"Tua bangka, sombong sekali ucapanmu. Jangan nangis kalau kalah nanti," balas Tirta sembari mengangkat alisnya. Sementara itu, Sandy bahkan tidak menggubris ucapannya sama sekali."Pak Putro, ikuti aku!"Sandy yang merasa dirinya seorang ahli, sama sekali tidak berniat melihat batu-batu di zona kelas rendah dan menengah. Dia langsung menuju zona kelas tinggi bersama Putro, Aina, dan yang lainnya. Batu giok dengan harga dasar 260 miliar masih terjangkau oleh Putro dengan kekayaannya.Sementara itu, Gilang yang mengikuti Tirta menyarankan, "Pak Tirta, meskipun sifat Sandy kurang baik, kemampuannya dalam memilih batu sangat hebat dan berpengalaman. Dia hampir nggak pernah salah memilih batu.""Batu giok di zona kelas tinggi nggak terlalu banyak. Dengan keahlian Sandy, dia pasti bisa langsung memilih batu giok yang paling berharga di sana, lalu membelinya dengan harga lebih tinggi," lanjutnya. "Kita harus segera ke zona kelas tinggi untuk memilih batu sebelum Sandy punya kesempatan."Irene
"Hahaha ...." Putro tidak segan-segan mengejek keputusan Afrian. Aina juga tidak mungkin melewatkan kesempatan ini untuk mengejek Tirta.Dia menyindir Tirta, "Kalau mau mati, langsung bilang saja. Kenapa malah nyeret orang lain? Kamu ini benar-benar orang baik ya."Bahkan beberapa orang di samping mereka yang memilih batu juga tidak tahan melihat tindakan Tirta yang konyol dan menghujatnya."Kalau nggak pandai milih, nggak usah dilihat lagi. Milih batu giok mentah tentu harus dari zona kelas tinggi. Kalaupun nggak punya uang, nggak mungkin milih di zona kelas rendah begini. Batu di sana cuma mainan untuk orang miskin.""Iya, menurutku, Afrian kali ini malah nyari bocah ingusan yang nggak ngerti apa-apa. Dia pasti bakal sial. Bukan cuma rugi besar, bahkan putrinya juga dipertaruhkan. Ckck ....""Sayang sekali. Irene secantik itu, tapi malah didapatkan orang seperti Putro.""Sayang apanya? Sudahlah, yang jadi ayahnya saja nggak merasa sayang. Untuk apa kita cemas?""Hahaha ...." Bukan ha
"Pak Tirta, kasir nomor 36, Gania, akan menyelesaikan pembayaran Anda," kata Gania dengan profesionalisme tinggi sambil memindai kode batang pada batu giok mentah tersebut dan memasukkannya ke dalam perangkatnya."Pak Tirta, Anda telah memenangkan lelang batu giok nomor 72, 634, dan 1070. Silakan konfirmasi."Tirta mengamati kaki ramping Gania yang dibalut stoking hitam sambil mengangguk. Dalam hati, dia benar-benar merasa kagum terhadap penyelenggara acara ini. Bahkan staf kasir yang bertugas saja berpenampilan secantik ini."Ya, saya konfirmasi."Gania menyadari bahwa Tirta sedang memperhatikan kakinya. Namun, dia tidak merasa terganggu dengan tatapan Tirta dan bahkan merasa agak senang. Diam-diam, dia merasa dirinya cukup menarik. Akan tetapi, itu tidak memengaruhi profesionalismenya."Berhubung nggak ada orang lain yang menawar tiga batu giok ini, berarti harganya dihitung sesuai dengan harga awal. Totalnya 200 miliar.""Silakan selesaikan transaksinya."Harga batu giok mentah di z
