Share

5. Pengajuan Perceraian

Penulis: LiaBlue
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-05 10:47:28

“Gino! Kenapa kamu seakan marah padaku? Bukannya kamu juga tidak terlalu peduli kepada Davita? Kamu bilang, kalau kamu hanya ingin memanfaatkan kepintarannya saat nanti punya pekerjaan ‘kan? Belum tentu juga dia akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Kenapa kamu begitu frustasi hanya karena dia ingin bercerai? Harusnya kamu senang.”

“Diam ‘lah!” Gino menggeram, ia manatap Hani dengan mata tajam. “Harusnya kamu menahan semuanya, sekarang jadi kacau begini. Aku tidak ingin berpisah dengan Davita, padahal aku sudah susah payah mempertahankan hubungan kami.”

Hani tersenyum sinis. “Jadi apa yang dikatakan Davita benar? Kamu selama ini berbohong padaku, hanya demi aku bersedia terus bersenang-senang denganmu, iya? Kamu bilang hanya memanfaatkan Davita, nyatanya kamu benar-benar menyukainya?” geram Hani.

Gino mengurut keningnya yang berdenyut. “Tidak usah membuatku semakin pusing, Hani. Intinya jangan ganggu aku sekarang.”

“Tapi percuma, Davita pasti tidak akan memaafkan kamu. Dia serius akan mengurus surat cerai. Terima saja kenyataan,” decih Hani.

Gino mengepalkan tangannya. “Aku harus menemuinya pagi-pagi, membujuknya untuk mengurungkan niat.”

Hani menatap Gino tak percaya. “Begitu inginnya kamu mempertahankan dia?” Tangan Hani terkepal kuat, kenyataan ini membuatnya semakin membenci Davita. “Aku yakin dia tidak akan bersedia, aku tahu betul bagaimana karakter Davita. Dia akan melakukan sesuatu yang sudah terlontar dari mulutnya. Dia pasti akan menceraikanmu.”

Gino mengumpat sembari melempar gelas kaca hingga berderai membentur dinding. “Jika pada akhirnya kami benar-benar harus bercerai, maka aku akan membuatnya menyesal. Dia bisa apa tanpa aku? Hanya seorang anak panti miskin, tidak punya keluarga dan tidak punya pekerjaan.”

Hani tersenyum miring. “Ini yang aku mau, buat ‘lah hidup Davita menderita. Dengan begitu aku pun akan menjadi semakin bahagia. Aku sungguh membencinya, benci dengan wajah cantiknya yang selalu berhasil menarik perhatian para pria. Harusnya semua perhatian itu untukku, tapi dia merebut semuanya. Aku sangat membencimu, Davita.”

Malam itu Davita tak bisa mengunjungi alam mimpinya. Bahkan sekadar untuk memicingkan mata pun tak sanggup. Mata bengkak karena menangis berjam-jam, Davita lelah. Rasa sakit di hatinya sudah tak mampu lagi diungkapkan dengan kata-kata.

Davita menarik napas dalam, ia memandangi langit-langit kamar dengan tatapan sayu. “Dugaanku salah. Aku mengira kehidupanku setelah pernikahan ini akan menjadi begitu membahagiakan. Semua angan-angan yang aku bangun sedari dulu, runtuh seketika. Apa sebenarnya aku ini memang dikutuk? Aku dikutuk, tidak diizinkan untuk bahagia, tidak diizinkan untuk memiliki keluarga? Dari bayi dibuang orang tua sendiri, sekarang dua orang yang begitu aku sayangi, sangat aku percaya ... rupanya berkhianat, bahkan ternyata selama ini mereka bermain peran tanpa sepengetahuanku.”

Davita tertawa pahit, matanya berkaca-kaca.

“Sekarang ... bagaimana caraku untuk bisa percaya kepada manusia? Entah itu pria ataupun wanita.” Davita menarik napas dalam. “Bagaimana?”

Meski semalaman tak tidur, tubuh dan batin kesakitan, Davita tetap menguatkan diri sendiri untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Gadis malang itu berusaha tetap tegar meski hatinya hancur tak berbentuk. Rasa sakit yang tak terhingga ini, berhasil melahirkan dendam mendalam di hati Davita.

Dendam yang dalam hitungan menit per menit, terus membesar dan mencapai puncak tertinggi. Hanya beberapa jam durasi waktu setelah kejadian tadi malam, tekad Davita untuk membalas dendam semakin besar.

