Share

Bab 07. Pamitan pada Suami

“Jadi, apa Ma?” potong Azham.

“Ish, Mama sama Papa mau kamu datang ke rumah. Jangan lupa ajak Melisa. Entar malam,” kata Raina memberitahu.

Azham menghela nafas kasar. “Tapi Ma. Az—“

“Nggak ada alasan, Zham. Mama tunggu nanti malam ya. Ya sudah Mama tutup dulu,” kata Raina mematikan sambungan telfon sepihak.

Azham yang baru saja membuka mulutnya ingin menyela, tapi belum selesai Mamanya sudah mematikan sambungan telfonnya. Azham mengusap wajahnya kasar sembari melempar ponselnya ke atas ranjang.

“Mama memang menyebalkan.”

***

Melisa baru saja selesai mandi, ia membuka pintu kamar mandi hendak keluar dan berhias tipis di meja rias yang ada di dalam kamarnya. Melisa melirik ke arah Azham yang duduk di tepi ranjang sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Melisa mengernyitkan kening heran. “Ada apa, Pak?” tanya Melisa. “Bapak sakit kepala?” Azham yang tidak menyadari kehadiran Melisa sontak terkejut.

“Kamu mengagetkan saja, Melisa.,” protes Azham sebal. Melisa hanya nyengir kuda yang memperlihatkan gigi putihnya yang tersusun rapi.

“Maaf,” ujarnya pelan. “Salah bapak sendiri, sih. Ngapain ngelamun pagi-pagi gini?” bela Melisa pada dirinya sendiri.

Azham mendengus. “Jawab saja kamu ini,” ucap Azham kesal.

Melisa hanya tersenyum mendengarnya sembari melanjutkan langkahnya ke meja rias. Azham beranjak turun dari ranjang hendak ke kamar mandi. Hari ini, Azham tidak ada jadwal di kampus. Akan tetapi, ia harus ke kantor miliknya untuk bertemu dengan klien.

“Mau kemana, Pak?” tanya Melisa yang melihat Azham berjalan melaluinya.

“Ke kamar mandi, Mel.” Azham menoleh ke arah Melisa yang duduk di depan kaca rias.

“Mau ngapain, Pak?” tanya Melisa lagi membuat Azham menghela nafas kasar.

“Dangdutan,” sahut Azham asal. “Bisa jangan suka bertanya hal yang konyol, Mel?”

Tanpa menunggu jawaban Melisa. Azham kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Melisa yang telah siap dengan make up tipis tapi terlihat begitu cantik. Beranjak dan berjalan keluar kamar. Nyatanya, perut gadis itu sudah sangat keroncongan sejak tadi.

Melisa masuk ke meja makan. Tanpa menunggu Melisa menarik kursi meja makan dan membalik piring yang tadi ia siapkan dengan posisi telungkup. Ia mengisi piringnya dengan nasi goreng buatannya dan telur ceplok, lalu makan dengan lahap.

Melisa tersenyum puas saat masakannya lumayan lezat. Ia kemudian melanjutkan sarapannya tanpa menunggu suaminya untuk sarapan bersama, padahal tadi niatnya mandi lalu setelah itu baru mengajak Azham untuk sarapan.

Namun pada kenyataannya, Melisa sarapan duluan. Bahkan udah hampir selesai. Di saat Melisa sedang menikmati sarapannya, tiba-tiba Azham dari arah kamar berjalan menghampirinya. Berdiri di samping Melisa.

“Kamu makan apa?” tanya Azham tiba-tiba membuat Melisa tersentak dan keselak. Sehingga membuat gadis itu terbatuk-batuk.

Melisa lantas meraih gelas di sampingnya dan mengisinya dengan air, lalu meminum hingga tandas. Ia menoleh ke arah Azham yang ternyata sudah duduk di sampingnya dengan wajah datar.

“Ish, bisa nggak datang-datang ngagetin, Pak? Kalau tadi saya mati gara-gara keselak, gimana?” tanya Melisa kesal.

