Share

Rumor

Perkiraanku benar seratus persen.

 Aku tidak menyangka jika rumor menggelikan itu bahkan sampai ke markas ksatria. Orang-orang payah itu benar-benar melakukan segala cara untuk menjatuhkan reputasiku apapun yang kulakukan. Bahkan ketika aku berjalan di koridor menuju ruangan Kapten, beberapa ksatria terlihat dengan jelas berbisik-bisik seakan tidak peduli jika aku mendengar ucapan mereka.

Haruskah aku menggunakan statusku sebagai Starluston untuk membuat mereka berhenti bicara? Lagipula status keluargaku lebih tinggi dari mereka semua karena Duke Finlay dan Yang Mulia Raja tidak memiliki putri.

Alih-alih melakukan apa yang kupikirkan, aku berjalan mengacuhkan mereka karena rumor itu tak akan memengaruhiku. Aku pun sampai di depan pintu kayu ruangan Kapten. Setelah tiga ketukan, asisten Kapten Finlay, Jackson Rush membukakan pintu untukku.

“Oh, Nona Starluston. Silahkan masuk!” sapanya dengan ramah.

Jackson Rush adalah tangan kanan Kapten Finlay. Ia terkenal sangat tenang dan cekatan dalam melakukan apapun. Dan dia adalah salah satu ksatria yang dihormati karena bertarung di garis depan saat melindungi Atterian dari serangan Kerajaan Rovel tiga tahun yang lalu.

“Terima kasih, Sir Jackson.”

Aku pun masuk dan melihat Kapten Finlay yang berdiri di sisi jendela besar di belakang mejanya.

    “Senang melihatmu kembali, Lady Starluston. Bagaimana kondisimu?” sapa kapten.

“Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah memberikan cuti sehingga saya bisa istirahat dan pulih lebih cepat,” balasku sopan.

Kapten Finlay tertawa pelan, “Aku tidak bisa menolak permintaan Mainard, lagipula kau juga terluka. Yang penting sekarang kau sudah sembuh.”

Aku tersenyum kecil. Hubungan ayahku dan Kapten sekaligus Duke ini memang sangat dekat. Semua orang tahu kalau mereka berdua sudah berteman sejak lama dan berada di pihak yang sama, pihak kerajaan. Keluarga Finlay berada di pihak kerajaan sejak Alexander Finlay menjadi kepala keluarga Finlay. Kaptenku yang sedikit eksentrik ini memang punya pandangan berbeda dan menentang pendahulunya yang selalu berada di pihak oposisi. Berbeda dengan Keluarga Starluston yang memang bersumpah setia pada raja dan menggunakan kekuatan yang kami miliki untuk melindungi raja.

“Kau sudah melakukan tugas dengan baik di barat. Untuk sementara waktu kau akan menggantikan tugas Jackson untuk menjadi asistenku. Dia ditugaskan ke selatan mulai besok.” Jelas kapten sambil menunjuk Jacskon Rush. Pria tinggi berambut gelap itu tersenyum.

“Kuharap kau tidak keberatan, Nona Starluston,” katanya.

Aku mengangguk.

“Tentu saja tidak. Aku akan berusaha sebaik mungkin,” jawabku yakin.

Kapten menepuk tangannya sekali dengan kencang, “Baiklah, Rush, tolong bimbing Nona Starluston hari ini. Aku harus pergi untuk bertemu dengan Yang Mulia Raja. Sampai jumpa!” seru kapten lalu segera beranjak meninggalkan kami berdua.

    “Bagaimana jika kita mulai dengan dokumen yang ada di sana?” Jackson Rush menunjuk rak tinggi yang berada di ruangan itu.

Aku melihat ada banyak sekali dokumen dan buku di sana. Sepertinya hari ini aku akan menghabiskan waktu bersama kertas-kertas itu.

“Baiklah.”

Sir Jackson pun membimbingku menuju rak tinggi itu dan mulai menjelaskan beberapa hal.

*****

    Waktu berjalan sangat cepat ketika aku mendengarkan dengan seksama semua arahan yang diberikan Jackson Rush. Selain kemampuan bertarungnya yang hebat, Sir Jackson juga sangat pandai dalam menjelaskan. Terbukti dengan semua penjelasannya mudah sekali dimengerti. Pantas saja para ksatria pemula sangat mengaguminya.

“Apa ada yang ingin kau tanyakan, Nona Starluston?” tanyanya padaku yang sedikit melamun tadi.

