Home / Romansa / Dr. Vampire: Who is the Predator? / 07 - It's time to play, Girl.

Share

07 - It's time to play, Girl.

Author: D lyncie's
last update Last Updated: 2024-11-15 12:48:12

“Brengsek! Berani-beraninya dia mengatakan reputasiku buruk. Dia pikir dia siapa bisa menghinaku dengan seenaknya?!” Callista menyibak rambutnya sembari menerobos pintu keluar dengan wajah kesal.

Gadis itu tidak terima. Ingin sekali ia mematahkan leher Alaric atau mencelupkan kepalanya ke dalam jamban. Pria itu benar-benar membuat pekerjaannya semakin sulit. Bagaimana ia bisa membuat ayahnya bangga kalau satu kasus saja tidak selesai-selesai?

Yeah, jangankan kasus besar, kasus kecil pun Callista tidak pernah mendapat kesempatan bagus. Entah karena dirinya hanya kurang kompeten atau karena ia memang sudah ditakdirkan bernasib sial sejak awal.

“Kalau tahu begini mending aku buka toko kelontong saja daripada susah payah jadi detektif. Lebih untung!” oceh Callista seraya menggulung lengan blazernya. Ia mendengkus sinis kemudian lanjut berjalan menuju pagar depan. Namun, langkah kakinya sontak terhenti ketika ia melihat ada sebuah mobil mewah berwarna hitam metalik yang terparkir manis di luar garasi.

Gadis itu menaikkan satu alisnya sembari menyeringai. Benih-benih ide kembali bermekaran di dalam otaknya. “Tuan Theodore ... jadi, kau sungguh mau bermain-main dengan Callista? Baiklah, siapa takut? Kita lihat siapa yang akan jadi pecundang setelah ini.”

Callista segera merogoh saku celananya, mengambil alat penyadap yang baru ia beli beberapa waktu lalu dari toko online. Ia kemudian menengok ke belakang, memastikan kalau Alaric tidak mengikutinya sampai depan. Pria itu sekarang mungkin sudah kembali tidur lagi di dalam kamarnya.

Callista lantas mendekati mobil itu dengan sangat hati-hati. Ia meraba bagian kolong mobil, mencari spot yang bagus untuk memasang alat penyadap tersebut. Ia harus pintar-pintar memilih spot agar tidak mudah ketahuan oleh Alaric. Rencananya pasti bisa gagal lagi kalau sampai Alaric tahu ada alat penyadap di bawah kolong mobilnya.

Setelah mendapat spot yang bagus, ia langsung memasang alat penyadap itu di sana. Tangannya dengan cepat menekan tombol power. Lampu kecil berwarna merah pun berkedip-kedip menyala.

“Selesai! Sudah aktif,” ungkap Callista lalu membuka ponselnya. Ia menghubungkan alat penyadap tadi ke ponsel sehingga jika Alaric pergi membawa mobil, ia bisa memantaunya terus selama 24 jam dengan mudah.

Selepas memastikan keduanya sudah terhubung, Callista pun buru-buru kabur dari sana. Tapi sebelum itu, ia tak lupa memberikan hadiah kecil untuk Alaric—hadiah berkesan yang bisa menguras semua isi dompetnya.

***

“MALVINNN!”

Suara teriakan Alaric yang menggelegar membuat burung-burung langsung berterbangan ke angkasa. Pria itu terpaku di tempat dengan mata membelalak lebar. Malvin yang pada saat itu baru mengumpulkan nyawa untuk bangun pun otomatis terkejut. Ia segera menyibak selimutnya dan berlari menghampiri Alaric.

“Apa? Ada apa? Kenapa kau berteriak?” sahutnya panik.

“Coba kau lihat! Siapa yang sudah melakukan ini pada mobilku?!” pekik Alaric seraya menunjuk mobil Maserati kesayangannya yang sudah belepotan lumpur di pagi hari yang cerah ini.

Malvin ikut terbelalak. “My goodness!” Ia meneguk ludahnya sembari melongo tak percaya. Mobil itu terlihat sangat kacau—seperti baru ditimpuki bola lumpur oleh anak-anak nakal kompleks sebelah.

Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, manusia bar-bar mana yang telah berani melakukan hal tersebut? Ia sendiri yang sudah tujuh tahun tinggal di rumah ini menjadi asisten pribadi Alaric pun tidak pernah berani menyentuh mobil itu tanpa izin sama sekali.

