Share

Bab 5

Author: Runtah Pen
last update Last Updated: 2023-09-03 22:41:34

Sore menjelang Malam. Nani manarik napas lelah. Matanya yang sayu, berdiri di depan cermin menatap bayangannya yang bertubuh semakin gempal. Jantungnya berdesir secara tiba-tiba, seperti dirinya terjatuh dan melayang bebas di udara. Ia teringat akan kedua anaknya dikampung.

Setetes air mata terjatuh, bibirnya ikut bergetar. Rindu telah melingkupi relung hatinya di malam sunyi dan di malam pertamanya menjejakan kaki di kota.

Sayang seribu sayang, Nani tidak punya telepon genggam lagi semenjak Ramlan mantan suaminya menyita serta menjual ponselnya dengan paksa. Alasannya untuk meringankan pengeluaran biaya untuk hal tidak penting seperti membeli isi paketan atau pulsa.

Mau tak mau, Nani terpaksa mengalah dari pada harus setiap hari ribut membuat onar sampai-sampai ember, gayung dan panci ikut turun berdendang meramaikan kegaduhan suasana yang semakin panas.

Kembali, Nani hanya merenung terdiam sendiri dalam kerinduan. Kedua pipinya sudah banjir oleh air mata. Sesak terasa menyayat hati tatkala ingatan kenangan bersama Ramlan kembali berputar di memori.

"Angga, Ajril, Ibu kangen nak!" gumam Nani terisak pilu. Nani merosot terduduk lemas bersandar di sisi meja.

Sementara di sisi lain, Angga dan Ajril juga menangis dalam diam sembari pura-pura tertidur di pangkuan neneknya.

Matanya sengaja ia pejamkan tetapi air matanya terus saja menitikan, membasahi baju gamis sang nenek. Merasa ada sesuatu yang basah dipahanya, sang nenek lantas melirik bocah itu.

"Ajril lagi buat danau dipaha nenek ya?"

"Engga ko nek!" Jawab Ajril datar. Suaranya terdengar parau.

"Mungkin perasaan nenek aja. Ajrilkan gak lagi main air comberan. Mana bisa bikin danau," seru Ajril lagi dengan polos. Tangannya mengusap pipinya yang basah.

"Maksud nenek, Air liur kamu kena baju nenek, itu yang nenek maksud buat danau."

"Ini bukan air liur nek, ini air mata," timpal Angga seraya bangun dari pangkuan sang nenek. Neneknya menatap mata Angga yang telah memerah.

"Angga rindu ibu nek, kapan ibu pulang?" isak Angga sesunggukan.

"Ajril juga nek huhu.... Ajril kepingin ikut ibu, Ajril janji nek gak akan nakal lagi!" Mereka berdua menangis makin menjadi, membuat neneknya merasa kasihan dan ikut bersedih.

"Ya Allah jadi kalian sedari tadi menangis karena kangen ibu kalian?" Tanya neneknya. Kedua bocah itu mengangguk bersamaan.

"Mir... Mirna!" sang nenek celingukan sambil memanggil Mirna dengan suara yang hampir tersendat.

"Iya bu, ada apa?" tanya Mirna dari dalam kamarnya.

"Kamu bisa gak telpon Nani sebentar? Kasihan Angga dan Ajril rindu ibunya."

"Loh, kan ibu juga tau, Nani, kan udah ga punya hape!" Mirna berucap seraya keluar dari kamarnya. Rambutnya sedikit berantakan oleh catokan gulung yang ditata asal.

"Ibu sampai lupa. Hmm... gimana kalau kamu telepon Lili aja, siapa tau dia bisa bantu."

"Sebentar ya Mirna coba!"

Tangan Mirna lihai mengutak atik ponselnya dengan cepat dan langsung ia tempelkan benda pipih itu kesebelah telinganya.

"Assalamualaikum Mbak, aku bisa ngobrol sama Nani sebentar, bisa?" ujar Mirna seraya berjalan mondar mandir mengitari Angga, Ajril dan neneknya.

