Mikaela sedang melamun di kamarnya ketika ponsel baru miliknya berdering hebat. Tiwi dan Siska baru saja pulang dari apertemennya, malam ini Siska akan menginap di tempat Tiwi. Gadis itu segera menyambar ponsel dan melihat siapa si penelpon, berharap itu dari Rendy, yang sudah hampir lima hari ini menghilang ntah kemana. Walaupun tidak mungkin karena Rendy tidak mengetahui nomer barunya, Mikaela tetap berharap itu adalah sesuatu tentang Rendy.
Ternyata Daffa yang menelpon, segera saja Mikaela mengangkat panggilan itu, mungkin Daffa sudah mengetahui keberadaan Rendy.
"Hallo kak." sapa Mikaela cepat.
"Kau sudah ingin tidur?" suara diseberang bertanya tak kalah tanpa menjawab sapaan Mikaela.
"Ya, mungkin sebentar lagi. Ada apa k
"Kemana kakak pergi selama beberapa hari ini?" tanya Mikaela begitu dirinya dan Rendy duduk disalah satu kursi publik pinggir jalan depan minimarket yang disediakan untuk para pejalan kaki.Malam sudah sangat larut, tetapi masih banyak orang-orang yang terlihat mondar mandir disekitar situ, jalanan pun tidak pernah sepi dengan kendaraan roda empat.Setelah membantu Mikaela dan Salma mencari kontrakan baru dan membantu mereka memindahkan barang-barang, Rendy mengajak Mikaela mencari makan karena ia merasa lapar. Mikaela merasa lega Rendy masih mau makan, walaupun niat Rendy sebenarnya adalah ingin mengajak Mikaela keluar barang sebentar saja.Setelah selesai makan, disanalah mereka. Duduk di dalam keramaian dan merenungi nasib masing-masing.
Rendy terpaku menatap pemandangan didepannya yang penuh dengan kerlap kerlip lampu yang menyala secara acak hampir diseluruh mata memandang, begitupun lampu dari gedung-gedung yang berseberangan dari tempat ia berdiri, sebagian besar masih menyala terang di kota yang tidak pernah tidur itu.Merasa hal itu sangat biasa, ia kemudian menatap kaca jendela apertemen yang memantulkan bayangan tubuh tinggi tegapnya, yang tidak terurus belakangan ini.Daffa datang menepuk pundak Rendy dengan membawa satu botol sampanye yang ia temukan di lemari pendingin milik Rendy."Kau tak ingin pulang?""..... Tidak." jawab Rendy singkat, tak mengalihkan sedikitpun matanya pada pantulan kaca."Kau tidak
Sudah dua hari Darren mengintai tempat yang diinformasikan detektifnya. Setiap sore sepulang bekerja mobilnya akan selalu terparkir manis berseberangan dengan minimarket dimana Mikaela terlihat terakhir kali. Kemudian, Darren akan mengamati satu persatu orang yang berlalu lalang, datang dan pergi dari dalam mobilnya.Sungguh, seperti tidak ada kerjaan lain saja.Ponselnya berdering. Kekasihnya menelpon. Ia segera mengangkat panggilan itu."Sayang." sapa Caroline diseberang."Hmm, ya, ada apa?" balas Darren masih tetap sibuk memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang."Aku hanya ingin memberitahumu bahwa ak--"Tu
"Sudah sampai, cepat turun." ucap Mikaela begitu taksi berhenti tepat di depan lobi apertemen mewah Darren. Benar-benar berbeda dengan apertemen milik Mikaela sebelumnya. Darren tinggal di kawasan super elite yang Mikaela yakin seluruh isi apertemen disana harganya berkali-kali lipat dibanding apertemen kecilnya.Darren hanya menggeliat, memasang wajah lemasnya. "Kepalaku sangat sakit, kau mau aku pingsan di jalan?" tukasnya galak.Mikaela mengerjapkan mata tak percaya. Seharusnya ia tinggalkan saja Darren tadi di jalan. "Tuan, banyak sekali penjaga disana, kalaupun kau pingsan mereka akan menolongmu." tunjuk Mikaela pada beberapa orang pengaman yang terlihat berjaga dengan matanya.Darren mengerang memegang kepalanya yang terlihat sangat kesakitan, ia belum beranjak keluar dari taksi.