“Ini pasti ulah gadis gila itu!” tuduh Alaric serta-merta.

“Gadis gila siapa?”

“Detektif wanita yang kemarin menangkapku!”

“Tunggu, detektif wanita?” Pemuda berumur 23 tahun itu mengernyitkan wajah tak mengerti. “Maksudmu?”

“Asal kau tahu, tadi malam aku memergokinya menyelinap masuk ke dalam kamarku. Dia ingin mencari bukti agar aku bisa dinyatakan bersalah lagi!”

“Tapi bagaimana bisa? Seingatku aku sudah mengunci semua pintu,” balasnya bingung.

“Dia memanjat lewat balkon, Malvin! Lewat balkon!”

“Uh-oh, itu ... itu cara yang ilegal.”

“Ya, memang! Sudah kubilang otaknya agak miring. Seharusnya tadi malam kukurung dia ruang bawah tanah. Lihat saja nanti!”

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dr. Vampire: Who is the Predator?   41 - Escape? Unfortunately it's too late.

    Orang itu membuka tudung jubahnya sembari menyeringai. “Apa kabar, dr. Huggins? Kau masih ingat denganku? Sudah lama kita tidak bertemu sejak prosedur autopsi terakhir kali.”dr. Huggins berpegangan pada nakas di belakangnya. Mata merah dan kulit putih pucat kedua makhluk tersebut membuat tungkainya seketika lemas seolah tak bersendi. Salah satu vampir berambut pirang yang bernama Draco itu pun membuka buku kecil—bertuliskan BRITISH PASSPORT—yang sedang dipegangnya tadi. Ia mengambil tiket pesawat yang terselip di sana.ECONOMY CLASSFrom: Edinburgh – ScotlandTo : Bukares – Romania“Wah-wah, coba lihat! Sepertinya kau memiliki rencana liburan ke luar negeri hari ini. Apa kau tidak berniat mengajak kami?”dr. Huggins menggeleng cepat. “T-tidak. Kembalikan ... kembalikan benda itu padaku!”“Seharusnya kalau kau ingin pergi berlibur, kau tinggal katakan saja pada tuanku, dr. Huggins. Dia bisa membelikanmu tiket pesawat business class yang paling mahal dan kami juga akan dengan sangat s

  • Dr. Vampire: Who is the Predator?   40 - I came late.

    128 Calton Road, Block 4A.Leon menatap secarik kertas yang dipegangnya dengan cermat. Laki-laki itu kemudian berjalan mendekati sebuah rumah bangunan kuno berlantai dua yang berjarak selang beberapa meter di hadapannya. Ia baru saja mendapatkan alamat tempat tinggal dr. Huggins dari Andrew dan memutuskan untuk segera menemui dokter forensik itu. Setelah menganalisis semua arsip yang diberikan oleh Samantha kemarin, Leon semakin yakin ada sesuatu yang tidak beres, terutama dengan seluruh laporan hasil autopsi yang ada.Menurutnya, laporan itu terkesan cukup tidak masuk akal serta patut dipertanyakan kembali keabsahannya. Semua orang yang bersangkutan harus diperiksa tanpa terkecuali. Dan karena sekarang kasus ini juga sudah menjadi tanggung jawabnya, ia tentu memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.RUMAH INI DIJUAL. SILAKAN HUBUNGI NOMOR PERANTARA DI BAWAH UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI LEBIH LANJUT.Leon mengerutkan kening ketika melihat plang bertuliskan FOR SALE

  • Dr. Vampire: Who is the Predator?   39 - You perverted vampire!

    Callista pun menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran kotornya yang berkecamuk.“Nona Cale?” ujar Alaric membuat dirinya terkesiap.“Ugh, ya? Ada apa?”“Kau mau minum wine juga?”“Tidak.”“Lalu kenapa kau terus menatapku seperti itu?”“Aku ... aku tidak menatapmu,” sangkalnya panik. Ia mengerjap beberapa kali sambil mencari alasan. “Tadi aku cuma sedang ... eh ... anu ... gelas wine-mu bagus. Kau beli di mana?”Alaric memiringkan kepala dan menoleh ke gelas yang sedang dipegangnya. “Oh, ini aku memesannya secara khusus. Gelas ini terbuat dari kristal yang diproduksi oleh ahli profesional di Slovakia. Waktu itu aku beli satu buah gelas ini dengan harga sekitar £280 karena termasuk edisi spesial.”“Satu gelas ini harganya £280?!”“Yeah, kau mau beli?”Callista menggeleng cepat. “Sorry, aku tidak ingin menghabiskan uang gajianku hanya untuk sebuah gelas. Lagi pula, memangnya kau tidak mabuk minum wine terus-terusan?”Malvin tiba-tiba malah terbahak. “Tidak ada zamannya Alaric mabu

  • Dr. Vampire: Who is the Predator?   38 - What kind is this?