Aku menggeleng pelan.

“Tidak. Kau menjelaskannya dengan sangat baik. Meskipun banyak juga yang harus kulakukan ternyata ...” jawabku dengan sedikit keberatan. Tentu saja. Aku tidak menyangka jika akan sebanyak ini pekerjaannya.

Jujur saja. Menjadi asisten kapten ternyata bukan hal yang mudah. Aku harus berurusan dengan banyak dokumen lalu di sela-sela itu harus tetap berlatih. Berbeda dari tugas patroli yang biasa kulakukan.

    Kenapa aku dipindahkan menjadi asisten?

“Omong-omong ... apa aku boleh tahu kenapa aku dipilih menjadi penggantimu?” tanyaku penasaran. Sir Jackson terlihat sedikit kaget dengan pertanyaanku. Mungkin karena biasanya orang-orang akan mematuhi perintah kapten tanpa bertanya, tapi aku tidak bisa begitu.

“Karena kau cukup ahli dalam urusan administrasi.”

Aku tidak terkejut dengan ucapan Sir Jackson.

Sebagai satu-satunya putri seorang Marquess, aku terbiasa untuk mengurus administrasi yang menjadi tanggung jawab keluarga Starluston. Sekalipun aku tidak menjadi penerus pun, aku sudah menjalankan kewajiban seorang Marchioness karena ibuku sudah meninggal.

    “Hahaha. Begitu, ya?” kataku.

Sir Jackson mengangguk.

“Kalau begitu aku pergi dulu, Nona Starluston. Jika aku tidak ada, kau bisa bertanya pada kapten kalau kau tidak mengerti.”

“Terima kasih banyak, Sir Jackson.”

*****

    Aku memandang seorang pelayan pria yang barusaja masuk ke dalam ruangan kapten—tempatku berada. Ia mengatakan jika Yang Mulia Raja ingin bertemu denganku.

Kenapa Yang Mulia Raja ingin bertemu denganku?

“Baiklah.”

Aku pun berjalan keluar ruangan untuk memenuhi panggilan Raja. Aku berjalan melewati koridor yang langsung berhadapan dengan taman. Markas ksatria skuadron pertama memang berada satu tempat dengan istana, jadi taman yang kulihat ini adalah jalan pintas untuk langsung menuju istana.

    Aku berpikir untuk melewati taman sekaligus untuk mencari udara segar. Tepat ketika aku melangkah masuk ke dalam taman itu, tak kusangka aku melihat sosok seorang pria yang sangat kukenal.

Namun tiba-tiba tubuhku gemetaran ketika pria itu menoleh setelah mendengar langkah kakiku. Pria itu, Pangeran Clifton, satu-satunya pangeran Kerajaan Atterian. Ia berdiri ditemani asisten pribadinya, Henry Wilbur.

    Aku terdiam sejenak lalu berucap dengan nada sedikit gugup.

“Salam, Pangeran,” ucapku.

Aku tak berani menatap wajahnya. Aku memilih memejamkan mataku sambil membungkuk hormat. Setelah mimpi yang kualami, bagaimana mungkin aku bisa menatap wajahnya?

Aku berkali-kali meyakinkan diriku jika itu semua hanyalah mimpi.

Hanya mimpi, Lyra!

“Oh, Lady Starluston. Senang melihatmu. Rupanya kau benar-benar sudah sembuh, ya?” ucap Pangeran Clifton dengan nada tenang. Nada yang sangat berbeda dari yang kuingat.

Aku pun mengangkat kepalaku.

“Benar, Yang Mulia. Saya sudah pulih sepenuhnya.”

“Kudengar Raja juga memanggilmu. Sepertinya tujuan kita sama,” katanya kali ini dengan nada yang lebih santai.

    Aku menelan ludahku dengan agak susah payah. Aku masih takut. Dan keringat dingin meluncur dari pelipisku. Aku tahu aku tidak boleh begini.

“Apa anda baik-baik saja, Nona Starluston?” tanya Henry dengan nada khawatir karena ia melihat wajahku yang gugup.

Padahal Pangeran dan Sir Henry tidak melakukan apapun yang buruk padaku.

Aku tidak boleh membuat mereka berpikir yang tidak-tidak.

“Aku baik-baik saja, Sir Henry. Ah, benar, Yang Mulia Raja memanggil saya. Apakah ...Pangeran juga?” kataku yang sudah mulai tenang.

