Di ruang dosen sebuah universitas swasta. Pria berkumis tebal memandangi ponsel.
“Ini yang viral mahasiswa kita bukan, Lia?” tanya Bagus pada staf administrasi.
“Kalau enggak salah sih iya, Pak. Yang penyanyi dangdut itu kan?” timpal perempuan berkerudung yang sedang mengoperasikan laptop.
“Jurusan administrasi negara ya?”
“Iya, Pak.”
“Walah. Panggil nanti kalau ada.” Pinta ketua program study itu.
“Ya, nanti kalau ada, Pak. Jarang masuk anaknya.”
“Mau di bawa ke mana masa depan bangsa. Semakin ke sini semakin hancur moralnya.” Bagus mengumpat. Tak jauh darinya seorang dosen berkaca mata mendengarkan makian, lalu mulai mencari tahu apa akar masalahnya.
Banyak penggalan Video yang memperlihatkan Celine sedang melakukan siaran live. Dia menunjukkan bahwa sedang berada di acara pernikahan kekasihnya. Bahkan banyak yang sengaja memperbesar gambar saat Celine menghapus air mata. Lagu sedih yang biduan itu nyanyikan mendapat respons positif dari netizen. Laman komentar dipenuhi dengan emotikon menangis.
Dalam video lain, ada yang memposting goyang e r o tis Celine pada malam harinya. Rekaman itu mendapat perhatian yang sama. Komentarnya beragam. Ada yang membela seakan mengerti kalau itu bentuk dari patah hati. Namun tidak sedikit juga yang menghujat.
[Pantes gak direstui keluarga pacarnya, orang jogetnya aja begitu.]
[Mana pantes polisi sama biduan begitu. Udah cocok emang tinggalin aja.]
Dalam video kedua ini, pro dan kontra hampir seimbang. Membuat laman komentar menjadi adu debat netizen. Sudah hukum dasar media sosial ‘semakin dikomentari semakin luas jangkauannya’ tayangan itu dilihat jutaan mata.
Satu hal baik dari fenomena seperti ini. Terdongkraknya popularitas. Maman jingkrak-jingkrak. Kalau begini semakin naik harga Celine dan pastinya semakin banyak orderan.
Hari yang cerah. Gadis berkulit putih bening itu duduk di kantin kampus. Es teh dalam gelas mengisi mejanya. Dia duduk bersama dua mahasiswa lain. Celine hari ini memutuskan kuliah karena gabut saja.
“Gimana perasaan kamu, Cel ditinggal kawin begitu?” tanya Fitri. Gadis berkerudung yang duduk di hadapan Celine.
“Sakit hati lah. Ditinggal kawin.”
“Emang gak tahu sebelumnya?”
“Justri itu. Pengantin wanitanya sengaja merahasiakan dari aku. Kurang ajar teu?”
“Tapi bagus nih video kamu viral. Bisa tenar kamu.”
Celine meminum es teh lewat sedotan. “Sampai saat ini belum ngaruh apa-apa.
“Terganggu enggak kamu sama komentar jelek itu.”
“Aku mah udah biasa dikomentarin jelek.” Celine agak menaikkan lehernya. “Ibu … mau mie ayam dong.”
“Siap, Neng Celine.”
“Jangan pedes-pedes, ya, Mamih Sayang.”
Bu kantin senang sekali mendengar cara bicara gadis ini. Selain cantik, suara merdu, ramah pula. Dia salah satu mahasiswa yang selalu baik moodnya. Tidak mudah cemberut meski pesanannya telat.
Saat sedang menunggu tiga orang mahasiswa laki-laki menghampiri Celine.
“Celine kamu sudah putus sama si polisi itu?” tanya mahasiswa berkaus putih.
“Udah, kenapa?” Celine baru masuk kuliah di usia 23 tahun. Banyak mahasiswa yang usianya ada di bawah Celine. Seperti tiga mahasiswa itu. Sikap Celine tidak sok tua malah terlihat seperti sepantaran.
“Butuh ganti enggak? Urang (saya) siap gantiin.”