Davita berkaca, ia memandangi wajah cantiknya di depan cermin. Ekspresi Davita begitu dingin, sorot matanya pun sangat tajam penuh dendam. Perlahan Davita meraih benda pintar di samping westafel, lalu menghubungi seseorang.

“Hallo, Nyonya.”

“Cek surel-mu, saya sudah kirim semua berkas yang harus kamu kerjakan. Saya tunggu kabar tentang proses secepatnya!” titah Davita tegas.

“Baik, Nyonya. Akan segera saya cek dan laporkan proses kemajuannya.”

Davita kembali meletakkan benda pipih itu di atas meja westafel. “Aku ingin proses perceraian ini segera selesai,” bisiknya.

Davita masih memandangi wajah cantiknya di depan kaca. Mata bengkak Davita sudah tak terlihat setelah dipoles make up tipis.

“Baiklah, Davita. Ayo kita buat mereka merasakan apa itu rasa sakit. Bahkan mereka harus merasakan sakit ini berkali lipat dari pada rasa sakitku,” desis Davita berbicara dengan dirinya di depan cermin.

***

“Davita!”

Davita menggeram melihat Gino berlari mengejarnya. Gadis itu mempercepat langkah menuju sebuah gedung perusahaan, ia belum ingin bertemu dengan Gino.

“Davita, tunggu!” Gino terus berlari, mengejar langkah Davita. “Davita! Aku tadi sudah ke kontrakanmu, aku ketuk berkali-kali. Katanya kamu dari tadi malam tidak pulang, kamu menginap di mana tadi malam?”

Davita tak menghiraukan celotehan Gino yang terus mengejarnya. “Ada untungnya juga aku belum sempat memberitahu apartemenku. Jadi aku aman, tidak akan diganggunya ke apartemen. Menjijikkan sekali, aku belum ingin bertemu dengannya. Melihat wajahnya saja sudah membuat emosiku tidak stabil,” batin Davita.

“Davita, kenapa diam saja?” Gino meraih pergelangan tangan Davita ketika gadis itu semakin mempercepat langkah.

“Lepaskan!” Davita menepis tangan Gino, lalu menatap pria itu tajam. “Jangan sentuh aku dengan tangan menjijikkanmu itu, Gino!”

Gino menggeram. “Jangan keterlaluan, Davita! Aku ini suamimu, sopan ‘lah!”

Davita tersenyum sinis. “Suami? Yah, mungkin sekarang masih suami, tapi kita sedang dalam proses perceraian. Aku sudah memasukkan dokumen pengajuan perceraian kita. Dalam waktu dekat, kita bukan lagi siapa-siapa.”

“Tunggu, Davita!” Gino kembali meraih pergelangan tangan Davita, tetapi gadis itu langsung menariknya kasar. “Aku tidak setuju kita bercerai, aku tidak akan pernah setuju.”

“Terserahmu!” Davita memandang Gino dengan tatapan jijik serta penuh kebencian. “Dokumenku lengkap dan bukti-buktinya pun sangat kuat. Kamu ingin setuju atau tidak, kita tetap akan bercerai!” tekan Davita dingin.

Setelahnya Davita melangkah pergi, tangannya terkepal kuat. Emosinya kembali tak stabil, ia benar-benar belum siap berhadapan dengan Gino, apalagi melihat wajah pria itu dari jarak begitu dekat.

Tangan Gino terkepal melihat pergerakan Davita. “Kamu akan menyesali ini, Davita! Kamu akan menyesal jika bercerai denganku!”

Langkah Davita terhenti, hal itu membuat Gino tersenyum angkuh. Gino mengira Davita akan berubah pikiran.

Davita membalikkan badan, lalu menatap Gino dengan tatapan begitu dingin. “Menyesal?” Davita mengangguk pelan, ia tersenyum sinis ke arah Gino. “Iya, aku sudah menyesal sekarang. Sangat menyesal karena bersedia menikah denganmu, bajingan. Ternyata dulu aku sangat buta dan bodoh, sampai aku tidak bisa mengenali antara manusia dan binatang,” desis Davita.

“Kau!” Gino murka, ia melayangkan tangan yang siap untuk menyapa pipi putih Davita.

Davita memejamkan matanya, seakan sudah siap menerima tamparan dari Gino. Namun, beberapa detik gadis itu tak kunjung merasakan apa-apa. Perlahan Davita membuka sebelah matanya, ia terkejut melihat tangan Gino ditahan oleh seseorang.

Gino pun tampak sangat terkejut melihat seorang pria yang tengah menahan pergelangan tangannya. Pria itu menepis tangan Gino, ia memandang Gino dengan ekspresi dingin.

