Langkah-langkah mereka kini lebih mantap. Arka, Daren, dan Lira merasakan kekuatan yang baru saja mengalir dalam diri mereka, namun di balik kekuatan itu ada perasaan yang lebih dalam—sebuah perasaan yang menghubungkan mereka lebih erat dengan alam semesta. Dunia di sekitar mereka, meski tampak sama, terasa berbeda. Mereka bisa merasakan setiap getaran, setiap perubahan yang terjadi di udara, seolah seluruh dunia sedang bergetar mengikuti ritme yang baru.
Keseimbangan yang mereka capai bukanlah suatu hal yang statis, melainkan sebuah perjalanan yang terus bergerak, mengalir, dan berkembang. Mereka kini menyadari bahwa meskipun kekuatan mereka luar biasa, itu bukanlah alasan untuk merasa lebih tinggi atau lebih besar daripada yang lain. Sebaliknya, kekuatan itu adalah tanggung jawab—tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan, untuk melindungi dunia, dan untuk terus berkembang bersama dunia yang mereka lindungi.
Arka merasakan perubahan itu dalam dirinya sendiri. Setelah
Dan saat itu juga, kabut yang menyelimuti kota mulai menghilang, kembali ke tempatnya.Penjaga itu tersenyum. “Kalian sudah melewati ujian terakhir.”Arka menurunkan pedangnya perlahan, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.Daren bersandar ke dinding, menghela napas dalam. “Satu hal yang pasti… aku tidak ingin melalui ujian seperti ini lagi.”Lira tersenyum kecil, tetapi dalam hatinya, ia tahu sesuatu.Ini bukan akhir. Ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.Beberapa waktu kemudian, mereka merasakan udara di sekitar mereka terasa lebih ringan, seakan beban yang menghimpit kota ini perlahan menghilang. Namun, di balik ketenangan itu, Lira merasakan sesuatu yang masih menggantung di udara—sebuah misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya.Sang penjaga terakhir menatap mereka dengan sorot mata yang sulit diartikan. “Kalian telah melewati ujian,”
Kabut hitam menjalar cepat, melahap jalan-jalan Eterna seperti gelombang yang haus akan cahaya. Jeritan ketakutan menggema di udara saat penduduk kota berlarian mencari perlindungan. Bangunan-bangunan yang baru saja dipulihkan retak kembali, seakan dinding-dindingnya menyerap penderitaan dari masa lalu.Di tengah kekacauan itu, Arka, Lira, dan Daren berdiri tegak, menghadapi sosok berjubah hitam yang masih tersenyum penuh rahasia.“Kalian sudah berjuang sejauh ini,” katanya, suaranya nyaris seperti bisikan yang mengalun di udara. “Tapi kalian masih belum mengerti.”Arka mempererat genggaman pedangnya. “Berhenti bicara dalam teka-teki! Apa sebenarnya yang kau inginkan?”Penjaga itu mengangkat tangannya, dan bayangan-bayangan yang menggeliat di tanah mulai membentuk sosok-sosok yang familiar. Wajah-wajah dari masa lalu. Musuh-musuh yang telah mereka kalahkan dalam pertempuran sebelumnya—pemimpin pasukan gel
Dia mengalirkan energinya ke dalam tanah, menghubungkan dirinya dengan Eterna. Lira dan Daren mengikuti, menyatukan kekuatan mereka.Sebuah ledakan cahaya perak meledak dari kota, meluas ke seluruh medan perang.Dan tiba-tiba… waktu berhenti.Musuh terhenti dalam gerakan mereka, pedang dan sihir membeku di udara.Langit gelap kembali bercahaya.Di depan mereka, sosok penjaga terakhir muncul kembali. “Kalian akhirnya mengerti.”Arka mendongak. “Kami tidak bisa terus bertarung. Kami harus menunjukkan bahwa keseimbangan bukan hanya impian.”Lira menambahkan, “Kami akan mengubah dunia… bukan dengan perang, tetapi dengan membangun ulang dari awal.”Penjaga itu tersenyum. “Maka biarlah dunia ini lahir kembali.”Dengan kata-kata itu, cahaya menyelimuti segalanya.Dan dunia berubah.Saat mereka membuka mata, mereka berdiri di temp
Arka menghunus pedangnya, berdiri di gerbang Eterna saat pasukan dari dunia lama mulai berkumpul di kejauhan.“Kita sudah mengubah dunia,” katanya. “Sekarang, kita harus melindunginya.”Lira berdiri di sampingnya, lingkaran sihirnya berpendar perak.Daren mengeluarkan belatinya dan menyeringai. “Sepertinya kita belum selesai bertarung.”Di cakrawala, bayangan pasukan mulai mendekat. Dunia yang baru telah lahir. Namun perjuangan untuk menjaganya baru saja dimulai.Ketika fajar merekah di ufuk timur, mewarnai langit dengan semburat merah darah. Di kejauhan, pasukan dari dunia lama berkumpul, bagaikan badai yang siap menghancurkan Eterna.Arka berdiri di puncak tembok kota, matanya mengamati gerakan musuh. Bendera-bendera berkibar tinggi, membawa lambang cahaya mutlak dan kegelapan total. Di tengah barisan mereka, para ksatria berjubah putih berdiri dengan senjata bercahaya, sementara