“Saya kubur,” sahut Azham acuh. Melisa membulatkan matanya.

Pria di sampingnya ini memang sejak dulu selalu menyebalkan. Si dingin seperti manusia Es, Si jutek, dan si menyebalkan. Melisa mendengus sebal.

“Ish, enak saja. Ngomong, kok, seenaknya saja.”

Azham melirik ke arah Melisa yang sudah menatapnya tajam. Azham memicingkan matanya menatap Melisa membuat Melisa mengernyitkan kening.

“Ada apa?” tanya Melisa.

“Kamu yang ada apa? Kamu sendiri yang bilang kalau kamu mati karna keselak, gimana. Ya saya jawab saya kubur. Ya masa saya awetkan, buat apa?”

Melisa mencebikkan bibirnya mendengar perkataan Azham yang sangat membuat telinganya sakit. Ia memutar bola mata jengah, sedangkan Azham tak lagi memperdulikannya. Azham memulai sarapan dengan tenang.

Melisa merasa tidak ada gunanya di sana, ia pun bangkit sembari membawa piring kotor bekas makannya ke wastafel dan mencucinya. Melisa mengelap tangannya setelah selesai dan meletakkan piring di tempat piring. Lalu, berbalik berjalan mendekati Azham dan duduk di sampingnya.

“Pak, hari ini Bapak nggak ke kampus, kan?” tanya Melisa.

Melisa sudah tahu jadwal Azham. Sebab, Azham yang memberitahunya semalam. Hari apa dan jam berapa ia akan ke kampus dan libur ke kantor, atau ke kantor dan kampus bersamaan. Atau libur dua-duanya. Melisa sudah tahu.

“Hhmmm...” Hanya itu yang keluar dari mulut Azham sambil terus mengunyah makanannya.

Melisa mendecak kesal. “Boleh minta di antarin nggak?”

Azham mengangkat sebelah alisnya melirik Melisa. “Kemana? Hari ini saya sibu—“

“Belanja bahan-bahan dapur. Kalau nggak bisa, ya sudah. Hari ini nggak usah masak, so, kulkas bapak nggak ada isinya yang bisa dimasak,” potong Melisa cepat.

Azham menghela nafas kasar. Lalu ia menyelesaikan makannya yang Melisa terus masih di sampingnya memperhatikan pria itu. Azham meneguk air di gelas yang sudah di siapkan Nelisa untuknya.

“Hari ini nggak usah masak,” ujar Azham meletakkan gelas. “Mama nyuruh kita ke rumahnya.”

“Ngapain?” tanya Melisa dengan alis terangkat sebelah.

Azham mengedikkan kedua bahunya.

“Belum tahu,” jawabnya sambil berdiri. “Mama hanya bilang suruh ke rumah.”

“Terus, kulkas?”

“Nanti saja sepulang dari rumah Mama.”

Melisa mengangguk paham. “Baiklah.”

“Ya sudah, saya berangkat kantor dulu.” Melisa mengangguk. “Sebelum saya pulang, kamu harus sudah siap.”

“Hhhmm....” Hanya itu yang keluar dari mulut Melisa.

Azham memutar bola matanya. Melisa mendongak sembari minum menatap Azham yang masih berdiri belum juga berangkat kerja seperti yang dikatakan pria itu. “Ada lagi, Pak?”

“Nggak salim dulu serta cium kening, gitu?”

Melisa yang sedang minum pun tersedak dengan kalimat Azham barusan. Sontak Melisa mendongak menatap Azham dengan mata membulat.

Apa telinga Melisa tidak salah dengar? Tolong siapa saja beritahu Melisa kalau yang didengarkan olehnya tadi tidak salah. Azham memang mengatakan itu.

Azham merutuki dirinya yang tidak tahu kenapa mengatakan hal itu dan mengharapkannya. Apalagi melihat reaksi Melisa barusan. Sungguh, itu membuat dirinya sangat malu.

“Bapak bilang apa barusan?” tanya Melisa untuk memastikan.

Sementara itu, muka Azham sudah sangat merah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status