"Kalau tahu mereka selemah itu, aku pasti sudah maju sejak tadi," ujar Aina yang merangkul lengan Putro dengan ekspresi bangga. Penampilannya menunjukkan seolah-olah dirinya adalah bos besar di sini."Ya, sampah memang sampah. Mau berlagak seperti apa pun, tetap saja rendahan." Meskipun berkata demikian, Sandy tidak akan berani memejamkan matanya sambil memilih batu mentah.Bukannya Sandy menghargai Tirta, melainkan dia harus menjaga reputasinya. Dia harus mendapat barang bagus karena keuntungan adalah yang terpenting.Jika mendapat batu giok yang bagus, Sandy akan memperoleh komisi besar. Namun, jika gagal dan batu mentah yang terpilih tidak bagus, Sandy bukan hanya tidak akan mendapat komisi, bahkan harus menanggung kerugiannya bersama Putro. Ini sudah aturan yang tertera.Yang paling parah adalah prestise yang dibangun Sandy dengan susah payah akan hancur begitu saja. Dia tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi. Sandy tidak membuang-buang waktu lagi. Dia mengamati batu mentah
Ekspresi Aina tampak sangat centil. Jika tidak ada orang-orang di sekitar, dia mungkin sudah berlutut dan melepaskan celana Putro untuk memuaskan hasratnya.Meskipun karakter Putro memang kurang baik, yang jelas dia kaya raya. Jika tidak, Putro tidak mungkin bisa bersaing dengan Afrian.Orang-orang di sekitar yang menghadiri ekspo batu giok pun bersorak dengan takjub."Pak Putro memang luar biasa. Kekayaannya nggak bisa dibandingkan dengan kita-kita semua.""Benar sekali. Dia membeli batu mentah seharga 1,4 triliun tanpa ragu sedikit pun. Asal tahu saja, jarang ada pembelian setinggi itu di ekspo.""Nggak perlu diherankan lagi. Namanya juga Pak Putro.""Aku rasa Pak Putro sudah pasti menang. Afrian bakal sial kali ini."Sanjungan-sanjungan di sekitar membuat Putro sangat puas. Dia menjadi makin yakin bahwa dirinya adalah pemenang sesungguhnya.Seolah-olah tidak ada siapa pun di sekitar, Putro sontak meremas payudara Aina sambil menatap tubuh Irene. Tindakannya ini seolah-olah menunjukk
"Kalau kalian kalah, suruh wanita murahan itu melepaskan semua pakaiannya dan berlari dalam keadaan telanjang bulat. Dia nggak boleh pakai apa pun. Selain itu, dia harus berteriak mengatakan dirinya adalah wanita murahan. Gimana? Berani nggak?" tantang Tirta.Usul Tirta ini membuat Aina naik pitam. Dia berkata, "Dasar bocah tengik, nyalimu terlalu besar...."Namun, setelah dipikir-pikir, Aina yakin kelompok Tirta akan kalah. Jadi, tidak masalah kalau mereka menambah taruhannya.Aina mendengus dan meneruskan, "Oke, silakan saja. Tapi, kalau kalian yang kalah, Melati harus melakukannya.."Tirta datang sendirian ke ekspo ini. Melati, Ayu, dan Nabila masih tidur di rumah. Sepertinya Aina masih tidak bisa melupakan kejadian hari itu. Melati jelas-jelas tidak ada di sini, tetapi Aina malah melibatkannya.Tirta mengangguk sambil tersenyum, lalu mengiakan, "Oke. Kalau begitu, aku sangat menantikan hasilnya. Untuk wanita sepertimu, taruhan semacam ini seharusnya bukan hukuman, melainkan hadiah.