“T-tuan Naradipta?” gumam Gino kaku.

Davita terkejut, ia mendongak menatap pria tinggi tampan yang baru saja membantunya. “Tuan Naradipta? Apa maksudnya dia ini ... Angga Naradipta, CEO Naradipta Group sekaligus penerus utama keluarga Naradipta yang terkemuka di kota ini?” batin Davita.

“Berani sekali kau membuat keributan di kantor ini,” tegur Lupis—asisten Angga.

Gino menunduk dengan wajah kaku. “M-maafkan saya, Tuan. Saya tidak bermaksud membuat keributan.”

Angga melirik Davita singkat, lalu melanjutkan langkah tanpa berkata-kata. Davita pun sempat terdiam sejenak, lalu tersadar kala mengingat tujuannya datang ke gendung perusahaan besar itu.

“Astaga, aku ke sini ‘kan niatnya ingin mengajukan pertemuan dengan Angga Naradipta untuk usaha kerjasama. Sudah berkali-kali aku ke sini, pengajuanku selalu ditolak karena untuk bertemu dengannya sangat susah. Ternyata dia persis seperti yang dirumorkan, tampan tapi dingin dan terlihat ... sedikit menyeramkan,” batin Davita.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   52. Turun

    Tangan Hani terkepal melihat tangan Angga tengah menggenggm tangan Davita. Meski Angga sedang membawa mobil, pria itu masih begitu manis menggenggam tangan Davita. Situasi itu membuat Hani benar-benar seperti orang ketiga di antara mereka, padahal dirinya ‘lah calon istri sah Angga.Pasti Hani tak pernah menyangka dan tak pernah membayangkan jika dirinya akan pernah berada di posisi itu. Mungkin perlahan balasan dan karma mulai datang, karena dulu Hani sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan Davita dan Gino.Davita pun senang karena perlahan balas dendamnya semakin nyata. Ia melirik ekspresi Hani dari pantulan kaca depan mobil. Davita tampak sangat puas melihat wajah marah Hani.“Emm, Kak.”Angga langsung menoleh ketika Davita memanggilnya. “Kenapa?”“Perutku sedari tadi sedikit tidak enak. Aku ingin beli es krim dulu di depan.”Angga menatap Davita yang tersenyum manis kepadanya. “Perut tidak enak, kenapa malah minta es krim? Ini sudah malam, nanti perut kamu semakin tidak enak.

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   51. Pulang Bertiga

    “Davita ini klien Tante, sekaligus temannya Angga. Davita orang yang bertanggung jawab untuk mengurus taman bunga mansion Naradipta. Tadi baru saja selesai survei akhir, sebelum tamannya digarap sesuai denah yang Tante minta. Karna tadi sudah terlalu sore, jadi Tante minta Davita istirahat dulu di sini.” Laili menjelaskan tentang Davita kepada Hani, ia hanya tak ingin Hani berpikiran lain.Meski begitu, Hani memang sudah terlanjur geram kepada Davita. Ia pun sudah tahu jika Davita sengaja mendekati Angga untuk balas dendam kepada dirinya. Davita sendiri sudah mengaku secara terang-terangan kala itu.Hani hanya bisa tersenyum kepada Laili, untuk menjaga image-nya. “Oh begitu, Tante. Ternyata Nona Davita ini karyawan toko bunga, ya?” Hani sengaja menekan kata karyawan toko bunga, demi merendahkan Davita.Davita tersenyum tenang. “Senang sekali bisa bertemu dan berkenalan dengan Nona Candra yang katanya salah satu model terbaik di kota kita.”Hani tersenyum sinis. “Iya, aku juga senang b

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   50. Tidak Percaya

    “Angga, Hani sudah datang. Ayo turun.”Angga berdecak, ia keluar dari kamarnya menemui sang ibu. “Aku akan ikut makan malam kalau Davita juga ikut.”“Iya, Mama tahu. Kamu turun saja duluan, Davita akan menyusul.”“Mama tidak akan membohongiku ‘kan?”Laili mengembuskan napas pelan. “Kamu tidak percaya sama Mama? Sudah, ke bawah saja. Mama akan panggil Davita.”“Biar aku saja.”Laili menahan lengan putranya. “Biar Mama saja. Kamu tidak ingin Kakek curiga, lalu tidak suka kepada Davita ‘kan?”Angga mengembuskan napas berat. “Aku akan tunggu di bawah. Kalau Davita masih tidak turun dalam beberapa menit, aku akan menjemputnya ke kamar.”“Iya-iya, Mama tahu. Pergi ‘lah dulu ke bawah. Kakek dan Hani sudah menunggu di meja makan.”Meski terpaksa, Angga masuk ke dalam lift, menuju ke lantai bawah. Setidaknya Angga masih beruntung Laili tak menentang perasaannya untuk Davita. Seperti yang disebutkan Davita, Laili saat ini berada di posisi serba salah.Laili juga tak enak serta kasihan kepada Ha

