Se connecterHidup Lala Prasetyo (22) seorang runtuh. Dia dijebak menghabiskan malam panas dengan dosennya sendiri, Elric Darmareja (29). Demi melindungi nyawanya, Lala terpaksa setuju menjadi istri kedua Elric. Hari-hari tenang di hidup Lala terus terusik dengan ancaman beredarnya video panas itu. Ditambah lagi pernikahan dengan Elric harus dirahasiakan. *** IG : @misscaya88
Voir plus"Kamar ini ya?"
Acara amal Universitas Lentera Harapan di Hotel Mulia masih berlangsung. 10 menit lalu, seorang kenalan memberitahu Lala jika dosen pembimbing mencarinya. Itulah alasan Lala berdiri di depan pintu kamar nomor 1001. “Kenapa harus di dalam kamar?” Lala sedikit curiga. Tangannya tertahan saat hendak memegang pintu itu. “Oh, mungkin alasan Pak Elric panggil aku ke sini karena data penelitian yang dibahas banyak. Ganteng, sih. Tapi, nyebelin banget. Kalo aku nggak datang, dia pasti bakalan marah-marah terus.” Usai menebak tujuan dosennya, Lala langsung menekan bel kamar. Baru satu kali tekan, pintu terbuka dengan kasar. “Permisi, Pak. Apa bener Bapak panggil saya untuk—” Tubuh Lala langsung ditarik masuk begitu saja. Lala goyah dan hampir tersungkur ke lantai. Tapi, seorang pria langsung menarik ke pelukannya. “Umph!” Pria tersebut menciumi bibir mungil Lala. ‘Pak Elric?’ batin Lala. Benar! Pria yang menciumnya adalah dosen pembimbingnya sendiri—Elric Darmareja. Sosok dosen muda beristri yang tampan, dingin, dan ketus. Jantung Lala berdetak kencang. Kepalanya tertahan oleh kuncian tangan Elric. “Ehm ….” Lala berusaha menutup rapat bibirnya. Tapi, Elric membuka paksa dengan lidah. “Stop, Pak!” Lala berusaha berteriak. Namun, itu justru mempermudah Elric mendapat ciuman yang diinginkannya. “Empphh!” Lala berusaha mendorong agar Elric menjauh. Namun, sia-sia. Elric justru semakin menempelkan tubuhnya. Semakin lama, Lala merasa tubuhnya menyerah dengan sentuhan Elric. Tubuhnya mulai terasa panas yang bergejolak. Tapi, sentuhan Elric mampu meredakannya. ‘Aku kenapa, ya? Tubuh aku kok aneh begini?’ "Ah!" Lala memekik ketika tiba-tiba Elric menggendongnya. Elric berjalan menuju kamar utama dengan langkah panjang. Sesampainya di sana, ia membuka pintu dengan kasar. Lalu, berjalan menuju ranjang besar. Suasana di dalam kamar begitu romantis dengan aroma lilin aromaterapi lavender dan pencahayaan yang temaram. Di atas nakas, terdapat buket bunga mawar beserta kotak berwarna merah, sama seperti mawarnya. Lala mengernyit. “Pak Elric! Sadar, Pak!” seru Lala dengan sisa tenaga yang ada. Namun, Elric seolah tuli. Ia mengabaikan seruan Lala. Lala mencium bau alkohol yang kuat dari diri Elric. 'Astaga! Dia mabuk, ya?’ Elric membaringkan tubuh Lala di atas ranjang. Ia menatapnya dengan penuh gairah. “Pak Elric, mau apa?” Suara Lala yang serak justru semakin membangkitkan hasrat Elric yang tertahan sejak tadi. Namun, panggilan itu seperti percikan api yang memercik ke diri Elric. “Pak, jangan! Empphh .…” Suara Lala tertahan kembali. Bibirnya kembali mendapat serangan dari Elric. “Hah?!” Lala terkejut saat Elric menindih tubuhnya. Lalu dengan perlahan, Elric memainkan lidahnya menelusuri leher Lala hingga ke area dada. “Freya sayang, aku udah lama nungguin kamu. Akhirnya, aku bisa lepasin hasratku malam ini sama kamu.” Telinga Lala menangkap suara Elric. ‘Freya? Itu … Istrinya Pak Elric, kan? Jangan-jangan dia salah ngira aku ini Istrinya?’ Lala ingin bertanya dan menghentikan Elric. Tapi dosennya itu merobek gaunnya dengan kasar. Kini, hanya tertinggal pakaian dalam berwarna hitam dan berenda saja yang melekat di tubuhnya. “Astaga!” teriak Lala, panik. Belum hilang rasa terkejutnya, Elric sudah membuka pakaiannya sendiri. Lalu, melemparkannya ke sembarang tempat. Elric menindih Lala lagi. Napas Lala menjadi terengah-engah. Tapi sentuhan Elric membuat tubuhnya merasa nyaman. “Ah! Sakit, Pak Elric!” Lala mengerang. Ia mencengkram erat sprei saat Elric memaksa kejantanannya masuk ke dalam pertahanan Lala. Elric pun semakin bergairah. “Udah tiga tahun nikah, punyamu ini masih sempit aja, Frey.” ** Pagi hari berikutnya. Lala membuka paksa kedua matanya. Ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan campur aduk. Lalu, ia menatap tangan besar yang memeluk perut ratanya. Lala teringat malam bergairah bersama dosennya. Bagian intimnya berdenyut dan masih terasa sakit. “Astaga!” Teriakan Lala membuat Elric terbangun. Lala buru-buru menjauhi Elric sambil menarik selimut guna menutupi tubuhnya yang masih telanjang. “Lala? Kok kamu di sini?” Elric duduk sambil mencoba mengumpulkan kesadarannya. Setelah memori semalam muncul memenuhi ingatannya, Elric langsung melotot. “Astaga! Saya kira, perempuan yang datang semalam itu Istri saya.” Elric mengamati sekelilingnya. Lalu, turun dari ranjang. Ia mengambil pakaian dan memakainya kembali dengan cepat. ‘Sialan! Minuman semalam pasti dicampur obat perangsang,’ tebak Elric. Sementara itu, Lala menangis. Ia kalut. Karena Elric, ia kehilangan harga dirinya sebagai gadis single yang perawan. “Kenapa Pak Elric ngelakuin ini ke saya? Salah saya apa, Pak?” tanya Lala, lirih. Elric mengikuti arah pandangan Lala yang tertuju pada noda merah di sprei putih bermotif bunga. Elric tertegun. ‘Darah? Jadi, Lala masih perawan?’ Lala merasa, hidupnya sudah berakhir. Masa depan yang seharusnya cerah, kini berubah suram. Keluarganya di desa sangat mengharapkan dia pulang dengan gelar Sarjana Pertanian. Tapi sekarang? Lala merasa malu. Elric memegangi kepalanya. “Kita dijebak!” Elric duduk di sudut kamar membakar rokok. Ia gusar. Ia mengeluarkan ponsel, lalu mengirim pesan untuk asistennya. Elric: Bayu, seseorang menjebak saya. Cari pelakunya! Jemput aku di hotel Borneo. Pakai mobil lain selain mobil yang biasa aku pake ngajar! Tanpa menunggu balasan, Elric menyimpan kembali ponselnya. “Saya ke sini karena seseorang bilang, Bapak manggil saya,” kata Lala, mencoba menjelaskan. Lala telah selesai berpakaian. Tatapannya kosong. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi Elric yang masih merokok. “Jadi, siapa pelakunya?” tanya Lala. Perasaan bersalah menghantui Elric. ‘Gimana aku harus jelasin hal ini ke Freya?’ “Pak, saya nggak tahu apa-apa,” ujar Lala. “Tolong jangan libatin saya.” Elric memandangi mata sembab Lala tanpa berkata-kata. Karena tidak ingin beradu pandang, Lala segera memalingkan wajahnya. ‘Pak Elric udah punya istri cantik. Bu Freya model terkenal. Sedangkan aku? Hidupku hancur berantakan!’ batin Lala. Lala berkata dengan nada memohon, “Pak, tolong jangan kasih tau siapapun masalah ini. Saya nggak mau reputasi saya di kampus hancur.” Karena tidak ada respon, Lala berkata lagi, “Istri Pak Elric kan model terkenal di ibu kota. Kalo kejadian malam ini sampai bocor, reputasi Pak Elric dan keluarga pasti hancur juga. Terus, beasiswa saya pasti dicabut.” Mendengar kata-kata Lala, membuat Elric semakin merasa bersalah. Dengan sikapnya yang tenang, dia mengangguk. Elric mengepalkan tangan. “Awalnya, panitia siapin kamar ini buat saya dan Istri. Kami akan makan malam romantis. Tapi, bukannya Istri saya yang datang, kenapa malah kamu?” Elric memadamkan rokoknya di asbak. “Jelas, ini jebakan. Tapi, ayo kita