"Waalaikumsalam. Memang ada apa Mbak Mirna? Kebetulan saya lagi gak sama Nani, kemungkinan kalau Mbak mau ngomong sama Nani bisa besok nanti!" terdengar penuturan jelas dari Lili disebrang sana. Mirna sengaja membesarkan speaker ponselnya agar semuanya bisa langsung mendengar seksama.

"Wah ga bisa sekarang gitu Mbak? Soalnya ini penting?"

"Aduh maaf ga bisa! kalau boleh tau penting karena ada apa ya?"

"Ada deh, biasa ponakan lagi pengen ngobrol sebentar sama induknya!"

"Haduh kasiannya. Tapi sayangnya aku beneran gak bisa loh Mbak, gimana kalau nanti besok aja?" Mirna terdiam beberapa saat sembari melirik kedua bocah yang hampir sayu karena mengantuk.

"Ya udah deh ga apa-apa! Besok juga ga masalah."

"Ok, kalau gitu aku tutup dulu telponnya ya Mbak! Assalamualaikum," pamit Lili sebelum akhirnya memutuskan sambungan teleponnya.

"Waalaikumsalam," sahut mereka berbarengan.

"Tuh, kalian denger sendiri, kan! Malam ini gak bisa ngobrol sama ibu kalian dulu, bisanya nanti besok. Kalian harus sabar ya?"

"Ya tante. Tapi janji ya, besok ibu telpon?" Lagi-lagi Ajril masih merengek belum sepenuhnya percaya.

"Kalau tante bohong, kalian boleh tidur di kamar tante, sementara tante tidur di luar sebagai jaminannya!" cetus Mirna meyakinkan.

"Ah, begitu doang ga seru. Lebih seru tante jadi topeng monyet aja sebagai jaminannya!" Angga menimpali.

"Eh ngomong apa barusan. Enak aja cantik-cantik gini disuruh jadi topeng monyet apa kata dunia."

"Dunia pasti bakal bilang kalau tante itu emang cocok jadi topeng monyet."

"Heh, sembarangan kalau ngomong!" Mirna melotot sembari berkacak pinggang.

Sang nenek menutup mulut Ajril yang sedari tadi tak mau kalah nyerocos ngilir kidul dengan tantenya.

"Hustt... sudah-sudah, jangan ribut," cebik sang nenek pada cucu dan anaknya. Kedua bocah itu justru malah menertawakan Mirna.

"Awas ya kalian!" ketus Mirna semakin garang.

Bagi kedua bocah itu, tantenya memang kurang cantik dengan bibir yang maju kedepan alis mencuat tebal. Tetapi masih terlihat manis jika dilihat dari samping.

Mirna adalah wanita yang belum menikah. Orang sekitar sering menjulukinya perawan tua. Karena memang seharusnya ia sudah berkepala tiga. Hanya saja jodohnya belum juga ketemu apalagi sekedar mampir kegubuk jeleknya.

Padahal Mirna sudah sangat ingin memiliki pendamping hidup. Lagi-lagi ia juga sering merasa minder dengan penampilannya, yang memang jika dibandingkan dengan Nani justru Nani lebih cantik meskipun tubuhnya tak lagi seperti senar goyang yang langsing.

"Tante kapan nikahnya?" Ajril lagi-lagi bertanya seperti mengejek. Jelas sang tante langsung melotot kearahnya.

"Ajril!" seru nenek menarik lengan cucunya untuk kembali tidur dipangkuannya.

"Yang pasti tante bakal nikah secepatnya, kalian gak usah khawatir, tante udah punya calon yang ganteng juga tajir melintir!" ujar Mirna dengan angkuh.

"Wah, tante hebat. Siapa tante?" tanya Angga antusias.

"Limintol tau, kan artis papan atas dari korea!" Angga menggeleng.

"Ah, payah. Masa gitu aja gak tau, gak pernah nonton tv ya?"

"Emang gak punya! Sekalinya punya malah dijual sama ayah. Apa-apa selalu dijual sama ayah. Ajril sebel jadinya ga bisa nonton superhero kesukaan Ajril." celoteh Ajril seraya melipat kedua lengannya didada.

"Emang apa tontonan kesukaan Ajril?" tanya sang nenek seraya mengelus puncak kepala Ajril dengan lembut.

"Pokemon!" Ujarnya polos.

