“Kau Kenny bukan?”
Kenny terdiam dan tubuhnya mendadak kaku mendengar suara yang memanggil namanya. Tidak, tidak mungkin! Batinnya berteriak. Meskipun dia tahu bahwa dia berada dalam setengah mabuk tetapi rasanya sangat aneh mendengar suara itu diluar kantor. Dia tidak bisa membayangkan seorang Wakil Presdirnya yang kaku ada di tempat hiburan malam.
Berbeda dengannya yang adalah pria brengsek, sang Wakil Presdir adalah seorang pria alim bermartabat yang seumur hidupnya tidak akan pernah mau menginjakan kaki di klub murahan. Dia pria baik-baik di kantornya, oleh sebab itu semua gender menghormatinya. Jadi mana mungkin orang sepertinya ada disini bukan?
“Kau temannya si Rookie kan? Kenny?”
Ini kali kedua, dan bahkan lebih jelas dari yang sebelumnya. Kenny melongo, mendapati fakta bahwa sang Wakil Presdir ada di hadapannya sekarang, menyapa dia dengan pakaian yang masih sama seperti yang dia ingat pagi tadi. Kontan si pria berambut merah langsung berubah gugup.
Mendadak rasa mabuk dan seluruh dengungan ditelinga sirna seketika melihat pria tampan di hadapannya. Apakah ini mimpi buruk? Atasannya yang paling alim di kantor memergoki dia keluar dari klub malam murahan dalam keadaan mabuk. Orang biasa pun pasti akan berasumsi, apalagi bosnya sendiri.
“A—ah … Pak Bima?” suaranya terdengar kaku. Ingin tersenyum sudah terlambat, ingin kabur apalagi. Kenny benar-benar tidak tahu harus menghadapi pria itu dengan cara apa sekarang sebab jujur saja dia sangat bingung setengah mati. Kemudian pada akhirnya dia menyerah apalagi melihat ekspresi Bima yang sudah seperti ingin menelannya hidup-hidup. “Ma—maafkan saya Pak! Saya kesini baru kali ini saja, sungguh. Dan sa—saya tidak melakukan apapun, oh tidak, saya hanya sedikit minum tapi itu pun hanya sedikit saja Pak! Tolong jangan pecat saya! Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya!” berondong Kenny putus asa, dia bahkan nyaris terisak dan menunduk dalam-dalam di depan Bima. Dia sudah bisa membayangkan hari-hari tanpa pekerjaan di kantornya sekarang. Dia sudah dipastikan akan sangat merana. Sulit makan, dan tidak nyaman tidur. Itu adalah kehidupan yang jelas tidak pernah ingin dia jejaki lagi. Sudah bagus posisinya sekarang dan sebisa mungkin Kenny akan mempertahankannya. Bila perlu dia akan bersujud di kaki Bima sekarang juga. Seluruh pikiran buruk Kenny merayap, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang apalagi melihat atasannya sama sekali tidak bereaksi. Apakah ini artinya riwayatnya sudah tamat?
Tetapi berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh Kenny, Bima sebetulnya tidak terlalu peduli. Pertemuan diantara mereka berdua pure hanyalah sebuah kebetulan belaka, dan mereka bertemu secara tidak sengaja. Dia baru saja hendak menyalakan mesin mobilnya dan pergi dari wilayah terkutuk itu, tetapi begitu melihat seseorang yang dia kenali, Bima memutuskan keluar dari mobil dan mencoba menyapanya. Dilihat dari gelagatnya yang santai walau mabuk, Bima bisa menebak bahwa Kenny sudah sering datang ketempat itu. Dia memang sudah bisa memprediksi bahwa Kenny sudah jelas adalah tipe pria macam ini. Tetapi apa yang dia lakukan dan sedang apa dia di dalam sana bukan urusannya.
“Pak Bima apa ini artinya karir saya di perusahaan Bapak sudah tamat, Pak?” tutur Kenny lagi. Ekspresi yang pria itu buat begitu jelek. Kepanikan, pasrah, takut, dan marah menjadi satu.
