Fia menyelesaikan pekerjaan, kejadian pagi tadi tidak membuatnya hilang fokus. Sebaliknya Fia semakin semangat untuk membuktikan pada mereka bahwa dirinya mampu dan bukan wanita lemah."Fia hari ini ada pertemuan, tapi kita akan bertemu dengan Faris dan Rara. Apa kamu sudah siap?"Ragu Erik mengajak Fia dalam pertemuan dengan perusahan lain yang dimana ada Faris dan Rara."Aku baik-baik saja."Erik membuka pintu mobil untuk Fia bersama mereka ke restoran."Selamat datang Pak Erik, anda sudah di tunggu tapi —" ucap waiters yang menyambut kedatangan Erik dan Fia "Tapi apa?""Hanya anda yang di perbolehkan masuk ke ruangan itu.""Kenapa?""Ini permintaan pak –""Kalau begitu katakan pada beliau saya tidak akan masuk ke dalam. Fia ayok kita pergi." Erik menggandeng tangan Fia, meninggalkan restoran. Mereka kembali ke kantor mengerjakan tugas yang menumpuk.Sesekali Erik memperhatikan wanita berkerudung itu, wanita yang sejak lama ia cintai kini begitu rapuh dan dingin. Hatinya sulit ter
Suara saling bersahutan, masa yang entah dari mana datangnya. Namun Fia tahu jika mereka adalah suruhan Rara, yang pasti saat ini dirinya tertangkap basah berada di rumah bersama dengan pria lajang. Air mata mengalir begitu deras hidupnya tak lepas dari masalah yang datang silih berganti."Seret mereka pak RT, jangan kasih kesempatan!!" "Benar pak seret, kita arak mereka berdua!!"Entah siapa yang memulai tiba-tiba satu dari mereka menarik tangan Fia sehingga wanita hamil itu hampir terjatuh. Erik yang melihat itu dengan sigap melindungi Fia mendekapnya erat."Kamu tidak apa-apa Fia?"Tubuhnya bergetar hebat isak tangis terdengar menyayat hati. Erik mengepalkan tangannya, mereka telah membangkitkan amarah yang selama ini ia tahan. Dari jauh rombongan mobil dan motor menghampiri menghalau masa yang tidak terhitung lagi."Tuan maaf kami terlambat," ucap salah satu pria berbadan besar itu."Tangkap mereka yang menjadi provokasi masa. Jangan biarkan mereka bebas. Jika perlu kerahkan an
Faris meremas rambutnya kesal melihat wanita yang ia nikahi berapa bulan ini terus mengelak. Bahkan kini menuduhnya masih mencintai Fia, benarkah Faris masih mencintainya? Jawaban adakah iya. Hanya saja kesalahan pahaman terjadi sehingga membuatnya memilih menceraikan wanita yang ia nikahi empat tahun yang lalu."Kenapa kamu masih saja cemburu? Kalau aku masih mencintainya tentu aku mempertahankan dia daripada kamu." Tegas Faris."Kalau kamu tidak cinta sama dia ngapain kamu membelanya membanding-bandingkan aku sama dia!""Aku tidak pernah membandingkan kamu sama dia, apa yang aku katakan sesuai fakta. Jika Erik sampai melaporkan kamu itu artinya kamu sudah melakukan sesuatu yang membuatnya marah, paham!" Faris berlalu meninggalkan ruang keluarga. Pertengkaran mereka yang semula di kamar, sampai ke ruang keluarga di mana ibunya yang baru datang tengah mengusap punggung Rara."Faris sudah. Lagian apa untungnya kamu membela dia, urusan Erik biar ibu yang bicara sama tantemu. Sayang isti