    RINGGG!Suara alarm dari ponsel di atas nakas membuat Callista tersentak kaget mendengarnya. Gadis itu pun mengucek-ngucek mata dan mengerjap beberapa kali. Ia tertegun bingung sewaktu mendapati dirinya sekarang malah berada di atas kasur dengan balutan selimut hangat.“Loh, kenapa aku di sini?” gumamnya keheranan; teringat kalau terakhir kali ia tertidur di kursi meja kerja. Callista celingukan ke sana-kemari dan menemukan ada seseorang yang sedang berdiri di area balkon. Gadis itu cepat-cepat menyibak selimutnya lantas berjalan mendekat.“Alaric …?”Ia pun menoleh ke arah Callista dan tersenyum. “Kau sudah bangun?”“Ya, aku barusan terbangun. Kau sendiri sudah sembuh?” tanyanya seraya kembali memegang kening pria itu—terasa dingin seperti es. “Wow, kelihatannya obatnya bekerja dengan baik.”“Yeah, aku baik-baik saja sekarang. Terima kasih kau tadi sudah mau menolongku, Nona Cale.”Callista mengangguk, tetapi masih ada sedikit kekhawatiran yang terpancar dari matanya. “Kau sedang ap

  • Dr. Vampire: Who is the Predator?   37 - He's not what I thought.

    “Bajingan kikir! Dia pikir nyawa orang bisa dibeli pakai uang?!” Callista menggulung lengan blazernya sembari mengumpat secara terang-terangan. Ia baru saja selesai memaki-maki seorang pria kaya sombong yang ditangkap karena mengendarai mobil ugal-ugalan di jalan. Sebenarnya menegur pelanggar lalu lintas bukanlah tugasnya, tapi gadis itu sudah terlanjur emosi duluan melihat kelakukan tengik pria itu.“Awas saja kalau aku sampai bertemu dia di jalan! Akan kuhajar wajah dungunya itu sampai babak belur!” makinya lagi. Ia menghembuskan napas kasar lalu melirik jam tangannya, sudah pukul lima sore sekarang. Callista pun memutuskan kembali ke ruang kerja timnya lagi untuk beberes. Marah-marah membuatnya jadi malas melanjutkan pekerjaan. Lebih baik sekarang ia pulang, mandi, dan tidur.Tapi sewaktu baru berjalan sekian langkah dari tempat berdiri tadi, ponselnya tahu-tahu berdering. Callista meraba saku celana belakangnya dan sontak menaikkan satu alis begitu melihat siapa yang menelepon.“V

  • Dr. Vampire: Who is the Predator?   36 - Again and again.

    “Maaf, Honey. Saat ini masih belum ada perkembangan yang signifikan lagi. Setelah disuntikan virus yang genetiknya sudah kami rekayasa, orang-orang itu seperti kehilangan kendali atas diri mereka sendiri,” kata Olive ketika Alaric menanyakan tentang keadaan manusia yang digunakan untuk objek eksperimen pada siang hari di rumah sakit.Alaric menghela napas resah. “Aku tidak habis pikir. Sebetulnya apa tujuan Profesor Ignatius melakukan eksperimen ini, dr. Rodriguez? Kau tahu bukan, apa yang kalian lakukan itu sangat tidak manusiawi?”“Ya, aku tahu. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Semua anggota tim penelitian ini sudah terlanjur menandatangani perjanjian kontrak. Kalau kami melanggar, kami bisa dipecat atau bahkan dipenjara.” Olive menundukkan kepala, sedangkan Alaric menyentuh pelipisnya berpikir.“Apa kalian juga membuat obat untuk menyembuhkan orang-orang yang sudah terinfeksi itu?”“Sudah, tetapi tidak ada yang berhasil. Setiap kami merekayasa genetik virus itu, kami juga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status