lupain masalah ini.” Lala memberanikan diri memandang Elric. “Tapi, Pak … gimana kalo orang yang jebak kita mengancam saya?” Elric langsung membalas, “Tenang aja! Asisten saya lagi cari dalangnya.” Elric berdiri. “Ayo pergi!” Lala memaksakan diri untuk berdiri dan mengikuti langkah Elric. Mereka keluar dari dalam kamar utama menuju pintu. Begitu sampai di luar kamar 1001, sekelompok orang telah menunggu. “Wah! Lihat siapa yang baru aja check out!” Baik Lala ataupun Elric sangat mengenali pria yang berseru barusan. Wajah Lala pucat seperti mayat, sementara Elric akhirnya tahu orang yang sudah menjebak mereka. Pria itu adalah Rino Darmareja—rekan seprofesi Elric sekaligus kakak angkat Elric. Elric maju mendekati Rino. Namun, anak buah Rino bergegas memblokir pergerakannya. Mata Elric menyipit. “Bedebah! Jadi kamu otak di balik semua ini, Rino?!” Beberapa anak buah Rino memegangi tangan Elric dan Lala. Tubuh Lala menjadi gemetar. “Buka pintunya dan bawa mereka masuk lagi!” perintah Rino. “Baik,” sahut asisten Rino. Pintu kamar 1001 kembali terbuka. Rino masuk lebih dulu. Kemudian, anak buahnya menyeret Elric dan Lala kembali ke kamar. Karena situasi yang tidak menguntungkan, Elric memutuskan untuk mengikuti permainan Kakak angkatnya. Rino duduk sambil mengangkat kedua kaki ke atas meja oval. “Gimana, Adikku tercinta yang tampan? Puas nggak mencicipi tubuh mahasiswi kamu sendiri?” Rino tertawa angkuh. Rona wajah Rino sumringah karena rencananya telah berhasil. Ia memiringkan kepala. Lalu, melemparkan senyum sinis ke arah Elric yang berdiri bersama Lala di hadapannya. Rino mencibir, “Apa aku perlu telepon Adik ipar, hem?” Elric menoleh ke arah Lala dan melihatnya menangis lagi. Dada Elric bergemuruh naik turun. “Kalo kamu ada masalah, jangan libatin orang lain.” Rino tertawa lagi. Ia berdiri menghampiri Elric. Jari telunjuk Rino menyentuh dada Elric dan mendorongnya. “Elric, jadi orang jangan nggak tahu diri! Mana ucapan makasih kamu?” “Sebagai Kakak, aku tau. Pernikahan kamu sama Freya hambar. Jadi, aku bantu nyariin cewek buat melampiaskan hasrat kamu,” ujar Rino. Hati Lala seperti diremas-remas. Ia tidak habis pikir dengan nasib sial yang menimpanya. “Pak Elric, apa bener begitu?” tanya Lala. Rino melirik Lala. “Diam! Kamu nggak diajak ngomong.” “Saya nggak sangka. Pak Rino yang terkenal friendly, ternyata orang yang nggak berperasaan,” timpal Lala. “Kurang ajar!” pekik Rino. Elric tidak ingin Rino gelap mata dan menyakiti Lala lebih jauh. Karena ia tahu betul karakter Kakak angkatnya ini. “Apa mau kamu?” tanya Elric. Awalnya Rino ingin memberikan pelajaran pada Lala. Tapi begitu mendengar pertanyaan Elric, ia mengurungkan niatnya. Rino menepuk pundak Elric. “Hahaha! Gitu dong. Seandainya kamu sadar dari awal, mahasiswi kesayangan kamu ini nggak bakalan aku seret ke dalam masalah kita.” Jantung Lala berdegup kencang mendengar obrolan mereka. Ia tidak bisa berhenti menangis dan membayangkan nasib selanjutnya. ‘Apa mereka akan jadiin aku sebagai jaminan? Atau alat tukar?’ pikir Lala. Rino kembali duduk. “Elric, kamu kan anak kesayangan Papa Zen. Gimana kalo aku hancurin harga diri kamu?”Murinah memandang Elric dengan tatapan tajam. “Secepat itu?” Suasana hening. Murinah berusaha mencerna kenyataan yang ada di hadapannya. Sebagai seorang ibu tentu dia ingin putrinya cepat menikah. Tapi sungguh, ini terlalu dadakan. “Kenapa cepat banget?” Murinah mengulang pertanyaannya. Lala kembali berdebar. “Bu, Lala kan udah bilang. Pak Elric mau serius jadi tolong kasih restu.”