"Haha! Bagus, bagus sekali!" Putro tertawa terbahak-bahak. Dia membeli dengan harga 400 miliar, tetapi bisa menjualnya dengan harga 1 triliun. Keuntungan yang diperolehnya sungguh besar.Begitu mendengarnya, banyak bos yang memberi penawaran. "Pak Putro, aku bersedia membelinya dengan harga 500 miliar."Bos lainnya tergelak dan berkata, "Lelucon macam apa ini? Harga yang kamu berikan terlalu rendah. Siapa yang mau menjualnya kepadamu? Pak Putro, aku mau membelinya dengan harga 600 miliar.""Jual kepadaku saja, Pak Putro. Aku akan membelinya dengan harga 700 miliar."Pengerjaan batu giok memang membutuhkan sedikit biaya. Namun, jika mengerjakannya sendiri, Putro akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan menjualnya sekarang.Lagi pula, Putro datang kemari memang untuk mencari keuntungan. Dia tidak mungkin memberikan keuntungan ini kepada orang lain. Dia pantas mendapatkannya."Aku nggak akan menjualnya. Aku akan menyimpannya." Putro melambaikan tangannya. Kemudian, dia m
Afrian menarik napas dalam-dalam untuk mengendalikan emosinya. Untungnya, dia percaya pada pilihan Tirta. Jika tidak, dia pasti akan melewatkan kesempatan emas ini.Putro mendongak sambil melirik Tirta dengan agak kesal. Dia terkekeh-kekeh sinis dan mengejek, "Cih! Yang terlihat baru secuil. Kuku kakiku pun lebih besar. Apa hebatnya?""Batu mentah yang ada di zona kelas rendah sudah pasti nggak bisa dibandingkan dengan yang kelas tinggi. Kalau pun ada batu giok di dalamnya, ukurannya pasti kecil."Tirta bersikap sangat tenang. Dia melambaikan tangannya dan berkata dengan tidak acuh, "Belah saja batunya."Staf menarik napas dalam-dalam dan lanjut membelah dengan sungguh-sungguh. Setelah batu mentah terbelah sepenuhnya, terlihat batu giok hijau berukuran besar yang sempurna. Ini sungguh di luar dugaan.Staf mengambil senter untuk menyinari setiap bagian batu giok itu. Seketika, dia berseru dengan suara nyaring, "Apa? Nggak ada cacat sedikit pun di batu giok ini! Kualitasnya sangat tinggi
Adapun Naura dan Nia yang terakhir digendong Tirta ke kamar, mereka lebih menyedihkan. Keduanya ingin pergi, tetapi tidak berani menentang Tirta yang dominan. Situasi yang intens ini juga membuat mereka berdua ingin melihatnya."Jangan buru-buru, Kak. Aku pasti akan memuaskanmu, tapi sebelumnya aku harus carikan beberapa rekan seperjuangan untukmu," ujar Tirta.Melihat Melati begitu berinisiatif dan antusias, Tirta juga makin tidak sabar. Namun, setelah bercinta dengan Genta, hasratnya tidak bisa terpuaskan jika hanya Melati yang melayaninya.Tirta menepuk bokong Melati yang sintal lagi, lalu berbalik untuk mengangkat Susanti dan Agatha. Kedua wanita itu berteriak, tetapi Tirta tetap melempar mereka ke tempat tidur yang empuk.Selain itu, Tirta juga mengatur mereka agar bersiap-siap dengan gaya yang sama seperti Melati. Ketiga wanita berlutut bersama ....Hasrat Tirta menggebu-gebu saat melihat gaya mereka bertiga yang menggairahkan. Tirta hampir kehilangan kendali dan langsung memulai
"Tirta ... banyak orang yang lihat. Kamu ... jangan bicara sembarangan. Aku nggak mungkin melakukan hal itu denganmu," kata Ayu.Wajah Ayu memerah setelah mendengar ucapan Tirta. Dia sangat malu. Kemudian, Ayu berusaha melepaskan diri dari Tirta dan bergegas keluar dari kamar. Bagaimanapun, ucapan Tirta membuat tatapan Susanti, Agatha, Naura, Aiko, Nia, Irene, dan lainnya tertuju pada Ayu.Biarpun Ayu sudah pergi, beberapa wanita yang penasaran itu tetap memandangi sosok Ayu yang menjauh. Mereka bertanya kepada Tirta dengan ekspresi terkejut."Tirta, kapan kamu ... menaklukkan Bi Ayu?""Eh, tunggu dulu. Masih ada Bi Elisa. Kamu juga meniduri Bi Elisa?""Tirta, mereka itu bibimu. Kenapa kamu ... sama sekali nggak menghormati senior?""Bisa-bisanya kamu tega meniduri orang terdekatmu! Keterlaluan sekali!"Dulu Tirta pandai menutupinya sehingga hari ini mereka baru tahu kebenarannya. Sebenarnya mereka tidak marah, tetapi mereka tetap menyalahkan Tirta.Tirta tidak menganggap serius tegura