Bima menghela napas panjang sebelum memutuskan untuk menjawabnya. “Apa maksudmu? Aku bukan atasan menyebalkan yang ikut campur dalam masalah pribadi anak buahnya. Tapi, aku tidak suka kau berbohong seperti itu,” kata Bima yang membuat wajah Kenny langsung memucat.
“Maafkan saya Pak, saya benar-benar panik dan tidak percaya bisa bertemu Bapak di tempat ini,” tutur Kenny kikuk. Tubuhnya gemetar.
“Jujur padaku, apa kau sering datang kemari?” tanya Bima to the pojnt. Sejujurnya dia memang sedang penasaran akan sesuatu dan dia butuh informasi dari Kenny bila tebakannya benar.
“I—Iya Pak, saya sering kemari.”
“Apa kau tahu tentang seorang gadis bernama … Rose? Ya, kalau tidak salah itu namanya. Apa kau kenal dia? Apa dia sering datang ke klub ini?”
Mendengar nama Rose disebutkan oleh Bima, ekspresi Kenny berubah total. Dia menganga dan kemudian mengernyitkan alisnya. Heran dengan sikap sang atasannya yang terlihat tergesa-gesa. Tetapi setelah itu dia menyeringai, topik seperti ini adalah yang paling Kenny sukai. Jika pada akhirnya sang bos yang kaku tertarik pada dunia malam, maka Kenny dengan senang hati akan menjadi pemandunya. Apalagi bila hal itu bisa membuatnya mempertahankan posisinya atau merangkak menuju ke atas.
“Ya, saya mengenalnya. Dia adalah primadona di klub ini. Saya sebetulnya baru sekali bicara dengannya, tetapi menurut rumor yang beredar dia adalah yang teratas di klub ini. Banyak pria yang ingin tidur dengannya. Meski begitu berdasarkan kabar pula belum ada seorang pun yang berhasil tidur dengannya. Bukankah itu yang membuat penasaran? Setiap pria yang sudah bertemu dengannya kebanyakan tidak dapat melupakan kesan pertama dengan gadis itu. Termasuk saya dan juga Rookie. Tapi yang paling beruntung jelas Rookie sih!” kata Kenny yang tidak secara sengaja menyebut nama sahabatnya saking terlalu semangat memberi penjelasan.
“Rookie?”
“Iya, Rookie. Ahh! Saya hanya sempat bicara beberapa kata dengan Rose, tetapi kalau Rookie dia lumayan jago Pak. Si berandalan itu berhasil mendapatkan salam perkenalan yang luar biasa, Rose bahkan mencium—” tiba-tiba Kenny menutup mulutnya. Dalam hati dia mengumpat karena bicara terlalu banyak. Sebagai teman seharusnya dia tidak mengatakan hal-hal seperti itu kepada Bima. Apalagi mengingat Rookie sedang mengencani adiknya, dan bagaimana hubungan kedua pria itu selama di kantor.
“Sepertinya sudah malam, aku harus pergi.” Setelah mengatakan hal itu, Bima beranjak dari sana dan masuk kembali ke dalam mobilnya. Membawa benda roda empat itu melaju pergi dan menghilang dari pandangan Kenny.
“Ah sialan! Apa-apaan tadi? Mulut sialan! Bisa mati aku dipanggang Rookie. Kenapa aku bermulut ember begitu, sialan! Sialan!” rutuk Kenny sambil menepuk bibirnya sendiri.
Sudah pasti Bima akan memenggal kepala Rookie, dan masalah itu terjadi karena Kenny terlalu banyak bicara omong kosong. Dia yang pertama kali bertanggung jawab sekaligus seorang impostor di dalam persahabatan mereka berdua.
“Bung, maafkan aku. Aku berdoa semoga kau selamat!”
Sementara itu di dalam mobil, Bima justru memikirkan hal lain. Dia sedikit shock dengan fakta bahwa gadis yang bernama Rose tadi adalah salah satu dari pelacur itu bahkan yang memiliki tingkatan tertinggi. Dan yang paling kontradiktif dari semua itu adalah rumor yang mengatakan bahwa dia masih perawan. Benarkah? Bagaimana mungkin dia belum pernah tidur dengan siapa pun?