"Aku sudah tidak tahan lagi! Tugasku hanya untuk merawatmu, kenapa kau menyuruhku mengepel seluruh lantai apertemenmu!"Mikaela membanting pelan alat pel yang ia pegang. Ia sadar bahwa dirinya sudah dibodohi Darren."Aku akan membayarmu lima kali lipat." Darren dengan santai membolak-balik korannya."Aku bukan pembantumu kak, lagipula kau terlihat sangat sehat." satu titik peluh menetes di dahi Mikaela, ia mengusapnya dengan punggung tangan. Sejak tadi pagi ia menyapu, membereskan seluruh apertemen Darren dan terakhir Darren menyuruh Mikaela untuk mengepel karena remahan biskuit yang Mikaela bawa untuknya berserakan dilantai.Pagi-pagi sekali Darren menelponnya untuk datang membuatkan sarapan, setelah sebelumnya pria itu memaksa mereb
Darren merasa tubuhnya panas dan dingin dalam waktu yang bersamaan. Mungkin kata-kata 'kena batunya' sangat cocok untuk Darren sekarang. Karena berpura-pura sakit, kini ia menjadi benar-benar sakit. Tubuhnya terasa tidak enak, sepertinya ia demam.Burung-burung berkicau di luaran sana, Darren menyibak tirainya malas, panas matahari menyengat wajahnya dari balik jendela.Ia melihat jam wakernya, sudah pukul sembilan pagi. Ia bangun kesiangan karena merasa kurang enak badan.Darren terbatuk kemudian keluar dari kamarnya. Apertemennya selalu sudah rapih dan bersih setiap ia membuka mata.Hal yang tiga hari ini selalu Darren lakukan adalah mengacak-acak apertemen itu hanya untuk melihat Mikaela membereskannya kembali. Ia suka melihat tata
Ponsel Mikaela terus berdering ketika ia sedang asik menonton televisi sambil membelakangi Darren yang tidur di atas sofa. Pria itu tidur sangat nyenyak rupanya.Mikaela memilih duduk di karpet bawah sambil bersila.Ia kemudian berdiri mencari ponselnya di dalam tas.Siska?Mikaela mengangkat panggilan itu dan sedikit menjauh dari Darren.Darren menggeliat. Tubuhnya berkeringat hebat, ia terbangun ketika sayup-sayup mendengar Mikaela sedang berbicara pada seseorang.Bukannya membaik, Darren merasakan sebaliknya, tubuhnya sangat panas, hingga matanya ikut memanas dan berair, keringat dingin keluar dari dahinya. Kepala Darren sangat s
Sudah dua jam lebih Mikaela menunggu Rendy di depan pintu apertemen pria itu. Ia duduk bersila dilantai. Udara malam semakin dingin, Mikaela menyatukan kedua tangan kemudian menggosok-gosokkan telapak tangannya agar sedikit menghangat dan meniup celah-celah ruang kosong diantara rapatnya jari-jari tangannya.Akhirnya yang ia tunggu datang juga.Rendy terlihat berjalan lunglai mendekat.Mikaela bangkit dari duduknya, dan menatap Rendy dengan pandangan yang terluka.Yang biasanya Rendy selalu hadir dengan senyum cerianya menghibur Mikaela, kini diwajah itu hanya terdapat luka, menandakan kesedihannya yang mendalam. Wajah lebam setelah menangis, mata Rendy membengkak, rambut dan pakaiannya terlihat tak beraturan. Ia seperti orang yang se