    Pangeran Clifton tersenyum tipis dan mengangguk.

“Kalau begitu sampai jumpa di sana,” ucapnya lalu berjalan mendahuluiku bersama Henry.

Aku sangat lega. Itu jauh lebih baik. Aku bahkan sempat berpikir jangan sampai mereka berdua memintaku berjalan bersama mereka menuju ke tempat pertemuan. Aku tidak akan bisa menahan rasa takutku. Bisa-bisa aku seperti orang bodoh yang ketakutan di samping mereka.

Ini semua karena mimpi buruk itu. Padahal sudah sepekan, tapi aku tak kunjung berhasil melupakan mimpi mengerikan itu.

*****

    Yang Mulia Raja Barton Atterian menatapku dengan tatapan senang. Aku tidak tahu kenapa beliau terlihat begitu senang melihatku. Beliau sudah seperti itu tepat setelah aku membungkuk memberi salam.

    Aku melihat Pangeran Clifton berdiri di sisinya dengan tatapan datar yang biasa kulihat. Uh, aku tetap saja tak bisa mengangkat wajahku lama-lama karena ingatan mengerikan itu.

Wajah dingin dan mengerikan Pangeran Clifton di mimpiku benar-benar berhasil membuatku merinding.

Karena di dalam mimpiku dia adalah orang yang mengeksekusi kami.

“Aku senang sekali melihatmu sehat, Lady Starluston. Kau melakukan tugasmu dengan baik,” puji Raja padaku. Aku tidak begitu mengerti apakah ini sebuah pujian ataukah peringatan. Aku yakin rumor menggelikan itu sudah sampai di telinga Raja.

Soal Lyra Starluston, ksatria lemah, anggota keluarga Starluston yang tidak memiliki kekuatan.

Pion yang tidak berguna.

    “Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia sehingga saya bisa pulih dengan cepat.”

Lalu kulihat pandangan mata safir Raja menatapku dengan serius.

“Duke Finlay bilang kemampuanmu sebagai ksatria sangat hebat. Saat itu kau juga mengorbankan dirimu untuk menyelamatkan anak-anak. Apa yang kau lakukan patut mendapatkan pujian, Lady. Meskipun agak sembrono ...” ujarnya.

Aku terdiam karena ucapan raja sepertinya belum selesai sampai di situ.

“Kau pasti sudah dengar rumor tentangmu, kan? Aku harap kau bisa menunjukkan sisi terbaikmu di masa depan. Kau adalah bagian penting dalam kerajaan, Nak.”

    Aku tertegun.

Bagian penting? Apa yang beliau maksud dengan bagian penting? Apakah ini semua karena aku adalah Starluston? Tapi apa hubungannya dengan itu? Sepertinya ada hal lain yang dimaksud Yang Mulia Raja.

“Saya akan melakukan yang terbaik, Yang Mulia.”

“Oh, dan kau tak perlu khawatir soal rumor itu, sih. Karena sepertinya penduduk di barat sangat menyukaimu. Kudengar mereka bahkan menganggapmu sebagai penyelamat mereka hahaha.”

    Lagi-lagi ucapan raja membuatku tertegun. Raja memerintahkanku untuk berusaha lebih keras untuk membuktikan diri, namun di sisi lain menyuruhku untuk tidak khawatir.

Aku sungguh tidak mengerti sebenarnya apa yang diinginkan Raja. Beliau memang terkenal sebagai orang yang pandai berkata-kata untuk menyembunyikan maksudnya.

“Kalau begitu ... itu saja yang ingin kukatakan padamu. Aku berharap besar padamu, Lady Starluston. Kau boleh pergi.”

    Aku membungkuk hormat sebelum pergi.

“Saya akan berusaha sebaik mungkin, Yang Mulia. Kalau begitu saya pamit undur diri,” ucapku.

“Baiklah.”

Aku pun pergi meninggalkan ruangan.

*****

    Siang itu, seperti biasanya saat siang hari adalah jadwal latihan. Aku segera menuju tempat latihan ksatria setelah selesai menata beberapa berkas yang diminta oleh Kapten. Jika saja ini bukan kewajiban, dan aku diizinkan untuk berlatih sendiri, maka aku akan dengan senang hati berlatih sendirian.

Semuanya jelas karena rumor-rumor miring tentangku yang membuat telingaku terasa pengar.