Mirna tertawa terbahak-bahak sampai melintir menggebrak pintu kamarnya hingga bergoyang seperti akan roboh.

Sementara ketiga lainnya hanya melongo menatap Mirna nanar.

Saking sedapnya Mirna tertawa, iapun tanpa terasa meneteskan air mata begitu mengingat beberapa tahun lalu. Ia pernah bertemu dengan pria idamannya. di sebuah ladang orang saat ia akan memetik sayuran kacang panjang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ditalak suami karena gendut   Bab 45

    Arya mengangkat telepon. Itu dari Ayahnya. Jelas sekali suara ayahnya terdengar panik. Arya menoleh pada kakaknya. Tersirat jelas jika ia juga tak bisa memungkiri kekhawatiran pada seseorang.Setelah akhirnya ia memutuskan telepon dari sebrang sana. Arya buru-buru mendekati sang kakak."Mamah Ratna hilang," ungkap Arya. Darwan terkejut. " Aku harus segera pulang, Kak!""Kita pulang bersama," kata Darwan. Ia melirik Nani sekilas. " Saya akan datang lagi untuk menagih jawaban dari kamu," ucap Darwan pada Nani. Nani hanya bisa tersenyum tipis.Usai Arya dan Darwan berpamitan pada semua orang, mereka pun akhirnya pergi. Di tengah perjalanan Arya merasa bersalah tak membiarkan kakaknya tetap berada di sana bersama Nani. Bukankah mereka datang kesana untuk melancarkan aksi kakaknya untuk melamar Nani, lantas mengapa jadi begini."Kak, maafin aku karena hal ini rencana kakak jadi gagal terhadap Mbak Nani. seharusnya kakak gak usah menemani aku mencari Mamah. Aku masih bisa mencari sendiri,"

  • Ditalak suami karena gendut   Bab 44

    "Kesempatan bagus nih! Gimana kalau kita beri kejutan juga buat Mbak, Nani?" usul Arya. Darwan tak menanggapi. Dirinya tengah memperhatikan photo Nani yang begitu tampak mempesona di acara pernikahan Kakaknya. Ia dapat semua photo itu dari media sosial. Rupanya ada pula beberapa wartawan yang meliput acara tersebut dikediaman keluarga Nani secara diam-diam. "Eh, Kak?" Arya melirik ponsel Kakaknya. Lalu mengulum senyum. Arya pun melajukan kendaraannya sebelum Darwan menyadari sesuatu. "Ya ampun sampai segitunya memandang photo calon isteri," oceh Arya, usai mereka sampai di sebuah toko Emas. Darwan menggelengkan kepala sembari tersenyum. Matanya beralih pada toko Emas di depan. Halisnya bertaut heran. "Mau ngapain ke sini?" tanya Darwan sembari melirik Arya. "Ada yang mau aku beli! Tunggu sebentar ya, Kak."Arya keluar turun dari mobil. Kemudian berjalan masuk kedalam Toko Emas. Darwan seolah terpancing. Lelaki itu pun ikut turun mengikuti Arya masuk kedalam Toko. "Silahkan, Ma

  • Ditalak suami karena gendut   Bab 43

    Bel rumah Nani berbunyi. Cukup mengganggu kenyamanan mereka yang sedang beristirahat. Hari ini tak ada yang beraktivitas di luar. Semuanya melakukan kegiatan di dalam rumah, termasuk Nek Idah yang sedang selonjoran menonton televisi bersama Angga dan Ajril. "Nek, biar Angga aja yang buka pintu!" Nek Idah mengangguk setuju. Angga berlari ke arah pintu bersiap untuk membukanya. "Assalamu'alaikum?""Wa'alaikumussalam! Ada yang bisa dibantu? Tante cari siapa?" Angga dengan sopan bertanya pada sang tamu. Ia diajari sang Ibu untuk bersikap sopan dan melayani tamu yang datang ke rumah. "Tante mau ketemu-" Belum sempat wanita itu berucap, Mirna muncul dari dalam rumah dengan raut wajah tak senang. "Ada perlu apa datang ke sini?" tanya Mirna tanpa basa-basi. Lestari tersenyum menanggapi. Kini wanita itu sudah duduk di sambut baik oleh keluarga Mirna, terkecuali Mirna sendiri. Ia bersikap acuh terhadap Lestari. "Silahkan di minum, Mbak," kata Nani. "Terima kasih!" ucap Lestari gugup. Na