Di luar kamar, ada 10 wanita yang menunggu Tirta pulih. Setelah Tirta menendang pintu dengan kasar, pintu yang tidak mampu menahan kekuatan Tirta menghantam dinding. Kemudian, pintu itu hancur menjadi pecahan kayu dan tidak bisa digunakan lagi.Suara ini membuat para wanita yang menunggu Tirta terbangun. Sebelumnya mereka sudah mengantuk dan hendak tidur. Begitu melihat kondisi Tirta, mereka langsung berseru kaget."Ah ... Tirta, kamu kenapa?""Tirta, kenapa wajahmu memerah?""Tirta, kenapa kamu nggak pakai baju sebelum keluar?""Tirta, apa ... kamu sudah pulih? Kamu mau kami menemanimu?"Apalagi sekarang ekspresi Tirta sangat mengerikan. Kedua kaki mereka gemetaran setelah mereka melihat Tirta. Naura dan Nia yang tidak berpengalaman mundur saking takutnya. Keduanya takut diincar Tirta.Tirta yang sangat tersiksa mengamati semua wanita itu. Dia menyadari selain Ayu dan Elisa, Susanti, Agatha, Aiko, Naura, Melati, Farida, Arum memakai lingeri. Tirta makin antusias dan hasratnya bergelor
Genta terbangun karena dicium Tirta. Dia merasakan keanehan Tirta. Genta yang tidak tahan dengan keperkasaan Tirta langsung tersadar.Genta menegur, "Jangan! Cepat keluar! Semuanya sudah berakhir. Kamu ... nggak boleh sentuh aku lagi ...."Kemudian, mungkin karena gugup, Genta tiba-tiba mendorong Tirta jauh-jauh dengan kuat. Dorongan Genta membuat Tirta langsung keluar dari mimpi!Tirta hanya bisa melihat wajah Genta yang malu dan juga kesal makin jauh. Perlahan-lahan, dia tidak bisa melihat Genta lagi. Tak lama kemudian, Tirta bangun."Ah ... ternyata sudah berakhir. Jangan, Kak! Aku belum puas!" gumam Tirta. Dia merasa kecewa saat melihat kamar yang kosong.Bahkan, Tirta merasa tindakan Genta sangat kejam. Setelah merasakan kenikmatan, Genta langsung mendepak Tirta dari mimpi.Tirta memang merasa sangat puas di dalam mimpi. Bahkan, Tirta tidak bisa melupakan kenikmatan itu seumur hidupnya. Namun, sekarang Tirta seperti kecanduan terhadap kenikmatan itu. Dia ingin merasakannya lagi!T
Meskipun berada di dalam mimpi, kelembutan yang dirasakan Tirta dalam pelukannya dan wangi yang diciumnya hampir sama saja dengan kenyataan. Hal ini membuat Tirta makin terangsang. Dia tidak pernah seantusias ini sebelumnya."Pecundang, lepaskan aku dulu," protes Genta. Dia yang dipeluk Tirta dengan erat menahan rasa malu sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Tirta.Namun, sebelum Genta bergerak, Tirta sudah mencium bibirnya. Kemudian, Tirta langsung membuka bibir dan gigi Genta. Dia melumat bibirnya.Genta yang dicium terbelalak. Jantungnya berdegup kencang. Dia tidak berhenti menepuk dada Tirta.Hanya saja, Tirta tidak peduli. Sekarang dia juga tidak mungkin berhenti lagi biarpun dihabisi Genta. Bahkan, tangan Tirta langsung masuk ke dalam baju Genta melalui kerahnya. Tirta mengabaikan Genta yang menghalanginya.Dengan begitu, bagian vital Genta sudah dikendalikan Tirta. Walaupun Genta sangat hebat dan menguasai berbagai teknik, dia juga tidak mampu menghadapi Tirta. Sebalikny