Kalau dia seorang primadona mustahil dia tidak pernah melakukannya. Lantas julukan tersebut dia dapatkan dari apa? bukankah dia tetap pelacur?
Bima menutup matanya, dan membenturkan sekali ke setir mobil ketika lampu merah. Dia merasa heran pada dirinya sendiri yang terlalu banyak memikirkan soal perempuan asing. Apa yang sebernanya dia inginkan dari gadis pelacur itu?
Tetapi di dalam benaknya diam-diam terangkai sebuah janji. Janji yang dimana bila dia kembali dipertemukan lagi dengan gadis bernama Rose itu secara tidak sengaja, maka dia akan berusaha untuk mengenal dia lebih dulu. Mengenal seorang Rose, si gadis bermata indah yang berhasil mengusik hati seorang Bima dalam pandangan pertama.
Saat itulah pintu kamar Lucy terbuka, menampakan sosok mungil yang dibalut oleh kaos oversize dan celana panjang training. “Kalau kalian ingin berkelahi di rumahku, aku tidak akan membiarkan kalian masuk rumahku lagi.”“Kau seharusnya tetap berada di dalam, Lucy.”“Tapi semakin aku menahan diriku, semakin aku mendengar Bibi memancing keributan. Aku tahu betul bagaimana Bibi kalau sedang marah.”“Tidak akan ada yang terjadi, selama dia mengangkat jarinya padaku. Kalau dia berani memukulku aku akan pastikan dia tidak bisa berjalan lagi dengan kedua kakinya seumur hidup.”“Justru itu, Bibi orang yang mudah terpancing emosi.”Percakapan diantara kedua orang itu membuat Rookie diam saja. Dia menyadari seberapa dekat hubungan keduanya, dan itu menyadarkan Rookie bahwa ada dinding tidak kasat mata yang tidak bisa dia pisahkan dari kedua orang ini. Bagaimana pun juga, Yuichi pastinya sudah Lucy anggap sebagai pengganti orangtuanya. Mengingat masa lalunya yang cukup buruk dan hanya orang itu s
Sepeninggal Rookie, Lucy tercenung di tempat duduknya. Kedua matanya menatap tanpa minat pada seluruh makanan yang tersaji di atas meja. Saat dia memutuskan untuk menganggap semua itu bukanlah apa-apa dan waktunya bagi dia untuk menahan diri dan tahu diri saat itulah dia mendengar seseorang mengetuk pintu dan menekan bel di luar.Lucy sempat berpikir bahwa barangkali itu adalah Rookie, hanya saja begitu dia membuka pintu Lucy malah tercengang.“Bibi Yuichi?!”“Lama tidak bertemu, Lucy.” Wanita itu tersenyum padanya dengan ramah.Lucy segera menghapus semua ekspresi yang sempat mengganggunya. Kemudian memberi bibinya senyuman yang sama sebagai balasan.“Masuklah. Aku tidak tahu kalau Bibi akan datang.”“Cukup sulit menghubungimu sejak kau meninggalkan aku di kantor pengadilan waktu itu. Jadi, bagaimana sekarang? kau masih berhubungan dengan orang itu?” cerocos Bibi Yuichi sambil meletakan beberapa paper bag di konter dapur. Sesaat dia melihat makanan yang tersaji di meja makan. Masih h
Rookie melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Beberapa kali atas ulahnya dia mendapatkan hadiah berupa umpatan dan juga bunyi klakson dari pengguna jalan lain gara-gara dia mencoba terus menyalip mereka dengan cara serampangan, tetapi lelaki itu tidak peduli. Semua itu demi upayanya memperpendek jarak tempuh menuju tujuannya sekarang. Rumah sakit.Semua itu karena sebuah kalimat yang terlontar dari mulut Bima. Sebenarnya hanya beberapa kata saja, tetapi hal tersebut cukup membuat jantung lelaki itu berdebar kencang dan hatinya di penuhi dengan kecemasan. Kekhawatiran yang memicu dirinya bertindak gegabah dan nekad. Tentu saja. Mengemudi secara ugal-ugalan di jalan raya bukan tindakan terpuji dan sejujurnya dia pun saat ini sedang menantang maut pula.“Senna mencoba bunuh diri, Rookie. Aku menemukan dia ada di kamar mandi hotel …”Rookie menginjak pedal gasnya lagi, memutar setir ke kiri dan merebut jalan sebuah truk pengantar barang yang membuatnya sekali lagi mendapatkan klakson