“Kau tahu nikah itu kayak apa? Nikah itu tanggung jawab, La. Ibu nggak pengen kau dapat yang orang sembarangan meskipun kaya,” Murinah menasehati Lala.“Izin bicara, Bu,” Bayu, asisten Elric meminta izin bicara. “Pak Bos saya ini dosen pembimbing proyek penelitian Non Lala. Beliau sudah kenal Non Lala sejak lama. Beliau hanya ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius tidak ada niat lain.”Elric menatap ke arah Bayu. Seolah memberi tanda jika itu hal yang ingin dia ungkapkan. Bayu menatap balik ke arah Elric dengan gelengan pelan kecil. Seolah menyuruh melanjutkan pembicaraan. Elric menghela napas. “
“Wah, Bu Mur! Ada orang kaya raya cari Lala!” “Dari kota katanya. Pasti mukanya ganteng!” “Lala hebat banget nih!” Karena desa kecil, berita seperti itu tersebar dengan cepat. banyak orang mulai berkerumun di dekat rumah Lala. Semua tetangga sibuk mempertanyakan siapa gerangan orang kaya dari kota itu. Padahal belum bertemu, tetapi mereka sudah menebak sembarangan. Murinah hanya tersenyum menanggapi mereka. Dia terus berjalan menuju ke rumah Pak Kades. Tangan Lala digandeng erat. “Kamu nggak bikin masalah kan, La?!” bisik Murinah. Lala menggeleng sambil menatap Murinah. “Nggak, Bu. Lala nggak pernah bikin masalah sama siapa pun!” Jantung Lala berdebar. Dia sendiri juga khawatir hal buruk akan menimpanya lagi. ‘Kalau orang kota yang datang itu ternyata suruhan Pak Rino, habislah gue! Bisa aja gue diculik,’ batin Lala. Nampak rumah besar dengan pendopo kayu di halaman depan. Itu adalah rumah kepala Desa Pandan Wangi, Bapak Tresna Wibawa. “Budhe, yang nyari Mbak Lala
“Duh! Gimana caranya ngasih tau Ibu ya?” Liburan semester tiba. Sesuai rencana, Lala pulang lebih dulu ke Desa Pandan Wangi. Hari ini sudah hari ketiga semenjak kepulangannya. Dia masih belum tahu bagaimana memberitahu sang ibu terkait pernikahannya dengan Elric. Lala melangkah mondar-mandir di kamarnya yang masih berlantai tanah. Gelisah. Tanpa sadar, dia menggigit kuku di ibu jari tangan kanannya. Lagi, Lala bermonolog pelan, “Pak Elric juga belum ngabarin mau datang kapan. Katanya baru ada acara penting.” Dia mencoba merangkai kata di dalam kepalanya dan memikirkan kemungkinan reaksi sang ibu. “Oke. Yang penting jangan sampai gue bahas soal jadi istri kedua. Tinggal bilang kalo gue bakal nikah.” Merasa sudah mantap dengan skenario yang disusun, Lala membaringkan dirinya di atas dipan kayu itu. Nampak sebuah kertas tertempel di dinding, berisikan catatan impian gadis muda itu. “Nikah muda dan jadi istri kedua nggak ada dalam list ini,” gumam Lala sedikit kecewa. “Padahal
“Ngomong apaan, La?!” Rosi kembali tak yakin dengan kondisi Lala. Dia beberapa kali melihat Lala bicara sendiri. “Kayaknya bener. Lo musti istirahat! Lo jadi suka ngomong sendiri deh!” Lala menatap Rosi kemudian cemberut. “Apa gue keliatan kayak orang gila, Ros?” “Ya … nggak juga. Cuma kayak orang stres.” Rosi menjawab jujur. “Kenapa? Berat kerjaan di Hima?” Lala terdiam. Dia berharap itulah alasan stresnya saat ini. Sayang, yang membuat dirinya terlihat seperti orang sakit jiwa, bukan hal remeh seperti beban kuliah atau organisasi. Karena ini tentang harga dirinya sebagai seorang wanita utuh. Namun, tidak mungkin juga dia membuka aib itu pada Rosi. Dia tidak tahu akan seperti apa reaksi Rosi kalau tahu. “Paling gue kecapekan kali ya.” Lala menutupi beban sesungguhnya. “Nah! Itu paham!” tukas Rosi. “Mendingan buruan ke sekre, terus kita balik kos. Gimana?” Lala mengangguk setuju. “Oke deh!” Baru saja mereka mulai melangkah meninggalkan area dosen, ponsel Lala bergetar






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.