تسجيل الدخولNamun, mereka yang sedang berebutan tidak memperhatikan ikan itu. Byur! Ombak besar menerpa, lalu terdengar jeritan histeris seorang wanita dan dia diseret ke dalam laut.Blub ... blub .... Darah bercampur dengan air laut.Zargo berseru, "Apa yang terjadi? Sepertinya ... ada ikan hiu .... Gawat! Kita pasti mati!"Zargo dan tiga wanita yang tersisa baru melihat sirip ikan yang muncul di permukaan laut bergerak dengan cepat di sekeliling mereka. Seketika mereka merasakan dingin yang menusuk tulang!Zargo dan tiga wanita itu berusaha meminta tolong, "Ah ... tolong!"Namun, mana mungkin ikan hiu peduli dengan permintaan mereka? Krek! Krek! Suara patahan terus terdengar.Tiga wanita lainnya juga diseret ke dalam laut dan dilahap ikan hiu itu. Sekarang tidak ada yang berebutan potongan geladak dengan Zargo lagi, tetapi dia makin takut.Zargo memeluk potongan geladak dengan erat dengan tubuh gemetaran. Dia yang kehilangan akal sehat mulai meracau, "Tuhan ... tolong selamatkan aku .... Sialan,
Zargo melihat ke arah yang ditunjuk wanita itu. Ternyata kepala pria yang berbicara tadi tiba-tiba meledak. Mayatnya jatuh ke geladak.Zargo yang ketakutan langsung tersadar dari mabuknya. Dia mundur sambil menunjuk Tirta dan berbicara dengan suara bergetar, "Kenapa ... cara matinya ... sama dengan Devon dan Keluarga Ravian? Pak Ezhardy juga mati begini! Jangan-jangan ... kamu yang membunuh mereka?"Tirta menyahut dengan datar, "Benar, memang aku yang membunuh mereka. Kamu keberatan?"Buk! Zargo langsung melempar pistolnya ke laut dan berlutut di geladak. Dia meminta ampun, "Nggak ... aku nggak lihat dan nggak tahu apa-apa. Tolong ... ampuni aku .... Aku nggak berani mengulangi perbuatanku lagi."Tatapan Tirta membuat Zargo merasa dia akan mati. Jadi, dia langsung memilih untuk berlutut. Zargo yang sebelumnya mengincar Devika dan lainnya juga langsung mengurungkan niatnya.Para wanita di samping Zargo juga ikut berlutut sembari meminta ampun."Pak, kami mau melayanimu.""Tolong maafkan
Devika mengangguk, lalu berpesan kepada Tirta sambil menahan amarahnya, "Oke. Tirta, ini wilayah laut dan dia yang mengeluarkan pistol terlebih dulu. Nggak masalah biarpun kamu membunuhnya.""Oke," sahut Tirta. Sebenarnya suasana hati Tirta cukup bagus karena bisa jalan-jalan. Dia tidak berniat membunuh.Namun, sekarang orang di kapal itu tidak tahu diri. Jadi, Tirta benar-benar ingin membunuhnya.Saat melihat seorang pemuda keluar di kapal itu, Zargo langsung berang. Dia menodong Tirta dengan pistol dan menghardik, "Beraninya bocah sepertimu menabrak kapal pemimpin Pulau Shariza! Nyalimu besar sekali!"Tirta malas menjelaskan. Dia tertawa sinis dan menanggapi, "Sejak kapan bertambah pemimpin sepertimu di Pulau Shariza? Kenapa aku nggak pernah dengar ada dua pemimpin di pulau ini?"Zargo tidak tahu pemuda di depannya yang membunuh pemimpin Pulau Shariza sebelumnya. Dia tetap membual, "Haha, tentu saja nggak mungkin ada dua pemimpin di Pulau Shariza. Masalahnya, pemimpin sebelumnya suda
Seorang pria yang mabuk berjalan keluar dari kabin dengan tubuh sempoyongan. Dia juga dikeliling empat wanita. Pria ini adalah Zargo yang sedang bersantai di laut.Zargo membentak, "Kenapa kamu ribut sekali? Kapal kita tabrak apa? Bisa diperbaiki nggak? Jangan ganggu aku bersenang-senang dengan para gadis ini!"Melihat Zargo mabuk, pria itu memberanikan diri untuk berbohong, "Pak Zargo ... memang ada kapal yang menabrak kapal kita. Aku suruh mereka minta maaf, tapi mereka menolak. Sebaliknya mereka malah langsung kabur dengan mengemudikan kapal mereka."Pria itu melanjutkan, "Sekarang kapal kita sudah kemasukan air. Kita cuma bisa mengejar kapal itu dan kembali ke tepi laut dengan kapal mereka. Kalau nggak, kita cuma bisa menunggu kapal tenggelam."Pria itu tidak berani bicara jujur. Kalau tidak, dia pasti akan ditendang Zargo yang mengamuk ke dalam laut.Zargo yang tidak menganalisis permasalahannya terlebih dahulu mengeluarkan pistol dari sabuk pinggangnya dan berteriak, "Apa? Ternya
Tirta dan lainnya mengikuti arah pandangan Marila. Ternyata memang ada sebuah kapal pesiar yang mendekati kapal mereka. Kapal itu terus bergerak di atas laut.Bagian depan kapalnya juga sudah bengkok dan retak. Untung saja, kapal pesiar yang dinaiki Tirta khusus disiapkan oleh penguasa industri pariwisata di Pulau Shariza, jadi kapalnya cukup kuat.Kalau tidak, kapal yang dinaiki Tirta pasti rusak setelah ditabrak. Namun, kapalnya tetap sedikit penyok.Suara benturan yang keras mengejutkan Serra dan Aluna. Mereka yang baru selesai memakai bikini buru-buru membuka pintu kamar, lalu berjalan keluar dan bertanya, "Pak Tirta, apa yang terjadi? Kenapa kapal tiba-tiba terasa seperti hampir terbalik?"Sekarang suasana hati Tirta sangat bagus, jadi dia tidak ingin marah. Tirta menenangkan Devika dan lainnya, "Ini cuma masalah sepele. Tadi aku terlalu fokus mendengar mereka menyanyi dan menari. Kalau nggak, kapal kita bisa menghindari tabrakan itu."Tirta meneruskan, "Tapi, nggak masalah kalau
Melihat Tirta sama sekali tidak mengerjap, Marila menghampiri Tirta dengan pelan dan bertanya sambil tersenyum, "Pak Tirta, bagaimana? Cantik nggak?"Tirta langsung menyahut seraya mengangguk, "Tentu saja cantik."Shinta yang gesit buru-buru mendekati Tirta dan bertanya, "Kak Tirta, bagaimana dengan aku? Aku cantik nggak?"Tirta menyeringai sebelum menjawab, "Kamu juga cantik. Teknikku dalam memperbesar payudara memang hebat, ternyata nggak ada bedanya dengan yang alami."Shinta mencebik dan mengentakkan kakinya sembari membalas, "Aduh, Kak Tirta jahat sekali! Masa kamu membeberkan hal itu? Benar-benar menyebalkan!"Dulu Shinta berambut pendek ketika payudaranya masih kecil. Sekarang dia berambut panjang. Ditambah dengan bodinya yang menawan, Shinta tidak terlihat tomboi lagi.Sebaliknya Shinta terlihat sangat feminin. Kulitnya yang mulus membuat pria kehilangan kendali.Devika yang sedikit kesal menghampiri Tirta dan bertanya, "Hei, Tirta! Bagaimana dengan aku? Kenapa kamu nggak memuj