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   49. Om, Bukan Kakak

    “Angga masih tidur?” Laili mengintip ke dalam kamar Davita.Davita tersenyum kikuk, ia merasa tak enak. “I-ya, Tante. Aku akan bangunkan sekarang.”“Tidak usah.” Laili menahan pergelangan tangan Davita. Ia tersenyum, lalu menepuk pelan lengan Davita. “Tante ke sini hanya ingin mengajak kamu jalan-jalan sebentar. Masih gerimis, biarkan saja Angga tidur. Jarang sekali dia bisa tidur nyenyak begitu. Biasanya hanya tidur sebentar, lalu fokus kerja lagi. Tante senang dia bisa tidur lebih lama.”Davita terdiam. Ia ikut menoleh ke dalam kamar, meski ranjang tak terlihat jelas dari sana. “Kalau begitu ayo kita jalan-jalan sebentar, Tante.”“Lebih baik pakai ini. Karna hujan, kondisi di luar lebih dingin. Takutnya kamu masuk angin, nanti malah demam. Kalau kamu demam, Tante bisa dimarahi Angga,” canda Laili.Davita terkekeh kecil. Ia masih merasa tak enak serta canggung mempublikasikan hubungannya dengan Angga, di depan Laili. Bagaimanapun Laili pun tahu jika Angga akan segera menikah, sehingg

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   48. Hubungan Yang Salah

    “Eh, Davita.” Laili terkejut melihat Angga datang bersama Davita. Ia berdiri dari duduknya, lalu mendekat ke arah Davita. “Kamu datang, kenapa tidak bilang-bilang Tante? Tahu begitu Tante siapkan sesuatu buat kita makan-makan.”Davita terkekeh kecil menanggapi itu. “Tidak usah repot, Tante. Kebetulan hari ini pekerjaan di toko lebih cepat selesai, Tante. Jadi sekalian saja datang ke sini, melanjutkan pembahasan masalah pembangunan taman bunga.”“Oh, sudah bisa dilanjutkan, ya? Kerja kamu cepat sekali, ya? Baru beberapa hari sudah selesai dan langsung ke tahap selanjutnya. Tidak heran kamu bisa menjadi bos muda.” Laili tersenyum kagum kepada Davita.Davita tersenyum tak enak. “Biasa saja, Tante. Aku masih belum apa-apa dibandingkan Kak Angga.” Ia melirik Angga yang berdiri di sampingnya.Angga tersenyum, ia mengusap puncak kepala Davita singkat. Hal itu membuat Laili terkejut. Pasalnya Angga tak pernah berlaku begitu manis dan lembut kepada orang lain, apalagi perempuan.“Kamu jauh leb

  • Diselingkuhi Mantan, Pelukan Hangat CEO Kudapatkan   47. Fitting Baju

    “Tante, Tuan Muda Naradipta tidak bersedia ikut untuk fitting baju.” Hani memperlihatkan wajah sedihnya di depan Laili.“Kenapa kamu memanggilnya terlalu formal begitu? Kalian sebentar lagi akan menikah. Coba biasanya lagi memanggil dengan nama. Panggil saja dia Angga, jangan panggil terlalu normal,” balas Laili.Hani tersenyum senang, tetapi ia berdeham untuk terlihat tetap polos di depan calon mertuanya. “Aku takut dia tidak suka dan marah. Jadi aku ingin lebih sopan saja, Tante.”“Mulai sekarang biasakan panggil nama saja. Atau kalian sepakati panggilan masing-masing, entah itu panggilan romantis seperti apa. Tidak bagus memanggil tuan atau nona begitu.” Laili tersenyum sembari menepuk pelan punggung tangan Hani.“Baik, Tante. Aku akan coba biasakan memanggil namanya. Nanti aku akan komunikasikan sama dia, bagusnya panggilan seperti apa di antara kami.” Hani tersenyum kepada Laili. “Tapi, aku takut dia tidak suka, Tante. Sekarang saja, dia menolak untuk datang fitting baju,” imbuhn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status