memaafkan Kristian dan tidak pernah mengambil hati ucapan Kristian meski menyakitkan. "Steve, tidak salah memilih wanita secantik dan sebaik dirimu. Bahkan kamu bisa memaafkan Papa meski kesalahan Papa sangat fatal," ucap Kristian pada calon menantunya itu. Laura tersenyum. "Tidak perlu meminta maaf Pa, wajar kalau Papa ingin wanita yang terbaik untuk Steve karena dia adalah anak laki-laki Papa satu-satunya. Aku memaklumi itu dan aku tidak mempermasalahkannya. Aku sudah melupakan semua itu meski awalnya aku merasa sedih, karena Papa tidak menyetujui aku menjadi istri Steve tapi sekarang aku senang karena Papa sudah merestui kami menikah."Kristian tak kuasa menahan air matanya yang membasahi wajah, ia pun memeluk Laura erat. "Papa sangat setuju kamu menikah dengan anak Papa."Laura tersenyum lebar. "Terima kasih Pa."Kini kebahagiaan Laura sempurna, bukan hanya dia diterima menjadi menantu Kristia
Kristian tampak syok berat saat melihat Nikolas sudah berada di belakangnya. Nikolas datang bersama Grace istrinya. Nikolas adalah teman lama Kristian, sudah puluhan tahun mereka tidak bertemu dan sekarang adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Namun, Kristian merasa tak enak hati karena dia sempat tidak menyetujui anaknya berhubungan dengan Laura anak dari Nikolas Karena permasalahan itu, Kristian menjadi tak bisa menyapa teman lamanya karena merasa jahat pada Nikolas dan Laura. Meski wajah Nikolas terlihat datar dan tidak menunjukkan kemarahan pada Kristian, tetapi Kristian tetap tidak bisa menegur Nikolas dan hanya menundukkan kepalanya menatap lantai. Nikolas dan Grace pun masuk ke kamar perawatan tempat Laura dirawat. Ia melihat Kristian yang justru tak mau menegurnya."Apa kabar? Kamu sudah lupa denganku Aku Nikolas teman lamamu. Kenapa kamu justru menundukkan kepala seperti itu apa kamu tidak ingat lagi denganku?" Nikolas memegang bahu Kristian.Bukannya menj
Kembali harus menelan kekecewaan karena semua rencananya gagal total, Yeni mulai menyusun rencana lain untuk menghancurkan keluarga Nikolas dan mengambil harta mantan calon suami itu. Namun, ia tidak memiliki uang untuk membayar jasa preman. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya meminta bantuan mantan suaminya yang tukang mabuk itu."Tommy, lelaki bodoh itu. Apa saja yang dia lakukan selama ini? Apa mungkin dia sudah memiliki rencana lain selain menculik Laura?" gumam Yeni. Ia mengambil ponsel yang tergeletak dari atas meja usang di ruang tengah rumah gubuknya. "Aku harus mencari penginapan untuk malam ini, karena sepertinya hujan akan turun. Aku tidak ingin kebasahan karena atap di rumah ini bocor," gumamnya sambil menekan nomor ponsel menghubungi Tommy. Tak berapa lama ... telepon darinya diterima oleh Tommy."Ada apa? Apa kamu merindukanku? Kamu ingin merasakan rudalku lagi? Sayangnya aku tidak tahu kamu berada di mana sekarang," raca
Steve menanti jawaban dari dokter yang menangani Laura, hatinya belum tenang. Justru semakin gelisah saat ia melihat raut wajah sendu dokter yang baru saja keluar dari ruangan pemeriksaan kandungan. Pertanyaan Steve belum dijawab oleh dokter tersebut, lalu Steve mengulangi pertanyaannya lagi, "Bagaimana kondisi istri dan bayi di kandungannya, Dok? Istri dan calon anak saya, baik baik saja kan?"Kali ini dokter menjawab pertanyaan Steve, "Kondisi kandungan istri Anda sangat lemah. Nyaris saja dia mengalami keguguran, andai saja dia terlambat mendapatkan penangan dari kami. Saya sarankan istri Anda melakukan bedrest total di rumah, jangan melakukan aktivitas apapun untuk beberapa bulan ke depan."Mendengar penjelasan dari dokter, perasaan Steve sedikit tenang. Ia menghela napas lega sambil mengucap syukur atas keselamatan anak dan calon istrinya. Namun, emosinya pada sang ayah belum reda. Dia masih ingin memberikan pelajaran pada ayahnya itu agar
"Gagal! Dia berhasil kabur. Aku gagal menculiknya. Wanita itu sangat gesit. Apa kamu tahu tempat lain yang biasa dia kunjungi? Kalau aku menculiknya di rumah sakit, bisa bisa aku menjadi amukan orang orang." "Aku tidak tahu ke mana saja dia pergi, atau kamu datangi saja apartemennya yang ada di pusat kota. Dia tinggal di Hotel bersama ibunya." "Oke, aku akan mendatangi rumah sakit itu." "Tunggu dulu, apa ada orang yang melihat aksimu tadi? Kamu bilang dia berhasil lari?" "Tidak ada. Dia lari saat melihatku. Aku juga tidak mengerti mengapa dia melakukan itu, apa mungkin instingnya sangat kuat sampai sampai dia tahu kalau aku ingin berbuat jahat?" "Entahlah. Mungkin saja yang ingin berbuat jahat padanya bukan hanya kamu. Seingatku ayah dari lelaki yang menghamilinya tidak menyetujui anaknya menikah dengan Laura mungkin dia juga berbuat jahat padanya." "Masuk akal." "Sebaiknya kamu pergi dari rumah sakit itu sebelum ada yang melihat." "Aku sudah tahu, aku sudah berada di angkot."
Setelah mengetahui rencana sang ayah yang ingin mencelakai kandungan Laura, Steve panik dan berlari keluar dari ruangan. Di ruang tengah rumahnya, Steve berpapasan dengan sang ibu, tetapi dia tidak bisa menjelaskan apapun karena terburu-buru. Yohana hanya menatap bingung pada anaknya yang panik. "Ada apa?" Steve terus berlari keluar dari rumahnya lalu masuk ke mobil."Kamu mau ke mana, Steve?" tanya Yohana mengejar anaknya ke halaman rumah.Steve tak menjawab, bahkan menatap ibunya saja tidak. Hal itu tentu menjadi pertanyaan besar bagi Yohana, mengingat Steve tidak pernah bersikap seperti itu padanya. Rasa penasaran menghantui hati wanita cantik itu, ia kembali berjalan cepat memasuki ruang menuju ruangan suaminya untuk bertanya ada apa sebenarnya.Apa mungkin Steve bertengkar dengan ayahnya sendiri? Deg!Sama seperti Steve tadi, wajah Kristian terlihat tegang saat keluar dari ruang kerjanya.