Bunyi bel dari pintu kamar hotel yang dia sewa membuat Senna segera bangun dari sofa dan melangkah menuju pintu masuk dengan sumringah. Sebelumnya dia menyempatkan waktu untuk mematut di depan cermin seukuran setengah badan yang terpasang di dekat pintu hanya untuk sekadar mengecek penampilannya sendiri. Senna tentu saja ingin berpenampilan terbaik di hadapan Rookie. Tanpa merasa perlu mengintip dari lubang pintu Senna segera membuka lebar-lebar pintu kayu tersebut dengan senyum termanis yang bisa dia buat. Namun dengan segera harapan yang terpupuk di dalam dirinya harus pupus seketika tatkala melihat siapa orang yang sekarang berdiri dihadapannya. Dia seorang pria tetapi bukan Rookie. Ya, bukan Rookie melainkan kakaknya sendiri, Bima.“Kenapa kakak ada disini?” tanya Senna dengan marah.“Dia tidak akan datang,” kata Bima seraya menerobos masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. “Setelah kau menelepon dia, Rookie menghubungiku karena itulah kesepakatan kami. Dia juga berpesan padaku un
Lagi-lagi telepon berdering, ini sudah kesekian kalinya sejak Rookie angkat kaki dari restoran tempat dia berbincang bersama sang Ibu. Begitu mengetahui siapa yang ibunya libatkan dalam pertemuan mereka, Rookie langsung naik pitam. Tanpa perlu basa-basi lelaki itu langsung meninggalkan mereka. Dan sekarang ponselnya jadi dua kali lipat lebih berisik. Sampai titik dimana akhirnya Rookie menyerah dan mengangkat panggilan telepon yang berasal dari nomor ponsel ibunya.“Ya, Bu?”“Ini aku,” sahut seseorang dari balik panggilan. Kernyitan di dahi Rookie menguat. Saat ini Rookie sangat emosi, tetapi perempuan ini justru menyiram minyak ke dalam kobaran api. Dia jelas tahu bahwa menghubunginya sekarang sudah merupakan sebuah kesalahan besar.“Sudahlah, sekarang katakan apa maumu. Kau tahu kalau kita sudah berakhir kan? kenapa kau melibatkan ibuku?”“Kenapa kau berubah, Rookie? Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini?” tanya perempuan itu lagi yang membuat Rookie semakin muak.“Kau berharap a
Rookie melangkah cepat memasuki sebuah restoran keluarga yang letaknya tidak jauh dari gedung perkantoran tempat dimana dia bekerja. Langkahnya terburu karena tidak ingin membuat orang tuanya menunggu. Terlebih adalah hal yang aneh mendapati kabar dari sang ibu setelah konflik yang terjadi dan wanita itu tiba-tiba saja memintanya bertemu. Ya, beberapa saat yang lalu setelah obrolan kecilnya bersama Bima. Ibunya menelepon dan mengatakan bahwa dia telah berada di Jakarta dan meminta untuk bertemu.Restoran tempat janji temu tampak mulai ramai saat Rookie melangkah memasukinya. Restoran tersebut menyediakan makanan hasil laut dan selalu penuh apalagi setiap weekend. Seorang pramusaji dengan seragam sailor mengantarkan Rookie ketika dia berkata punya janji temu.“Maaf membuat ibu menunggu lama,” ujar Rookie kepada ibunya yang sudah terlebih dahulu datang.“Duduklah, kita makan dulu sebelum bicara,” kata ibunya. “Ibu sudah pesankan udang saus inggris untukmu. Kau masih suka itu kan?”Rooki