Melihat Tirta begitu tidak sabar dan antusias, Genta yang curiga berkomentar, "Ternyata kamu bisa pulih begitu cepat. Aku benar-benar curiga sebelumnya kamu cuma berpura-pura sedih. Tujuanmu itu mengambil keuntungan dariku."Saat memikirkan hal ini, Genta bahkan sedikit menyesal setelah menyarankan Tirta untuk mengambil keuntungannya di dalam mimpi.Begitu membayangkan dirinya akan bercinta dengan Genta, Tirta sangat bersemangat. Dia merasa tersiksa menahan hasratnya.Tirta menimpali, "Kak, masa kamu menganggapku seperti itu? Tentu saja aku sangat sedih Bella putus denganku. Bahkan aku nggak tertarik untuk berhubungan intim, kamu juga melihatnya tadi.""Tapi, kamu berbeda. Selama ini, aku ingin menidurimu. Jadi, aku senang sekali kamu mau berhubungan intim denganku," lanjut Tirta.Mendengar Genta ingin berubah pikiran, Tirta menunduk dan meneruskan dengan lesu, "Kak, kamu sudah menyetujuiku tadi. Apa sekarang kamu mau mengingkari janjimu? Kalau kamu juga tipu aku, lebih baik aku mati s
Melati juga tidak lupa berpesan kepada Tirta saat menutup pintu kamar.....Sementara itu, Ayu dan Elisa terus menunggu di luar kamar. Mereka melihat ekspresi Melati dan lainnya yang sedih. Apalagi Melati dan lainnya keluar dari kamar dalam waktu singkat. Mereka menebak Melati dan lainnya pasti gagal.Meskipun begitu, Ayu masih tidak terima. Dia menghampiri Melati dan bertanya, "Melati, apa Tirta masih belum membaik?"Melati menjawab, "Belum, aku juga nggak tahu seberapa dalam wanita itu menyakiti Tirta. Aku nggak pernah melihat Tirta begitu sedih ...."Sambil bicara, Melati menyeka air matanya. Mendengar ucapan Melati, Elisa juga mendesah dan bertanya, "Apa cara ini nggak bisa membuat Tirta membaik? Melati, apa yang Tirta bilang pada kalian waktu keluar?"Mata Susanti memerah. Dia membantu Melati menjawab sambil terisak, "Bi Elisa, Tirta bilang dia mau menenangkan diri. Dia suruh kami jangan ganggu dia. Selain ini, dia nggak bilang apa pun lagi."Mendengar jawaban Susanti, Elisa langs
Naura merasa Tirta yang dilihat dari kamera pengawas tidak begitu mengejutkan dan mengerikan jika dibandingkan dengan aslinya! Tentu saja Naura merasa takut setelah melihat secara langsung. Bahkan, kedua kakinya gemetaran.Susanti dan Aiko yang melihat Naura ingin mundur berbicara pada saat bersamaan, "Sekarang kamu menyesal? Nggak bisa, sudah terlambat!"Mereka berdua mengangkat Naura naik ke tempat tidur. Kemudian, Susanti berkata kepada Melati, "Kak Melati, kamu turun dulu. Biarkan Bu Naura mencobanya."Melati juga tidak ragu-ragu. Terdengar suara "plop", seperti penutup gabus dilepas dari botol anggur. Dia turun dari tempat tidur untuk menyerahkan posisinya kepada Naura.Melati tidak lupa menghibur Naura, "Oke, aku turun dulu. Bu Naura, jangan takut. Rasa sakitnya cuma sebentar, nanti kamu nggak akan merasa sakit lagi, malah sangat nyaman!"Setelah Melati turun, kemaluan Tirta terlihat makin jelas! Bentuknya bagaikan pedang pusaka tajam yang memiliki kekuatan dahsyat!Naura yang ke
Ayu membuka pintu kamar, lalu bergeser ke samping dan tidak lupa berpesan, "Kalau Tirta sudah pulih, kalian berhenti sebentar dan kabari aku. Biar aku nggak khawatir.""Tenang saja, Bi Ayu. Kalau Tirta sudah pulih, aku akan langsung keluar untuk mengabarimu," sahut Agatha. Dia yang masuk ke kamar terlebih dahulu.Kemudian, Susanti, Naura, dan Aiko juga masuk. Tentu saja Nia adalah orang terakhir yang masuk ke kamar.Terdengar suara pintu ditutup dari dalam. Ayu juga tidak lupa mengunci pintu kamar dari luar. Setelah itu, Ayu dan Elisa sama-sama menunggu di sofa ruang tamu dengan perasaan gelisah.....Saat Agatha, Susanti, Naura, Aiko, dan Nia masuk ke kamar, mereka melihat Tirta berbaring di bagian tengah tempat tidur, Melati yang memakai lingeri renda berwarna hitam, Farida yang memakai lingeri berwarna putih, dan Arum yang memakai lingeri berwarna merah muda.Mereka bertiga yang cantik sedang bersandar di pelukan Tirta. Mereka terus menggunakan tubuh yang hangat dan ... untuk merang