Kemudian, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Seorang pria paruh baya di kerumunan tiba-tiba tertawa keras sambil menunjuk ke arah Amanda yang tergeletak di aspal."Lihat itu! Katanya keluarga berpengaruh!" teriaknya dengan nada yang sangat mengejek. "Tapi dibuang seperti sampah!"Tawa itu seperti memecah bendungan. Satu per satu orang di kerumunan mulai tertawa dan mengejek Amanda yang terlihat sangat memilukan."Berpengaruh katanya, tapi ditolak sama penipu!" celetuk seorang nenek-nenek dengan suara yang keras. "Mana pengaruhnya sekarang?""Cantik tapi tidak berguna," tambah yang lain sambil tertawa. "Dikira bisa pakai pesona, ternyata cuma dianggap sampah!""Keluarga Bernadus yang terhormat katanya," ejek seorang pemuda dengan nada yang sangat sinis. "Ternyata cuma keluarga biasa yang sombong!"Amanda yang mendengar ejekan bertubi-tubi itu merasa dunianya runtuh. Air mata mengalir deras di pipinya sambil berusaha berdiri dengan tubuh yang gemetar."Kalian semua tidak tahu siapa kel
Tepat ketika situasi antara Peter dan Richard mencapai puncak ketegangan, tiba-tiba suara langkah kaki yang rapi dan bersamaan terdengar dari arah jalan raya. Kerumunan yang ribut langsung terdiam ketika melihat sosok yang sangat menawan berjalan menuju mereka dengan langkah yang penuh wibawa.Bobby Malone, pria tampan berusia tiga puluh tahun dengan setelan jas mewah, berjalan dengan percaya diri menuju gedung kantor "Tajir Melintir". Di belakangnya, lima orang bodyguard bertubuh kekar mengikuti dengan formasi yang rapi."Siapa itu?" bisik seseorang di kerumunan dengan nada takjub. "Dia terlihat sangat kaya dan berkuasa."Pak Wong yang berdiri di samping Peter mengenali sosok tersebut. "Dokter, itu Bobby Malone. Dia adalah tunangan Nona Sandra Steel dan konon pemilik sebenarnya dari perusahaan 'Tajir Melintir'."Peter mengangkat alis dengan penuh minat sambil tersenyum tipis. "Ah, akhirnya dalang utama muncul juga. Ini akan menjadi pertunjukan yang jauh lebih menarik."Ia tidak menya
Suasana menjadi semakin tegang ketika preman-preman yang menjaga kantor mulai menunjukkan sikap yang lebih agresif. Mereka tidak suka dengan kerumunan yang semakin ramai dan mulai mengancam akan menggunakan kekerasan jika para korban tidak segera bubar."Kalian semua harus pergi dari sini sekarang!" bentak salah satu preman dengan suara menggelegar yang menakutkan. "Jangan membuat keributan atau kalian akan merasakan akibatnya!""Kami tidak main-main," tambah preman yang lain sambil menunjukkan tongkat baseball yang tersembunyi di balik jasnya. "Kalau kalian tidak pergi dalam lima menit, jangan salahkan kami kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."Kerumunan mulai mundur dengan ketakutan yang nyata, namun Irene yang masih emosional malah maju ke depan dengan nekatnya. "Jangan berani-berani mengancam kami! Menantu saya adalah Richard Wellington, jagoan bela diri yang sangat terkenal!""Richard adalah juara karate dan taekwondo!" tambah Irene dengan nada yang sombong. "Dia bisa men
Tiba-tiba, suasana menjadi semakin dramatis ketika seorang gadis cantik berusia sekitar dua puluh lima tahun datang tergesa-gesa dengan seorang pria muda yang tampan. Gadis itu langsung berlari ke arah Irene dengan wajah panik yang berlebihan, seolah-olah sedang memainkan adegan dalam film sinetron."Mama! Mama kenapa?" teriak gadis itu dengan suara bergetar seperti aktris sinetron yang sedang berakting dalam adegan paling dramatis. "Apa yang terjadi dengan wajah Mama? Kenapa bengkak begini?"Suaranya yang melengking membuat beberapa orang di kerumunan menoleh dengan ekspresi yang terhibur. Cara dia berlari sambil menangis terlihat sangat berlebihan dan tidak natural.Irene yang melihat kedatangan anaknya langsung menangis tersedu-sedu dengan sangat dramatis, seolah-olah sedang memainkan adegan paling tragis dalam hidupnya. Air matanya mengalir deras sambil memeluk Amanda dengan gerakan yang sangat berlebihan."Amanda, sayang! Mama telah diperlakukan dengan sangat tidak adil oleh prem
Pagi itu, kawasan perkantoran di Jalan Proklamasi mulai ramai dengan hiruk pikuk yang tidak biasa. Kerumunan orang dari berbagai kalangan memadati area depan gedung berlantai sepuluh tempat kantor "Tajir Melintir" beroperasi, menciptakan suasana yang mencekam dan penuh ketegangan.Udara pagi yang sejuk tiba-tiba terasa pengap karena dipenuhi aroma keringat dan parfum murahan yang bercampur menjadi satu. Suara-suara keluhan dan rintihan terdengar dari berbagai arah, menciptakan simfoni penderitaan yang sangat memprihatinkan.Dokter Peter Davis berjalan dengan langkah tenang menuju lokasi tersebut, diiringi Pak Wong yang setia mengikuti di belakangnya. Wajah Peter terlihat santai dan tidak terburu-buru, sangat kontras dengan kerumunan yang panik di sekitarnya.Semalam, Gino dan Bono serta beberapa gadis dari Melody Paradise termasuk Norma Wijaya dan manajer Pak Hendra telah memohon kepada Peter untuk menjadi juru bicara mereka dalam menghadapi masalah investasi bodong "Tajir Melintir".
Irene yang awalnya berusaha keras menjaga image sebagai wanita kelas atas yang berpendidikan, tiba-tiba ikut terbawa suasana emosional dan berdiri di garis terdepan dengan wajah memerah padam. Suaranya yang biasanya lembut dan terkontrol berubah menjadi jeritan yang memekakkan telinga."Uang saya harus kembali sekarang juga!" teriaknya sambil menunjuk-nunjuk gedung dengan jari yang gemetar karena amarah. "Saya dari keluarga Bernadus yang terhormat dan berpengaruh di Kota Wada!"Irene yang sudah kehilangan kendali diri melanjutkan dengan suara yang semakin tinggi dan histeris. "Kalian tidak boleh memperlakukan saya seperti orang-orang biasa! Saya memiliki koneksi yang sangat kuat!"Kerumunan yang awalnya simpati dan mengira Irene sebagai sesama korban malah mulai mencibir dan mengejek mendengar Irene yang mengaku dari kalangan atas. Suasana berubah menjadi komedi yang tidak disengaja."Kalau memang orang kaya tulen, untuk apa ikut investasi receh seperti ini yang jelas-jelas mencurigak