  • Ditalak suami karena gendut   Bab 42

    "Bu, itu Tante," ucap Angga sembari mengarahkan telunjuknya. Nani mengikuti arah telunjuk anaknya. Halis Nani mengernyit heran. Mirna terus menggerutu panjang. mendekati Nani dan kedua ponakannya secara tergesa. Sementara Roji mengekori Mirna dari belakang. "Mbak, mau kemana?" tanya Nani. Sementara Mirna melenggang melewati Nani tanpa berniat menoleh sedikitpun. Kemudian, Mirna masuk mobil dengan wajah ditekuk. "Bayiku!"Seorang wanita berteriak panik mengejar kereta bayi berhenti tepat di tengah jalan. Mirna mendengar suara teriakan wanita itu dari kejauhan. Tepat di sebelah mobilnya, roda kereta bayi itu rupanya berhenti karena terjebak di sebuah lubang kecil. Mirna langsung keluar dari dalam mobil dan bergegas menyelamatkan bayi itu. Benar saja, sebuah truk hampir mendekat. BrakkkKereta bayi itu hancur akibat tertabrak mobil. Sang ibu bayi itu menjerit histeris dan langsung mendekati kereta bayinya. Rupanya ibu dari sang bayi itu belum mengetahui jika anaknya telah diselamatk

  • Ditalak suami karena gendut   Bab 41

    "Gimana, Mbak udah seneng, kan sekarang?" tanya Nani. Usai beres berbelanja. Mirna cengar-cengir setelah memborong puas barang-barang mahal di sebuah pusat berbelanjan. Nani tak mempermasalahkan keinginan Kakaknya, sebab hari ini ia harus membuat mood kakaknya bahagia. "Udah dong. Happy banget! Terima kasih, ya sudah membelikan banyak barang untuk, Mbak?""Iya sama-sama!""Ngomong-ngomong apa gak papa kamu belanjakan, Mbak banyak barang begini, harganya mahal, Nani? Takut uang kamu habis.""Mbak gak perlu pikirkan itu. Aku gak mungkin belanjakan Mbak barang-barang mahal jika aku gak mampu.""Wah, hebat kamu. Ibu udah gak mempermasalahkan kamu untuk jadi terkenal lagi, kan?""Sepertinya sih, enggak.""Berkat Arya semua jadi terungkap. Pantas saja ibu selama ini terlihat beda menyayangi kamu.""Mbak bicara apa, sih. Ibu tak pernah membedakan kita. Walaupun aku pun agak kecewa mengetahui kebenaran ini!" Nani tampak sedih. "Ah, udah gak usah dibahas lagi. Kamu itu tetap keluarga kami. T

  • Ditalak suami karena gendut   Bab 40

    "Mah, aku pulang!" teriak Arya usai sampai dirumah. Bu Antena yang sedang menangis lantas terkejut mendapati anaknya kini sudah pulang. "Arya!" Bu Antena berlari kecil menghampiri Arya. Arya sendiri sudah merentangkan tangan, namun bukannya dapat pelukan dirinya malah dapat pukulan bertubi-tubi dari sang ibu. "Dasar anak gak tahu diri. Susah payah, Mamah besarin kamu, didik kamu dengan penuh kasih sayang, tapi balasan kamu seperti ini sama, Mamah. Beberapa hari ini Mamah hampir gila gara-gara mikirin kamu!" omel Bu Antena membabi buta memukuli anaknya. Kini pukulan itu berpindah ke Darwan, sebab Arya bersembunyi dibalik punggung kakaknya. Arya bukannya bersalah malah tertawa kecil. "Udah, Mah. Percuma ngomel, anak seperti Arya ini gak mempan dimarahi. Buang-buang emosi aja!" gerutu Darwan mulai kesal. Darwan lantas menarik tali ransel dipunggung Arya dengan sekali hentakan. "Tanggung jawab," sambung Darwan sembari menghindar dari Bu Antena. Arya kembali hendak dipukuli oleh Bu An

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status