Bu Winda membulatkan matanya melihat wanita yang menahan tangannya bahkan sorot matanya yang teduh kini tajam ke arahnya."Turunkan tanganmu padanya Winda. Aku tidak suka jika calon menantuku, kamu sakiti." Tegas Bu Belinda."Aku nggak salah dengar kan ini? Kamu selalu membelanya, apa untungnya kamu jadikan dia menantumu hah? Ah, aku lupa bukankah dia selingkuh dengan anakmu kan? Pantas dia menjadi menantumu kalian sama saja!" sinis Winda."Kamu salah. Sejak awal sudah aku ingatkan jika Fia tidak seburuk itu. Dan anakku tidak menyentuhnya! Jika kamu menganggap kami sama, tentu saja kamu sama. Sama-sama wanita terhormat!" jelas Bu Belinda, tidak kalah sengit."Bohong! Pengkhianatan memang pantas bersama dengan pengkhianatan. Kalian berdua benar-benar rendah dan hina!" seru Bu Winda."Jangan asal bicara Winda. Putraku mencintai Fia tulus, dan anak yang di kandung Fia adalah anak Faris cucu kandung kamu. Jika hari ini kamu tolak maka kelak kau akan menyesal Winda!" "Dia bukan cucuku. An
Faris berlari menolong Rara yang mengeluh kesakitan, bukan hanya Faris tapi juga kedua orang tuanya. Mereka membantu Faris segera membawa Rara ke rumah sakit."Mas sakit –" rengek Rara."Namanya melahirkan, pasti sakit!" ucap Bu Winda sinis. "Buk, sudah, malu ini di rumah sakit!" "Ck, si bapak. Biarin sih, suka suka ibu aja kenapa! Nyatanya memang gitu kok!" "Mas sakit," Rara tidak hentinya mengeluh sakit saat kontraksi semakin sering. Meski demikian Faris hanya bisa menghela napas sebab Rara menarik pergelangan tangannya agar tidak meninggalkan dirinya.Seorang dokter membatu Rara sehingga tidak lama kemudian terdengar suara tangis bayi yang memekikkan telinga."Alhamdulillah anaknya perempuan ya pak, buk, sehat normal tanpa ada kekurangan sesuatu apapun," ucap dokter, menjelaskan."Pak, silahkan di adzani," sambung dokter tersebut, ragu Faris mengambil bayi merah itu. Rara menatap wajah Faris dan anak yang ada di tangannya sesaat tatapan itu berembun. Seandainya keadaan tidak se
Rara menangis histeris setelah Faris menjatuhkan talak padanya. Terlebih sikap sang ayah yang justru begitu murka setelah mengetahui bahwa cucu yang baru saja dilahirkannya adalah benih dari pria lain. "Anak tidak tahu diri kamu. Kurang apa lagi kami mengingatkan kamu sampai kamu harus mengandung benih dari pria lain selain suami kamu!!" cetus Pak Bagas, kemarahannya tidak lagi terbendung."Pah jangan kayak gitu, ingat Rara anak kita satu-satunya. Lihatlah tubuhnya saja masih lemah apa kamu akan tetap marah padanya sekarang?" Bu Leni, mencoba untuk menghentikan amarah sang suami pada putrinya."Katakan padaku apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau kabar memalukan ini tersebar luas di luar sana mau taruh di mana mukaku ini! Putri dari pengusaha hebat ternyata hamil anak orang lain begitu! Ini didikan kamu, kenapa waktu itu tidak menurut perkataan ku, anakmu itu untuk di Masukk ke pesantren tentu kejadian ini tidak akan mungkin terjadi pada kita." Kesal Pak Bagas."Pah, sudah. Seh
Tiga hari sudah setengah Faris menjatuhkan talak pada Rara selama tiga hari itu pula ia berusaha mencari di mana keberadaan Fia saat ini. Terakhir ia tahu bahwa Fia tinggal di rumah pribadi Erik namun sayang saat dia ke sana rumah itu sudah kosong hanya ada art yang berjaga di sana."Ah, Fia kamu di mana sekarang? Tolong maafkanlah semua kesalahan yang pernah aku lakukan, kembalilah aku sangat mencintai kamu aku tidak bisa jauh dari kamu Fia," tangis Faris, sesaat tiada guna karena sekarang ia pun kehilangan mantan istrinya dan anak yang ada dalam kandungannya. "Kamu baru pulang? Gimana apa kamu bisa bertemu sama Fia?" tanya Bu Leni. Melihat wajah putranya menandakan jika Fia tidak di temukan."Pindah ke mana dia, bukankah dia juga tidak punya rumah? Tapi kamu tahu siapa laki-laki yang membantu Fia, Faris?" "Laki-laki siapa Bu? Apa dia muda atau sudah tua?" Kali ini Paris justru penasaran siapakah laki-laki dimasukkan oleh ibunya."Paruh baya seusia ayahmu, tapi ibu rasa dia laki-l