Angin sejuk berembus melewati reruntuhan kota saat Arka, Lira, dan Daren berdiri di hadapan makhluk-makhluk bayangan yang kini perlahan mulai menemukan bentuk mereka. Beberapa dari mereka tampak lebih manusiawi, sementara yang lain masih bergetar dalam wujud yang belum stabil. Mata mereka bersinar perak, seakan mencerminkan dunia yang telah berubah.Salah satu makhluk itu melangkah lebih dekat. Tubuhnya yang sebelumnya tampak seperti kabut hitam kini mulai memadat, membentuk sosok seorang pria tinggi dengan rambut panjang keperakan dan jubah yang berkibar. Matanya menatap langsung ke arah Arka, Lira, dan Daren, penuh rasa ingin tahu dan kehati-hatian.“Kami telah tidur begitu lama… terjebak dalam kegelapan tanpa akhir. Kini, kami bangun dalam dunia yang asing. Kalian yang mengubah segalanya. Kalian… siapa?”Lira menelan ludah. Bagaimana mereka harus menjelaskan semua ini?Arka melangkah maju, suaranya man
Ia menatap mereka bertiga dengan kagum. “Kalian adalah yang pertama memahami bahwa keseimbangan bukan tentang dominasi, tetapi tentang penerimaan.”Daren menghela napas. “Lalu… apa yang terjadi sekarang?”Sang Penjaga menatap bola kristal yang kini perlahan menjadi transparan. “Dunia akan berubah. Kalian telah mematahkan siklus pertempuran abadi ini.”Arka melihat ke arah bola kristal. Ada sesuatu yang baru di dalamnya—sebuah cahaya yang lembut, bukan hanya emas atau hitam, tetapi perak, warna yang menggabungkan keduanya.Lira menyentuhnya. “Jadi… ini adalah keseimbangan yang sesungguhnya.”Sang Penjaga tersenyum. “Ya. Dan sekarang, tugas kalian adalah menjaganya.”Di luar kuil, langit berubah. Matahari dan bulan bersinar berdampingan, menciptakan dunia baru yang tidak lagi dibagi antara terang dan gelap.Dan bagi Arka, Lira, dan Daren—perjalanan mereka baru saja dimula
Saat tangan mereka menyentuh bola kristal, ledakan cahaya perak memenuhi ruangan. Tubuh mereka terasa ringan seolah melayang, dan dalam sekejap, mereka terlempar ke dalam ruang tanpa batas—gelap, luas, dan sunyi.Lira membuka matanya dan mendapati dirinya berdiri di atas permukaan reflektif, seakan melangkah di atas air yang tidak beriak. Namun, tidak ada langit di atasnya, hanya kehampaan yang berpendar samar.“Arka? Daren?” panggilnya.Suara langkah mendekat, dan dari kejauhan, dua sosok muncul. Arka dan Daren. Namun ada sesuatu yang berbeda.Mereka bertiga berdiri dalam keheningan, saling menatap. Kemudian, dari bayangan yang berpendar di bawah mereka, muncul dua sosok lain. Salah satunya berselubung cahaya keemasan, sementara yang lain adalah kegelapan pekat yang seakan menyerap semua cahaya di sekitarnya.“Kalian telah datang sejauh ini.”Suaranya menggema, berasal dari dua so
Saat cahaya dan kegelapan mereda, mereka berdiri di dalam sebuah aula luas. Dinding-dindingnya berlapis kristal transparan, memantulkan bayangan mereka yang tampak berbeda—kadang bercahaya seperti bintang, kadang gelap seperti malam tanpa bulan. Lantai di bawah mereka berupa lingkaran besar dengan pola rumit yang berpendar perlahan, seolah menunggu sesuatu untuk diaktifkan.Di tengah ruangan, sebuah altar berdiri. Dan di atasnya, mengambang tanpa penopang, terdapat sebuah bola kristal yang bercahaya dengan warna perak.Lira menatapnya dengan takjub. “Itu… inti keseimbangan?”Sang penjaga mengangguk. “Bukan sekadar itu. Ini adalah sisa dari kekuatan yang pernah digunakan untuk menciptakan dunia ini. Cahaya dan kegelapan yang tak terpisahkan, yang dulu dipisahkan oleh mereka yang takut akan keseimbangan.”Arka melangkah mendekat, tetapi tiba-tiba, ruangan bergetar. Dari bayangan di sudut-sudut ruangan, soso
Arka, Lira, dan Daren berdiri di tanah yang asing. Langit di atas mereka bukanlah biru cerah maupun kelam gulita, melainkan perpaduan warna ungu dan emas yang berpendar lembut, seolah dua kekuatan besar tengah berdansa dalam harmoni yang rapuh. Di sekeliling mereka, hamparan daratan terbentang dengan lanskap yang tidak mereka kenali—pepohonan bercahaya dengan dedaunan perak, sungai berkilauan yang mengalir seperti cermin cair, dan di kejauhan, sebuah kuil raksasa menjulang dengan arsitektur yang tampak seperti perpaduan antara keagungan cahaya dan misteri kegelapan.“Kita… di mana?” gumam Daren, suaranya bergetar.Sang penjaga, yang kini berdiri di dekat mereka tanpa jubahnya yang berkelebat, tampak lebih jelas. Sosoknya tinggi, dengan rambut perak yang berkilauan seperti bintang. Matanya berpendar dalam dua warna—satu keemasan, satu hitam pekat.“Kalian berada di persimpangan,” jawabnya. “Tempat yang berada di luar