“Boleh aja. Tapi berat mau jadi pacar aku mah. Kudu bayar biaya skincare, make up, baju, antar jemput manggung. Mun bisa (kalau bisa) pake mobil. Bisa teu?” Celine bercanda.
Mahasiswa berwajah pas-pasan itu garuk-garuk kepala belakang. “berat ning Celine.” (Berat ternyata Celine)
Seloroh pemuda itu mendapat tawa dari yang lain.
“Bayaran aja sia teh nganjuk wae.” (Bayaran saja kamu ngutang terus) Pemuda lain mendorong kepala temannya.
Di sisi meja yang lain, beberapa mahasiswa ngobrol sumbang. Diikuti ekspresi mencibir.
“Kalian baca enggak komentar-komentarnya? Merendahkan semua.”
Celine mendengar itu. Tapi dia cuek saja.
“Enggak akan lah keluarga pacarnya setuju kalau harga diri diumbar begitu.”
“Cowok juga paling maunya pacaran-pacaran doang. Enggak akan ada yang mau serius.”
“Kalau udah dicobain mah ngapain dinikahin.” Empat orang mahasiswi itu saling melempar tawa.
Fitri memberi kode pada Celine kalau dia sedang dibicarakan. Celine menggeleng tidak mau peduli.
Saat mau masuk kelas, Celine ditegur salah satu teman seangkatan kalau dia dipanggil kaprodi (kepala program studi) untuk menghadap. Celine urung mengikuti perkuliahan dia belok ke kantor dosen. Menemui Pak Bagus.
“Kamu yang namanya, Celine?” Bagus bertanya. Pria berkumis itu tidak hafal semua wajah mahasiswanya.
“Iya, Pak.”
“Haduh. Kalau joget jangan berlebihan begitu. Malu! Punya harga diri enggak?”
“Lagi khilaf, Bapak. Lagi patah hati.”
“Patah hati sih patah hati. Tapi jangan seperti itu. Kamu mahasiswa sini. Kalau ada netizen yang ulik-ulik pendidikan kamu bisa jelek nama universitas kita, fakultas kita, jurusan kita. Pake batasan, ya, jogetnya. Saya ngingetin bukan mau menutup rezeki orang. Tapi pake batasan saja.”
“Iya bapak.”
“Udah sana!”
Baru tiga langkah Celine beranjak menuju pintu, seseorang memanggilnya.
“Heh, Mahasiswa.”
Celine menahan langkah. Balik kanan. Dia mengernyit. Yang memanggil dia adalah dosen berkacamata. Berusia masih muda. Belum menikah. Tubuh tinggi atletis dan tegap. Namanya Yashona Panca Sila. Nama yang membuat semua orang tertawa saat pertama kali mendengarnya. Namun, saat kamu bertemu orangnya, niscaya tidak akan berani menunjukkan gigi. Dosen itu kilernya naudzubillah. Roastingannya setajam silet. Wajahnya paling tampan, tapi gak ada satu pun mahasiswi yang berani citcitcuit.
“Bapak panggil saya?” Celine menunjuk diri sendiri.
“Kuping kamu masih bagus kan?”
Astaga, aura-auranya bakal dapat masalah lagi ini.
Celine mendekat ke hadapan Yash. Duduk di kursi yang disediakan.
Yash mengambil sebuah makalah. Menyimpan di hadapan Celine “Tugas ini kamu yang buat?”
Celine melihat jilid mika merah bening itu. Tertulis judul dan nama di sana. Celine tidak merasa membuatnya. Tetapi dia ingat kalau beberapa minggu lalu pernah menyuruh Fitri mengerjakan tugasnya.
“Iya, Pak.”
“Kalau mengerjakan tugas otak kamu difungsikan tidak?”
Aduh. Mampus dah urusan sama dosen ini.
“Kenapa gitu, Bapak?”
Yash membuka makalah itu. Menunjukkan beberapa coretan.
“Ini asli copast 100%. Your phone is smart. But your brain so stupid. Ponselmu pintar, tapi otakmu sangat bodoh. Lihat! Nama saja bahkan kamu tak edit.”