Di dalam ruang persidangan, Faris di temani kedua orang tuanya serta Poppy hanya bisa diam meski hati mereka memberontak agar semua tetap pada posisinya. "Setelah melihat bukti dan fakta yang ada, pihak pengadilan memutuskan untuk meminta pada pelaku agar menyerahkan kembali harta yang sudah di curi ..."Bu Winda hanya bisa terdiam menundukkan kepala saat hakim memutuskan dirinya bersalah dan mintanya mengembalikan semua harta milik Fia. Meski harus kehilangan seluruh harta yang ia dapatkan dari menipu Fia, namun Bu Winda merasa lega karena Fia tidak menuntut pidana padanya. Fia yang ingin menyelesaikan masalah itu di jalur kekeluargaan agar selesai tanpa ada drama berkepanjangan. "Nak bolehkah ibu bicara sebentar sama kamu?" ucap Bu Winda, lirih. Saat mereka akan keluar dari ruang persidangan. "Apa yang ingin Ibu bicarakan padaku? Aku tidak ada waktu banyak. Silahkan," sahut Fia, tanpa menoleh pada Faris."Nak Fia tolong maafkan ibu, maafkan semua kesalahan yang pernah ibu lakukan
Hari yang ditunggu tiba, pernikahan Poppy yang digelar secara sederhana, hanya mengundang tetangga dan saudara terdekat. Fia dan Erik serta kedua orang tua mereka hadir di acara spesial itu, memberikan selamat untuk Poppy dan Arman."Mbak, maafkan aku ya, maafkan semua kesalahanku di masa lalu. Aku..." Ucap Poppy di sela isak tangisnya."Aku sudah memaafkan semua kesalahan kamu. Sekarang waktunya kita membuka lembaran baru, selamat ya. Aku bahagia melihatmu seperti ini Poppy," jawab Fia dengan senyum hangat."Terima kasih, Mbak Fia. Aku benar-benar malu sama Mbak Fia," Poppy menundukkan kepala, merasa sedikit malu."Sudah ah, masa pengantin nangis, make-upnya jelek tahu! Tuh, lihat jadi luntur kan," Fia menggoda Poppy, membuat Poppy tertawa meskipun air matanya masih mengalir.Alangkah indahnya kebersamaan seperti saat ini. Fia, wanita yang menjadi kakak iparnya dulu, selalu dihina bahkan Poppy ikut andil mengusir Fia dan mendukung seorang pelakor. Namun, sekarang Fia telah memaafkan
Tiga tahun kemudian, riuh suara yang terdengar hingga ke halaman depan. Erik yang baru saja keluar dari mobil mewahnya mempercepat langkahnya, di sana tiga orang yang begitu berarti dalam hidupnya tengah berjalan ke arahnya. Menyambut kedatangan, setelah lelah bekerja."Assalamualaikum kesayangan, ayah. Wah, rupanya sudah tampan dan cantik. Lalu, gimana kabarnya jagoan ayah dalam sana?" Erik mengecup perut Fia, kaku berpindah memeluk Al sesaat. Hingga Erik menikah ke arah samping Al, di mana sosok putrinya yang tengah merajuk dengan berlahan Erik meraih tubuh mungil itu membawanya dalam dekapan hangat tubuhnya."Apa putri ayah ini tengah merajuk lagi? Sayang maafkan ayah, hari ini ayah sibuk banget sampai ayah tidak sempat makan dan ponsel ayah sampai habis baterai," lirih Erik, berusaha menyentuh hati putrinya yang sejak siang tadi merajuk. Erik meminta bantuan pada Fia yang justru di sambut dengan mengangkat bahu acuh. "Aduh," keluh Erik, memegang perutnya."Ayah! Ayah sakit? Aban