Aku pun berjalan tanpa memerdulikan beberapa ksatria yang berjalan di belakangku dengan berbisik-bisik tentang topik yang sama. Rasanya hanya butuh satu hari hingga aku hafal seluruh sebutan yang mereka sematkan padaku.

“Oh, Sir Falos. Selamat siang!”

Aku mendengar orang-orang yang berada di belakangku menyapa kakakku dengan sopan.

Wah, berbeda sekali dengan apa yang mereka lakukan padaku. Dasar orang-orang tidak tahu diri!

    Aku tidak berniat berbalik sekalipun aku tahu jika kakakku berada di sana. Aku berjalan saja menuju lapangan untuk segera menemui Ellia dan berlatih.

Namun, bukan kakakku namanya kalau tidak memperlakukanku seperti anak kecil dimanapun ia berada. Sekalipun di markas ksatria dimana banyak mata yang memerhatikan.

“Hey, Lyra, kau tidak berniat menyapaku?” protesnya dari belakang punggungku. Duh, orang ini benar-benar. Aku sudah susah payah tidak ingin menarik perhatian malah sekarang dia menyeretku ke dalam pusat perhatian. Tentu saja kami akan jadi pusat perhatian. Karena Falos adalah ksatria pengawal Pangeran yang sangat dihormati ditambah lagi ia sudah membangkitkan kekuatannya, kemampuan khusus yang dimiliki Starluston—kemampuan seperti sihir—sebelum ia beranjak dewasa.

Sedangkan aku, yang tahun depan akan segera menginjak usia dewasa, belum menunjukkan tanda adanya kekuatan sihir itu. Ah, aku sudah tidak peduli soal itu. Tak membangkitkan kekuatan pun aku tidak masalah, toh aku tidak berniat menjadi penerus keluarga karena ada Falos.

Kalau di mimpiku saat itu, aku bahkan tidak bisa merayakan pesta kedewasaan karena kami semua meninggal sebelum itu.

Sial. Gara-gara kakakku aku jadi mengingat hal yang tidak-tidak.

    Tanpa sadar Falos sudah berdiri di hadapanku dan membungkuk melihat wajah kesalku.

“Kau terlihat kesal. Jangan sampai melimpahkan kekesalanmu pada lawan latihanmu, ya?” Falos memperingatiku.

Aku menghela napas pelan. Satu-satunya yang ingin kuhajar mungkin adalah kau, Kak!

“Tidak akan. Apa kau datang untuk berlatih, Kak?” tanyaku.

Falos menggeleng. “Aku hanya melihat-lihat. Pangeran sedang sibuk di kantor dan beliau mengiznkanku untuk menengok adik kesayanganku di tempat latihan.”

“Tidak perlu mencemaskanku, Kak. Aku baik-baik saja. Jadi sebaiknya kau pergi sebelum aku menjadi pusat perhatian.”

Falos malah tertawa. “Kemampuan berpedangmu itu hebat. Sudah sewajarnya kau jadi pusat perhatian.”

“Bukan itu maksudku. Ah, sudahlah! Aku pergi dulu. Sampai jumpa Sir Falos.”

    Aku pun berjalan melewatinya dan membiarkan kakakku itu menertawaiku pelan di sana. Aku melangkah keluar dari koridor menuju lapangan dimana semua ksatria sepertiku berkumpul. Di sana aku sudah melihat Ellia yang melambai-lambai seraya memegang pedang latihan. Aku pun segera mengambil pedang latihan dan menghampirinya.

    Setelah Sir Logan memberikan instruksi, ia meminta kami untuk berlatih tanding. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Lalu setiap kelompok akan diundi untuk melawan kelompok lain. Dan beruntungnya, aku bersama Ellia.

    Kelompok kami kebetulan melawan kelompok yang hampir semua isinya adalah bangsawan yang berada di pihak Duke Colinus. Tentu saja sudah dipastikan jika aku akan mendengar ejekan yang dilontarkan dengan sengaja untuk menghinaku.

Mereka adalah orang-orang yang berbicara paling lantang soal kelemahanku. Aku memang tidak akan membalas mereka dengan ucapan, karena aku akan membalas mereka dengan kemampuan.

    Dua dari lima orang kelompok kami sudah mendapatkan kemenangan. Itu berarti hanya butuh minimal satu kemenangan lagi supaya kelompok kami bisa unggul dari musuh.

Dan orang ketiga yang maju adalah aku.

“Baiklah, orang ketiga silahkan maju,” Sir Logan berucap dengan lantang.

Aku pun berjalan menuju tengah lapangan. Hal yang membuatku agak kesal adalah kenyataan bahwa Falos berdiri di sisi Sir Logan untuk melihatku. Dia pasti sengaja.

Aku tahu kakakku ini memang sangat perhatian padaku dan dia mengkhawatirkan aku yang barusaja pulih. Tapi tidak perlu sampai mengawasiku bahkan saat latihan seperti ini! Dia benar-benar sudah berlebihan!

Lagipula kenapa dia bisa meminta izin selama itu untuk pergi dari sisi Pangeran? Benar-benar pengawal yang seenaknya sendiri!

    Aku pun bersiap dengan pedangku. Begitu juga dengan musuhku yang kuketahui sebagai Thomas Spencer. Putra kedua Baron Spencer. Aku tahu benar kekuatan Thomas Spencer. Kemampuan berpedangnya tidak begitu mencolok, tapi ia memandangku dengan remeh. Meskipun aku tidak pernah melawannya satu lawan satu, tapi aku selalu memerhatikan semua orang saat berlatih tanding.

Jadi aku tahu benar kelemahannya.

“Mulai!” seru Sir Logan mempersilahkan kami untuk mulai bertarung.

Tidak ada perbedaan gender dalam latih tanding. Laki-laki melawan perempuan itu sudah biasa. Karena dalam medan perang, musuhmu tidak akan pilih-pilih. Kau hanya perlu mengalahkan musuhmu siapapun dia.

    Thomas Spencer menyerangku dengan buru-buru tanpa perhitungan matang. Aku dengan mudah menghindarinya. Lalu melancarkan serangan balasan yang kelewat cepat untuknya sehingga ia menangkis dengan asal.

Aku berhasil menekan mundur Thomas Spencer.

Peraturan latih tanding kali ini adalah, jika pedang yang kami pegang terlepas dan jatuh ke tanah, maka kami dianggap kalah. Atau jika terjatuh dan musuh berhasil menargetkan lehermu, maka kau kalah.

    Sekalipun aku berhasil menekan Thomas, pemuda itu tidak jatuh. Ia berhasil menahanku karena dia lebih kuat dari segi ketahanan.

“Orang lemah sepertimu tidak akan bisa mengalahkanku.”

Dia berani mengejek di depan wajahku rupanya. Aku ingin mengacungkan jempol pada kesombongannya itu. Aku pun diam saja dan memilih menarik sedikit pedangku dan membuatnya mengira aku mengurangi kekuatan.

    Ia berpikir ucapannya berpengaruh padaku dan ia tersenyum.

Thomas Spencer salah. Aku berniat menyerangnya dengan kecepatan penuh karena aku tahu jika Thomas Spencer mudah panik saat dihujani serangan bertubi-tubi.

Itu yang akan kulakukan.

    Thomas Spencer berencana melancarkan pembalasan, namun aku lebih cepat dan membuatnya terkejut. Aku menyerangnya berkali-kali sampai dia menjadi terkejut lalu panik dan akhirnya kualahan untuk menangkis semua seranganku.

    Suara pedang kami terdengar sangat nyaring. Ksatria lain yang melihat kami tak mengucapkan apapun. Bahkan ketika aku berhasil membuat pedang dari tangan Thomas Spencer terlempar ke atas lalu jatuh ke tanah.

Tidak hanya pedangnya. Thomas Spencer jatuh terduduk dengan wajah ketakutan ketika aku mengarahkan pedangku ke leher kanannya. Aku menatapnya dengan tatapan datar dan kutunjukkan senyum remeh yang tadi ia berikan padaku.

    “Lyra Starluston menang! Tim Lyra Starluston menang!” seru Sir Logan setelah aku mendapatkan kemenangan telak atas Thomas Spencer yang masih tercengang dan duduk di atas tanah dengan wajah malunya.

Aku pun berbalik dan melangkah pergi meninggalkan pengecut yang hanya bisa berbicara itu dan kembali pada timku.

“Kau hebat! Kau memberi pelajaran yang berharga pada putra Baron Spencer itu!” seru Ellia yang justru lebih bahagia melihat wajah kesal dan malu Thomas Spencer.

Aku terkekeh pelan. “Aku tidak akan kalah kalau soal berpedang.”

Dan setelah itu perayaan kemenanganku sedikit terganggu karena aku mendengar suara seseorang berseru memanggil nama kakakku dengan nada khawatir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status