Banga Adikara diperintahkan ibunya untuk kabur karena ibunya tidak rela ia dijadikan selir oleh Ratu Nayaka yang kejam dan bengis. Akibatnya sungguh mengerikan. Klan Adikara dimusnahkan dengan cara yang keji, membangkitkan amarah dan dendam di hati Banga. Dengan berbekal pedang tertua di muka bumi, Banga melakukan pembalasan kepada semua pendukung Ratu Nayaka. Kemarahannya tidak bisa dihentikan. Tahta terancam. Ratu Nayaka mengirim puteri mahkota untuk membinasakan Banga, di mana kecantikannya jauh lebih berbahaya daripada kesaktiannya. Dapatkan ia menghentikan Banga?
Voir plusSebuah pedang terbuat dari perunggu arsenik tertancap di batu hitam, tampak samar dengan gagang berwarna coklat kekuningan di antara bunga mirabilis berwarna kuning yang bermekaran di senja hari.
Pedang itu sudah tertancap ribuan tahun. Dahulu banyak tokoh sakti dari Nusa Kendang berusaha mencabutnya, pedang itu tak bergeser sedikit pun, akhirnya pedang itu terlupakan. Seorang pemuda tampak berlari ketakutan dari arah lembah dengan nafas terengah-engah, padahal tidak ada yang mengejar. Pemuda itu berhenti di dekat batu hitam untuk mengatur nafas. Pedang perunggu itu menarik perhatiannya, ia berkata, "Pedang itu aneh sekali tertancap di batu, sepertinya bukan pedang sembarangan." Pemuda itu ingin menggunakannya untuk melindungi diri. Ia mencoba mengambilnya. Pedang itu tercabut dengan mudah. Kemudian berkumandang suara di angkasa, "Banga Adikara! Kau datang untuk menjemput takdirmu sebagai pewaris pedang kalkolitik!" Banga datang ke pegunungan utara karena diperintah ibunya untuk kabur sebelum prajurit kerajaan membawanya ke istana. Awalnya Banga bersikeras menolak. Orang tuanya pasti kena murka Ratu Nayaka, berani menentang sabda sri ratu berarti siap menerima hukuman terkejam, dijebloskan ke penjara gelap bawah tanah. "Pergilah sejauh-jauhnya!" perintah ibunya. "Aku merasa sia-sia melahirkan dirimu kalau menjadi selir ratu durjana!" "Aku takut ibu mendapat siksa," kata Banga. "Aku menemui ibu untuk pamit, bukan kabur." "Jangan hiraukan ibumu!" Ratu Nayaka meminta klan bangsawan terkemuka menyediakan pemuda untuk diseleksi menjadi selir. Banga baru pulang belajar ilmu kehidupan dari Han Timur. Berdasarkan hasil musyawarah, ia ditunjuk untuk mewakili klan Adikara. Banga terpilih menjadi selir, bahkan ketampanannya memikat Ratu Nayaka untuk mengangkatnya jadi pangeran pengganti, sebab pendamping hidupnya mulai sakit-sakitan. Ibunya menentang keras hasil audisi, "Menjadi budak nafsu ratu durjana adalah kehinaan bagi ibumu!" Sejak semula ibunya keberatan dengan hasil musyawarah klan, namun mereka harus mengirim pemuda terbaik untuk menghindari sanksi. "Aku pergi karena ibu," kata Banga. "Aku berjanji akan kembali untuk ibu." Banga pergi ke pegunungan utara, di mana manusia kecut untuk mendaki karena terkenal angker dan penuh misteri. Banyak penduduk tidak kembali. Banga mengedarkan pandang ke angkasa, dan berteriak, "Siapa kau? Apakah kau siluman bayu?" "Aku adalah utusan dari kerajaan dewa, membawa bingkisan untuk penduduk Salakanagara! Aku sudah menunggu kedatanganmu dari zaman perunggu!" Zaman perunggu disebut juga zaman kalkolitik, di mana manusia mulai menggunakan perunggu untuk senjata perang dan kehidupan sehari-hari. Zaman kalkolitik adalah masa akhir prasejarah dengan kebudayaan Dongson. Pedang itu tidak berkarat melewati ribuan musim, tetap berkilau memancarkan cahaya coklat kekuningan. "Kau adalah pewaris pedang kalkolitik! Pendekar sakti dari masa ke masa berusaha mencabut pedang itu, tapi usaha mereka nihil!" Pedang kalkolitik, gumam Banga dalam hati. Namanya terdengar sangat asing. Aku ganti saja namanya supaya familier di telingaku ... pedang mirabilis, sebab aku menemukan pedang ini di antara bunga mirabilis yang biasa digunakan untuk mencuci perabotan di rumah. Suara tanpa wujud kembali membahana di angkasa, "Geserlah batu hitam itu, di bawahnya ada kotak perunggu berisi kitab kuno untuk kau