"Apa maksudmu bicara seperti itu Poppy? Kamu lupa siapa yang di depan kamu ini, hah?" ucap Winda, geram melihat sikap dan tutur kata putri bungsunya."Tidak ada maksud apa pun, yang aku katakan ini benar kan? Aku bingung sebenarnya kami ini anakmu bukan sih mah? Kenapa mama ajarkan hal tidak baik pada kami? Lihat ayah yang selalu memberikan contoh yang baik, walau kami lebih patuh pada mama. Satu persatu kamu hancur dan itu karena keegoisan mama dan kamu mas!" Plak "Lancang kamu! Pergi dari sini, dasar anak tidak berguna!" usir Winda, tanpa merasa bersalah telah menampar dan kini mengusirnya."Tanpa di suruh, aku akan pergi dari sini. Dan kamu mas Faris, nikmati dinginnya penjara bersama mama," "Argk pergi kamu, pikirkan rumah tangga kamu yang hancur itu. Pantas saja suamimu memilih menikahimu secara sederhana nyatanya dia cuma seorang bajingan!""Aku begini karena ulah kalian berdua. Mas kamu lupa sudah mengkhianati mbak Fia, kamu menerima perjodohan dari mama dan lihat bagaimana
Plak"Kenapa ayah menampar ku? Apa aku membuat ayah marah?" Faris, mengusap cairan merah di sudut bibirnya. "Menjijikan!" Umpat Jordan."Ck, sudahlah jangan ikut campur masalah ku dan Fia. Ayah, sebenarnya siapa yang anak ayah, aku atau Fia? Selama ini ayah tidak sedikit pun mendukung keinginanku, bukankah ayah menginginkan menantu ayah kembali?"Plak Sekali lagi Jordan menampar Faris. Jordan, ayah Faris, sangat marah ketika mengetahui kebenaran tentang Faris yang meminta syarat sebelum mendonorkan darahnya untuk Al. "Faris, apa yang kamu lakukan?! Kamu meminta syarat menceraikan Fia dari Erik sebelum mendonorkan darahmu untuk Al?!" Jordan berteriak dengan nada marah.Faris tidak peduli dengan kemarahan ayahnya. "Apa yang salah, Ayah? Aku hanya ingin Fia kembali kepadaku."Jordan tidak bisa percaya dengan jawaban Faris. "Kamu tidak memiliki hati! Anakmu sendiri membutuhkan darahmu, dan kamu meminta syarat seperti itu?! Kamu tidak layak menjadi ayah!"Faris tersenyum sinis. "Ayah tida
"Mah, Al kecelakaan? Kapan, dan di mana? Apa tadi ayah yang memberi kabar? Sekarang gimana keadaannya, ayo kita ke sana mah!" Seru Faris panik."Mah?" sambung Faris, melihat Ibunya justru tenang."Sayang, duduk sebentar. Biarkan semua berjalan sesuai rencana, dan kamu sebentar lagi mendapatkan apa yang kamu inginkan, tunggu di sini," Faris menggeleng, bagaimana mungkin Ibunya bersikap tenang mendengar kecelakaan cucunya. "Mama, sadar akan ucapan mama?" tanya Faris, tak habis pikir."Sangat sadar. Faris duduk dan dengarkan kata mama, sejengkal lagi impian kamu untuk rujuk menjadi nyata. Fia akan menghubungimu dan meminta kamu untuk mendonorkan darah dan ..." Winda menjeda ucapannya, tersenyum kelicikan tercetak jelas di bibirnya."Jadi ini semua karena ..." "Ya, mama yang melakukannya. Kamu tenang tidak ada yang melihat dan itu melalui orang suruhan mama, dan kamu pun menyetujuinya.""Ya, tapi aku tidak setuju kalau mama mencelakai Al, dia anak aku mah!" "Sudahlah, kamu yang member
"Faris? Kamu sudah pulang?" Winda mengerutkan keningnya, melihat sang putra pulang lebih awal. Mengingat baru sehari kembali bekerja di perusahaan yang berada di luar kota namun kali ini anak sulungnya sudah ada di depan pintu di jam makan siang."Bisa geser mah? Aku lelah," ucapnya lirih, sarat akan kekesalan yang terpendam."Tunggu, wajah kamu kenapa lebam begitu?" Winda menahan tubuh Faris, hal itu semakin membuat pria tampan itu semakin kesal."Mah, bisa minggir tidak?!" Winda menggeser tubuhnya, membiarkan anaknya masuk. "Mama ambilkan air minum dulu," Winda gegas ke dapur, mengambil air putih untuk putranya."Minumlah, setelah itu jelaskan pada Mama apa yang terjadi. Kenapa kamu pulang dengan wajah bonyok semua kayak gini, kamu berantem sama siapa?""Bisa diam mah? Aku lelah, aku pusing, pulang mau tenang!" seru Faris, Winda menghela napas melihat sikap Faris."Baiklah, mama akan diam. Kamu mau makan sekarang? Biar mama siapkan,""Tidak perlu!" Faris meninggalkan Winda begitu
"Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku huh? Apa begini caramu menghancurkan kami? Sayangnya hal itu tidak berlaku pada kami, aku akan menghancurkan kamu Faris!" geram Erik, sejak meninggalkan rumah untuk menemui Faris yang seenaknya mencuci otak putranya. "Haha! Kau takut? Erik, kamu lupa dia itu anakku, apa pun yang aku lakukan itu semua terserah sama aku, itu hak aku, paham?" Faris merapikan keras kemejanya yang sedikit berantakan karena ulah Erik. Bugh! Bugh! "Kamu pikir aku akan membiarkan semuanya terjadi. Kamu salah besar Faris, aku sendiri yang akan membuatmu menyesal karena sudah menyentuh keluargaku!" tegas Erik. Faris hanya tersenyum, sudut bibirnya terasa asin Erik berhasil melukainya. Melihat tingkah sepupu sekaligus ayah tiri anaknya, sedikit perasaan cemas namun Faris mampu bersikap tenang menghadapi Erik. "Kau takut Erik? Kamu lupa ikatan darah lebih kental dari apa pun dan aku yakin apa yang kamu lakukan ini akan membawa kehancuran hubunganmu dan Fia. Ka
"Jadi itu benar bund?" "Ya sayang, kenapa kamu tanya itu sama bunda? Jagoan bunda memikirkan hal lain?" tanya Fia, lembut."Tidak ada bund!" sahut Al santai.Hari berikutnya sikap Al seperti biasa hanya saja lebih diam, setiap Fia menanyakan selalu di jawab gelengan dan tidak apa-apa. Permintaan tiba tiba Al yang menginginkan sekolah dan permintaan yang sebentarnya membuat Fia curiga. Akan tetapi Fia mengabaikan mengira semua akan baik baik saja."Hari ini kita akan daftar sayang, kamu sudah pilih sekolah mana yang kamu inginkan?" tanya Fia, kali ini mengusap punggung putranya.Pembawaan yang tenang seakan semua berjalan sesuai keinginan, tanpa di ucapkan Fia tahu jika putranya menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi Fia tidak tahu apa, ia akan membicarakan kegelisahannya pada yang suami."Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Erik, khawatir dengan perubahan sikap anak sambungnya, sama seperti yang di rasakan Fia.Fia hanya menggeleng, ingin mengatakan jika curiga pada Faris itu tidak mungk
Kebahagiaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Erik, jika akan secepat ini membuat istrinya hamil penerus untuknya. Sejak awal Erik tidak peduli dengan anak sebab sebelum menikah dengannya Fia memiliki anak yang sangat ia cintai. Tidak berbeda jauh berbeda dengan Erik, kehamilan ini adalah kehamilan yang kedua untuk Fia sehingga memudahkan wanita cantik berhijab itu menyikapinya dengan santai. Berbeda dengan Erik yang cemas bahkan kini bersikap posesif terhadapnya."Assalamualaikum sayang, kamu di mana?""Waalaikumsalam mas kamu sudah pulang? Aku ada di dapur. Apa yang kamu bawa itu?" Fia berbalik menyambut kedatangan Erik, entah kenapa hari ini Fia merindukan aroma tubuh pria yang begitu mencintainya."Kamu lupa apa yang kamu minta tadi siang? Di mana Al?" Erik mengecup kening Fia sekilas, sebelum berlanjut mengusap perut rata Fia."Aku kira tidak ada mas. Aku lupa Al sedang pergi bersama ayah, sebentar lagi pulang." Fia berulang kali mengendus kemeja yang masih melekat di tubuh Er