Celine melihat makalah itu, masih ada nama orang lain di sana.
“Terus gimana, Bapak?”
“Kamu wajib perbaikan!”
“Baik, Bapak.”
“Tapi tidak dengan makalah.”
“Lalu?”
Yash menunjuk dengan wajah ke arah makalah. “Tulis nama dan nomormu di sana.”
Celine melihat pulpen yang dipegang Yash. “Pinjem pulpennya, Pak.”
Yash tidak menjawab. Tidak juga memberikan bulpoinnya. Dosen kiler itu malah menatap Celine dengan mimik sangat serius. Ekspresinya perpaduan antara keberatan dan mengintimidasi.
Wajah Celine mundur. Lalu mengambil pulpen dari dalam tas sendiri. Ganteng sih. Cuma sayang galak.
Celine menuliskan nama dan nomor ponsel di makalah itu. Setelahnya Yash tidak bicara apa pun lagi. Itu artinya Celine boleh pergi. Wanita berkemeja putih yang kancing atasnya dibuka lebar itu bubu-buru kabur.
Bersambung ….
Seiring dengan menyelesaikan kontrak yang sudah terlanjut ditanda tangan, Celine membangun rumah sebagaimana yang dijanjikan. Gubuk yang catnya mengelupas itu berubah jadi istana. Hunian paling mewah di desa Jatitilu.Tiga bulan setelah lamaran itu, Celine dan Yash melangkah ke jenjang pernikahan. Foto-foto prewedding mereka dibagikan di laman medsos. Mengisi akun-akun gosip. Tag line yang menjadi trending adalah ‘gadis yang dulu ditolak keluarga polisi kini dinikahi keluarga gubernur.’Lingkup penggemar kontes dangdut biasanya ada di orang itu-itu saja. Tidak menjangkau masyarakat seluruh lapisan. Namun, ketika tag line itu naik. Semua pemberitaan di layar kaca dan seluruh media sosial adalah Celine. Perjalanan hidupnya mulai diulik. Maka pernikahan itu membuat Celine lebih terkenal lagi.Hari pernikahan tiba. Dilakukan dengan mengikuti adat sunda yang hikmat. Siraman, seserahan, lalu akad yang dilaksanakan di masjid agung Bandung. Semua proses itu
Di bawah langit Bandung, cincin cantik itu masuk ke jari manis Celine. Membuat hati menjadi kembang kempis. Setelah tersemat, Yash kembali berdiri. Menatap Celine dengan kelegaan.Kalimat Yash tadi cukup membuat Celine mengerti untuk tidak memandang Yash dari latar belakang keluarganya. Yash dengan pilihan hidupnya terlihat amat keren di mata Celine.“Memangnya Bapak yakin kalau orang tua bapak bisa menerima aku?”“Kamu tidak dengar apa yang mereka katakan tadi? Sebenarnya, selain butuh istri, saya juga butuh guru vokal untuk Ibu karena suaranya yang...” Yash meringis. “Fals di semua bagian.”Celine tersenyum menunjukkan gigi-giginya. “Terus yang minta ketemuan di Belle Vue siapa?”“Ada yang ngajak ketemuan di sana?” Pria itu berekspresi seakan tak mengerti.“Bapak ternyata nyebelin.”Yash tersenyum kecil. Lalu menggenggam tangan Celine. Menuntun gadis itu ke tempat lain.“Katanya gak bisa romantis. Ini bisa.”“Iya. Hasi