pelajari!" Banga menggeser batu hitam, benar, di bawahnya ada kotak perunggu dan serangka pedang, tampak sangat mengkilap, tak terpengaruh pergantian musim. Di dalam kotak terdapat dua kitab bertuliskan aksara kuno, satu kitab berisi ilmu pedang, pada kitab lain berisi ilmu pengobatan dan meditasi untuk meningkatkan kekuatan Yin dan Yang. Banga sedikit kesulitan memperagakan gerakan yang tertera dalam lembaran kitab kuno. Ia biasa memegang pena, belum pernah memainkan senjata. "Aku akan mempelajari kitab ini betapa pun sulitnya, demi orang tuaku." Tekad Banga sudah membaja, ia ingin menguasai ilmu dalam kitab kuno untuk perlindungan diri. Ilmu yang dimilikinya hanya berguna untuk mencari hakekat hidup, manakala terjadi kekerasan fisik, ia tak kuasa membela diri. Banga berlatih dengan tekun. Kadang sampai lupa waktu. Ia memakan umbi-umbian yang terdapat di sekitar untuk bertahan hidup. "Lama-lama bosan juga makan ubi mentah," keluh Banga. "Aku lupa membawa pemantik api." Banga mencoba menggosokkan batu dengan batu untuk menciptakan api, gagal dan gagal lagi. "Aku tidak boleh menyerah," ujar Banga menghibur diri. "Menyerah adalah kunci kegagalan." Suatu hari Banga berhasil menciptakan api dengan menggesekkan kayu kering. Ia berburu angsa hutan dan mencari rempah untuk bumbu. Banga menyalakan api unggun dan membakar angsa hutan yang telah diberi bumbu rempah. "Nikmat sekali," kata Banga sambil menyantap angsa bakar. "Ada gunanya juga belajar masak semasa di Tiongkok." Banga berhenti berlatih jika buntu memahami sebuah gambar. Kemudian mulai lagi setelah mendapat ide dari perkelahian binatang di sekitar. Hari demi hari dilewatinya dengan sabar. Ia tak menemukan manusia di pegunungan utara selain dirinya. Hingga suatu malam kitab kuno terbakar secara sendirinya, pertanda ia sudah mendapat pengukuhan sebagai Pendekar Pedang Kalkolitik. "Sudah waktunya untuk kembali pada ibuku."Banga mewarisi empat ilmu dewa perang; Tapak Dewa, Angin Dewa, Sinar Dewa dan Mata Dewa. Mewarisi teknik pengobatan penyakit dan racun dari dewa obat, dan tujuh jurus inti Dewa Pedang: Angin Topan Menggulung Badai, Gelombang Samudera Meneguk Ombak, Bulan Sabit Menutup Matahari, Harimau Putih Menangkap Buruan, Kupu-kupu Menari Di Awan, Bintang Jatuh Di Teratak, dan Petir Membelah Hujan. Tanda-tanda pewaris tiga ilmu dewa ini sangat misterius dan mustahil terdapat pada klan Nayaka, maka beberapa abad lalu lembaran berita tentang kedatangan ksatria perang dilenyapkan dari kitab kuno istana. "Apakah pemuda itu mewarisi ilmu raja iblis?" ujar tokoh silat istana bertampang Asia Timur. "Dewa pedang hanya memiliki keunggulan senjata, ia mengalahkan ribuan musuh dengan senjata." Semua jurus sakti yang berada di muka bumi tercantum dalam kitab besar istana, maka itu Ratu Nayaka merekrut tokoh silat istana dari berbagai golongan dan memiliki jurus langka. Bahkan beberapa jurus sakti mampu m
"Baiklah! Aku mendatangi kalian kalau kalian ragu-ragu untuk mati!" Banga berjalan di antara mayat di halaman menghampiri pasukan kerajaan di pintu gerbang, sambil memegang pedang mirabilis. Komandan perang dan tokoh silat istana heran melihat perilakunya ini. Ksatria besar seharusnya melayang di udara dan langsung menyerang mereka. Bukan berjalan kaki seperti petani hendak pergi ke sawah. Pemuda ini kelihatannya tidak memiliki gin kang memadai. Aneh sekali. "Semakin kentara kalau kekuatan pemuda itu berada di tangannya," kata komandan perang. "Kita rebut pedang kalkolitik." "Aku kira pemuda itu hanya berpura-pura," ujar Jagapati. "Ia ingin menghabisi prajurit dengan cara berbeda. Kau lihat ia tidak meninggalkan jejak di tanah berdebu. Ia tidak benar-benar menginjak bumi." "Kita habisi ksatria itu lebih dahulu." Komandan perang lompat dari kuda dengan jungkir balik di udara, lalu berdiri di halaman menghadang Banga. Jagapati dan beberapa tokoh silat istana istana menyusul deng
