Di pantai, yang paling banyak tentu saja adalah kerang. Annie terus menggali pasir dengan sekop kecilnya. Setiap kali menemukan kerang yang dia suka, dia akan gembira sekali lalu memasukkannya ke ember kecil.Arlina dan Lillia menemani di sampingnya sambil memberikan semangat penuh. Namun, setelah lama terpapar terik matahari, keduanya merasa tidak tahan dan akhirnya berganti giliran dua pria yang menjaga Annie.Arlina dan Lillia pun berbaring di kursi pantai, masing-masing memegang segelas minuman sambil menikmati suasana santai."Hari libur memang terasa enak sekali," Lillia berkomentar."Kamu cuti beberapa hari ini selalu jalan-jalan sendirian?" tanya Arlina padanya."Iya.""Nggak merasa bosan?"Arlina merasa dirinya juga cukup mandiri. Kalau tidak, dia tidak mungkin bisa bertahan hidup di luar negeri selama bertahun-tahun. Namun untuk jalan-jalan sendirian, dia merasa tidak sanggup. Dia lebih memilih diam di rumah seorang diri. Apalagi sekarang sudah ada Rexa dan Annie, rasanya mus
Pakaiannya sebenarnya tidak terlalu terbuka. Pakaian berwarna biru tua membalut lekuk tubuhnya yang proporsional, bagian bawahnya berupa rok pendek, memperlihatkan sepasang kaki jenjang yang ramping. Pergelangan kakinya masih menempel butiran pasir halus.Dengan kacamata hitam di wajah, dia melangkah perlahan ke arah mereka. Rambut pendeknya berkibar, wajahnya indah, seluruh dirinya memancarkan pesona seksi sekaligus anggun.Jazlan sempat terpaku menatapnya, sampai akhirnya terasa ada sesuatu yang hangat mengalir di hidungnya.Annie menarik-narik baju Arlina sambil bersuara manja, "Mama, Ayah mimisan."Kalimat itu bagaikan petir yang menyambar. Jazlan segera tersadar, lalu buru-buru menyentuh hidungnya.Astaga, benar-benar mimisan.Melihat Lillia sebentar lagi sampai di hadapannya, Jazlan benar-benar merasa malu. Dia buru-buru membalikkan badan dan mengusap hidungnya dengan punggung tangan.Arlina hanya terkekeh, lalu melangkah maju beberapa langkah agar Lillia tidak melihat tingkah me
Kegembiraan Annie menular pada mereka bertiga, hingga semuanya ikut tertawa.Arlina dan keluarganya memesan kamar keluarga di hotel, sementara Jazlan tinggal di kamar sebelah. Setelah selesai check-in dan masuk kamar, mereka menemukan balkon yang cukup luas. Dari sana, lautan biru tak berujung bisa terlihat jelas.Saat melihat ke bawah, banyak orang sedang bermain di pantai. Annie langsung berseru gembira, "Papa, Mama, ayo kita turun main pasir!""Baiklah." Arlina mengeluarkan tabir surya dari tasnya. "Di luar mataharinya terik, kita harus pakai sunblock biar nggak gosong."Dia melambaikan tangan agar Annie mendekat. Annie pun berdiri dengan patuh di depannya, lalu Arlina mengoleskan krim ke wajah, leher, dan kedua lengannya sampai merata.Saat itu Rexa berjalan mendekat. Arlina langsung memerintah, "Kamu, antre di belakang Annie. Kamu giliran berikutnya."Rexa mengangkat alis, tapi akhirnya berdiri dengan patuh di belakang Annie.Setelah Annie selesai, dia mundur, dan Rexa maju selang
Karena berempat tidak perlu membawa dua mobil, mereka pun memutuskan untuk menjemput Jazlan sekalian sebelum berangkat.Tak lama kemudian, mereka sampai di basemen apartemen Jazlan. Jazlan sudah menunggu di sana, Arlina melihat ada cukup banyak barang diletakkan di lantai."Kalian tunggu di mobil, biar aku bantu dia bawa barang." kata Rexa sambil turun dari mobil.Arlina menurunkan kaca jendela. Annie langsung menempel ke sisi jendela, "Ayah!""Hai ...." Jazlan menanggapi sambil mengangkat barang, suaranya tanpa sadar ikut menjadi lembut.Arlina menopang dagu di jendela sambil bertanya, "Kenapa kamu masih bawa dua tenda sama kasur?"Wajah Jazlan tampak sedikit malu, "Takutnya kalau Bu Lillia nggak bawa ...."Mendengar ucapannya, Arlina langsung tersenyum penuh arti, "Pak Jazlan memang teliti ya.""Bu Lillia?" Annie yang mendengar nama itu langsung penasaran, "Itu dokter yang Ayah suka, 'kan? Apa dia ikut juga?""Iya." Arlina menjawab sambil melirik nakal, lalu menunduk berbisik sesuatu
Keesokan harinya, Arlina bertemu Hubert di dalam lift.Mata Hubert sempat mengecil saat melihat Arlina, tetapi dia segera mengalihkan pandangan dan menyempil ke sudut lift, menjauh sejauh mungkin darinya.Setelah itu setiap kali bertemu dengannya, Hubert selalu sengaja menghindar, seakan-akan Arlina adalah monster menakutkan.Saat makan siang, Arlina tanpa sengaja mendengar rekan-rekannya sedang membicarakan sesuatu."Kalian sadar nggak, sekarang Pak Hubert langsung menghindar begitu ketemu Bu Arlina. Padahal dulu 'kan orang lain yang menghindari dia. Sekarang giliran berbalik, ya.""Iya, dia sekarang mirip ayam jago yang kalah, sama sekali nggak ada lagi sikap sombongnya yang dulu.""Memang pantas dikasih pelajaran. Bayangkan, semalam dia berani-beraninya bilang di depan banyak orang kalau ganteng itu nggak bisa jadi makanan. Sekarang lihat, perkataannya malah jadi tamparan balik.""Suami Bu Arlina bukan cuma ganteng, tapi juga berkompeten. Aku bahkan pulang kemarin sempat cek riwayat
"Hiss ...." Arlina spontan menghirup napas dingin.Mata Rexa menyipit, dia berjongkok di depan Arlina. "Kamu terluka? Barusan waktu mandi sudah kuperiksa, nggak ada luka. Biar kulihat lagi."Sambil bicara, tangannya terulur hendak menarik celana Arlina.'Bisa nggak sih, jangan pakai nada serius begitu untuk mengatakan hal-hal semacam ini!' Arlina malu sekaligus kesal dan hampir menggertakkan gigi, "Aku nggak apa-apa! Cepat sana ganti seprai!"Melihat wajahnya yang memerah, Rexa tersenyum lalu berdiri, "Oke,oke, aku ganti seprai."Begitu berdiri, matanya melirik ke arah pintu kamar, tiba-tiba dia melihat sebuah sosok kecil berdiri di sana."Annie!" Suara Rexa terdengar kaget.Mendengar suara Rexa, Arlina refleks menoleh ke pintu.Di sana terlihat Annie yang mengenakan piama sambil memeluk boneka kesayangannya dan menatap mereka dengan mata bundar.'Habis sudah, ketahuan!'Arlina hampir saja jatuh dari kursi."Papa, Mama, kenapa aku ada di kamarku sendiri?" tanya Annie dengan suara manja