“Huh, cape sekali.” Celine duduk di samping Yash. Mengatur napas.Yash membuka mata. Memperbaiki duduknya. Kaget mendapati gadis yang dia inginkan sudah ada di sebelahnya.“Kenapa mendadak ngajak ketemuan, Pak? Kenapa bilang tidak akan ketemu lagi?”Yash tersenyum bahagia sekaligus bangga. Rasanya ingin memeluk dan menciumi gadisnya. Di kening, di hidung, di bibir, dan di semua tempat. Sayangnya belum halal. Jadi hanya bisa menatap Celine dengan haru. Yash pikir Celine wanita yang bisa dibeli oleh uang dan jabatan, nyatanya bukan. Gadis jelita itu lebih memilih menghampiri dia yang seorang dosen dari pada anak gubernur.“Kenapa kamu mau ke sini?”“Dih. Kan bapak yang ngajak. Pake ngancem tidak akan ketemu lagi.” Celine lirik kana-kiri. Beberapa orang di sana sedang mengamati wajahnya. Sepertinya mulai menyadari kalau dia adalah artis KD.“Bapak... di sini banyak orang.” Gadis itu merengek. Takut dikerumuni masa atau direkam diam-diam, lalu d
“Yash... Yash... kemari!”Suara langkah kaki terdengar dari lorong. Lalu muncul lah pria berkaki jenjang. Memakai baju hitam-hitam. Rambut plontos. Mukanya garang.Celine pikir Pak Yashona Panca Sila yang dipanggil. Ternyata bukan.Buat apa cowok itu dipanggil? Aduh, jangan-jangan anak Pak Gubernur naksir. Terus mau dijodohkan. Jangan sampai!Selama pria itu mendekat, Celine bergumam terus dalam hati.Pria itu menghampiri Pak Gubernur. Lalu membisikan sesuatu.“His! Ada-ada saja anak itu.” Reaksi Pak Gubernur begitu menerima bisikkan.Pak Gubernur kembali melihat Celine. “Celine, putra saya menunggu kamu di Belle Vue.” Pria itu menyebutkan nama restoran mewah yang terletak di salah satu hotel bintang lima.“Untuk apa ya, Pak?”“Dia ingin berbicara secara private denganmu.”“Em... tapi...”Belum sempat Celine menyetujui, Pak Gub
Seperti rencana. Hari itu Celine manggung di kecamatan Cijati. Disaksikan ribuan warga. Lapangan dekat kantor kecamatan itu dipenuhi penonton. Maman, Lusi, Diana dan semua kru D’Star mengungkapkan kebanggaannya. Celine kembali mengambil motornya dari Lusi. Menambahkan uangnya sebagai ganti rugi. Lalu dia berikan motor itu pada anaknya Rina.“Aku salut sama kamu Celine. Kamu bisa lebih kaya dari sugar baby.” Lusi menutup pipi sendiri. Yang dimaksud sugar baby itu dirinya sendiri maksudnya.Di atas panggung itu, Celine dan Diana tertawa menyaksikan ekspresi Lusi.“Semua orang juga bisa. Tinggal seberapa niatnya saja.”Sorenya Celine bertolak ke Bandung untuk menghadiri undangan dari Pak Gubernur. Celine dan empat kontestan lain yang mewakili Jawa Barat diminta untuk mengisi konser di alun-alun kota.Waktu isya Celine dan Chacha sudah berada di hotel yang disediakan oleh Pak Gubernur. Mandi dan istirahat di sana. Kemudian
Celine yang sekarang bukan lagi ikan kecil di wadah yang kecil. Dia menjadi ikan besar di lautan. Masalah-masalah yang dulu terasa berat, kini ringan saja. Tak ayal serupa mendaki gunung. Mulanya kaki melangkah amat sulit. Namun setelah terbiasa, semua menjadi ringan.Perjuangan dua tahu ini membuat hatinya menjadi lapang. Mungkin sudah saatnya berbicara dengan orang tua sendiri. Bukankah hubungan yang paling utama harus diperbaiki itu dengan keluarga sendiri?Dani memasuki rumah dengan langkah tergesa. Dia celingukan. Pura-pura tidak tahu apa-apa. Terlalu sungkan menyapa dua anak gadisnya.“Ada apa?” tanyanya. Lantas duduk di karpet.Celine menatap ayahnya yang berjarak dua meter. “Hampir dua tahun aku pergi dari rumah ini. Apa Bapak tidak merindukanku?”Polos sekali yang dikatakan Celine. Layaknya seorang anak perempuan yang menginginkan dirindukan ayahnya. Dani tak menyangka kalimat itu yang keluar dari bibir Celine. Dia