Debu beterbangan di udara laksana asap membumbung. Satu batalyon prajurit kotaraja memacu kuda dengan cepat, mereka mengenakan zirah serta bersenjata samurai dan panah. Pasukan kotaraja dipimpin seorang komandan perang, turut bersamanya dua puluh tokoh silat istana dengan berbagai senjata pusaka. Kuda berlari melambat mendekati rumah kepala kampung. Komandan perang memberi isyarat untuk berhenti saat tiba di pintu benteng yang rusak parah. "Aku belum pernah melihat pemandangan keji sebelumnya," kata komandan perang marah. Matanya memandang nanar pada mayat yang bergeletakan di halaman. "Prajuritku di perlakukan secara hina dina." Belasan mayat di dekat pintu gerbang diguyur air comberan sehingga penuh lumpur dan berbau busuk, bahkan di muka beberapa mayat terdapat tinja. "Kau komandan perang munafik!" seru Banga, yang berdiri dengan gagah di beranda sambil menggenggam pedang kalkolitik. "Kau berperan aktif dalam pembantaian klan Adikara di kadipaten ini! Mereka dibunuh secara biad
Komandan legiun berkeringat dingin melihat seluruh pendekar dan prajurit bergelimangan darah di halaman, tewas secara mengenaskan. Penduduk meludahi beberapa prajurit yang sekarat dan menginjaknya hingga mati, semasa hidupnya mereka sangat kejam menindas rakyat. Komandan legiun menyesal membiarkan kepala pengawal pergi ke dalam rumah mencari harta yang tertinggal. Tapi ia tidak gentar, ia mencabut pedang komando untuk bertarung sampai mati. "Kau bukan ksatria sejati," geram komandan legiun. "Kau iblis yang haus darah. Apakah hanya kematian yang ada di pikiranmu?" "Hukuman bagi kaki tangan istana adalah kematian," tegas Banga dingin. "Untukmu aku ada toleransi, kau ingin mati dengan cara apa?" "Bedebah!" umpat komandan legiun dengan kemarahan memuncak. "Kau harus membayar perbuatanmu kepada anak buahku!" "Aku akan membayar biaya pemakaman mereka, juga pemakaman dirimu!" Banga meminta Abiyasa mengurus pemakaman korban untuk mencegah penyakit menular dari bangkai yang tergeletak.
Kepala pengawal tidak peduli ksatria perang berasal dari klan mana, ia tak mungkin mampu melawan kekuatan besar istana. Legenda itu hanyalah cerita turun temurun yang entah dari mana asalnya. Kemunculan ksatria perang tidak terdapat dalam kitab kuno Jawa Dwipa, selain pedang kalkolitik yang sangat misterius itu. Ia adalah pendekar bayaran yang bertugas melindungi keselamatan kepala kampung. Orang yang perlu dilindungi sekarang sudah pergi ke kotaraja. Buat apa lagi bertahan di rumah ini? "Aku memeriksa situasi di dalam dulu," kata kepala pengawal. "Apakah semua pelayan sudah meninggalkan rumah ini?" Kepala kampung pergi naik kereta lewat gerbang belakang, membawa harta kekayaan dan beberapa perempuan peliharaan. Ia hanya menyisakan pelayan tua dan tidak berguna di ranjang. "Rumah sudah kosong sebelum ksatria itu datang," kata komandan legiun. "Tinggal dua gundikmu saja. Bukankah ia diminta menunggu?" Kepala pengawal tersenyum licik. "Kau memerintahkan mereka tinggal karena kau ja
Banga melompat terbang melewati pagar tinggi dan mendatangi sekumpulan pendekar yang menunggu di beranda. Puluhan prajurit yang berbaris siaga di halaman segera membubarkan diri dan mengepung Banga dengan bersenjatakan tombak. Kepala kampung tidak kelihatan. Banga curiga ia melarikan diri. Tindakan bodoh kalau bersembunyi di dalam rumah. "Aku ingin bertemu dengan kepala kampung," kata Banga. "Adakah di antara kalian yang ingin menjelaskan?" Banga tidak mengenal kepala kampung, tapi bisa dibedakan dari pakaian ningrat yang dikenakan. Di antara mereka tidak ada yang memakai emblem istana. Banga tidak akan teperdaya jika kepala kampung berpakaian pendekar atau prajurit, karakter pemimpin congkak bisa dibedakan. "Kau tidak perlu tahu keberadaan kepala kampung," kata kepala pengawal yang berdiri di dekat komandan legiun. "Ia akan muncul untuk melihat mayatmu." Banga mendengus sinis. "Cecunguk istana itu takkan pernah melihat mayatku, selain mayat penjilat." "Sombong sekali k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires