Home / Romansa / Dua Wajah Satu Hati / Bab 7: Ayo Menikah

Share

Bab 7: Ayo Menikah

Author: lovelynes
last update Huling Na-update: 2024-07-25 22:36:36

Satu hari sebelumnya

Matcha's POV

Tok... Tok... Tok..

Ketukan pintu kamar terdengar, aku berjalan ke arah pintu, saat membuka pintu ternyata itu adalah Bi Tuti, seorang pembantu rumah tangga dipekerjakan di rumah kami. Aku menatapnya, kemudian Bi Tuti menyampaikan jika ibu dan ayah. "Itu, den, dipanggil nyonya sama tuan di bawah."

"Oh, oke, Bi." Ucapku, dengan bergegas turun ke bawah. Rumahku sederhana walaupun memiliki dua lantai, tipikal rumah di pinggir pantai pada umumnya. Bi Tuti yang memiliki andil besar membersihkan rumahku.

Aku menuruni anak tangga, ternyata di ruang tengah ada ayah dan ibu yang sedang mengobrol. Aku duduk di singel sofa, kemudian bertanya kepada mereka, "ada apa?" Tanyaku.

"Umur kamu udah berapa tahun ini?" Tanya ibu, yang membuatku bingung, tumben sekali ibu bertanya soal usiaku yang bisa dikatakan tidak muda lagi ini.

"26, Bu, kenapa sih?" Tanyaku, sedikit kesal, aku tak suka ditanya umur, karena memang mengingatkanku jika bukan lagi remaja.

"Tuh udah tua kamu, nak. Waktunya nikah." Ceplos ayahku dengan santai namun sukses membuatku melotot, apa-apaan aku belum siap menikah tentu saja.

"Iya, ayah sama ibu berencana untuk menikahkan kamu sama anak kenalan ibu, dia cantik, anggun juga, dokter loh." Ucap Ibu yang tidak membuatku tertarik sama sekali, tentu saja urusan jodoh aku ingin mencari sendiri.

"Gak ah, bu." Ucapku, menolak.

"Kamu mau cari sendiri atau dicariin? Pokoknya akhir tahun ini kamu udah harus nikah, atau kamu gak akan jadi ahli waris harta kami ya." Ancam ayahku yang membuatku semakin kesal.

"Besok, ibu atur pertemuan dengan anak kenalan ibu ya." Ucap Ibu lagi, yang membuatku spontan menggalang, otakku berputar bagaimana cara menghindari perjodohan ini, sepertinya kali ini mereka sudah sangat serius.

"Gak mau, bu, lagian kok tiba-tiba nyuruh aku nikah?" Ucapku kesal.

"Ini udah kesekian kalinya, Matcha. Gak ada penolakan." Ucap ayah yang membuatku kesal.

"Aku udah punya pacarku, sebentar lagi kalian punya cucu, soalnya pacarku hamil." Ucapku asal, sambil memikirkan Vanilla, orang yang saat ini membuatku merasa harus terus melindunginya.

Bug!

Ayahku melempar sendalnya ke arahku, aku menatap ayahku datar, ah sudah terlanjur, sepertinya ini salah satunya cara menghindar dari orang tuaku. Lagipula kalau pada akhirnya aku harus menikah dengan Vanilla sepertinya tidak buruk, kalau pun aku menjadi bapak anak satu kenapa tidak?

"Kamu jangan macam-macam, ayah lagi serius, jangan bercanda." Ucap ayah dengan menatapku tajam, sepertinya singa yang siap kapan saja menelan hidup-hidup mangsanya.

"Aku serius kok, namanya Vanilla, aku hamilin dia, tapi belum sempat bilang karena takut." Ucapku serius yang membuat wajah ibu memerah.

"Haduh, bocah gendeng, ibu mau punya cucu, tapi caranya gak kayak ini. Kalau memang omonganmu itu benar, ajak ibu ke rumah Vanilla besok." Ucap ibu yang membuatku mengangguk semangat, sedangkan ayah wajahnya masih marah namun aku tak peduli.

*****

Pagi-pagi sekali aku pergi ke rumah Vanilla. Aku mengetuk pintu rumahnya dengan jantung yang berdegup kencang. Aku tak tahu apa yang harus diharapkan, tapi aku tahu ini adalah satu-satunya cara untuk menghindari perjodohan yang dipaksakan oleh orang tuaku.

Pintu terbuka dan Vanilla muncul dengan wajah kaget, masih mengenakan piyama berwarna pink yang sangat lucu. "Matcha? Ngapain kamu di sini sepagi ini?" tanyanya bingung.

"Vanilla, ayo kita menikah," ucapku langsung, tanpa basa-basi.

Vanilla tertegun, matanya membulat. "Apa? Kenapa tiba-tiba bilang kayak gitu? Kamu kesambet ya?"

Aku menghela napas panjang sebelum menjelaskan situasinya. "Orang tuaku mau jodohin aku sama anak kenalan mereka. Mereka ngancam kalo aku nggak nikah sebelum akhir tahun, aku nggak bakal jadi ahli waris."

Vanilla menatapku nggak percaya. "Jadi kamu mau nikah sama aku cuma buat ngindarin perjodohan itu? Dan cuma supaya kamu dapet warisan?" Vanilla terlihat tidak nyaman.

Aku menggeleng. "Nggak cuma itu, Vanilla. Aku bener-bener mau lindungin kamu, kayak yang udah aku bilang sebelumnya. Aku merasa kalau kita nikah, itu bakal jadi hal terbaik buat kita berdua. Aku juga akan mendukung restoran kamu, aku tau restoran kamu terancam bangkrut, Vanilla."

Vanilla terdiam sejenak, tampak berpikir semua yang baru saja kuucapkan. "Matcha, tapi menurut aku ini terlalu terburu-buru? Aku baru aja cerai, enggak lucu banget kalau langsung nikah lagi. Aku harus pikir-pikir lagi" usulnya.

Wajahku menunjukkan rasa lega. "Aku mohon, Vanilla, pernikahan ini akan saling menguntungkan buat kita loh."

Vanilla mengangguk. "Yaudah aku pikirin dulu, aku gak bisa langsung ngambil keputusan untuk menikah, menikah buat permainan." Ucap Vanilla kesal.

Aku tersenyum, lalu meraih tangannya. "Makasih, Vanilla. Aku bener-bener berharap kita bisa melalui ini bersama."

Vanilla mempersilahkanku untuk mampir, aku pun masuk ke dalam rumahnya, membicarakan rencanaku selanjutnya sambil menikmati sarapan sederhana yang dipersiapkan oleh Vanilla. Meskipun ada banyak hal yang belum jelas, setidaknya aku masih memiliki kesempatan untuk diterima sebagai suaminya.

Setelah sarapan, kami duduk di ruang tamu yang nyaman. Vanilla masih terlihat sedikit bingung dan cemas, jadi aku mencoba menenangkannya. "Aku tahu ini mendadak, dan mungkin terasa kayak tekanan besar. Tapi aku bener-bener mau kita coba."

Vanilla mengangguk pelan. "Aku butuh waktu, aku harap kamu ngerti ya."

****

Aku pulang ke rumah, ibu menyambutmu dengan tatapan menelisik. "Abis darimana?" Tanya ibu.

"Ke rumah calon menantu ibu." Ucapku kemudian bergegas pergi ke kamar dengan cepat.

"yang bener kamu, loh, jangan bercanda sama ibu." Ucapku, namun tak aku hiraukan, dan memilih pergi ke kamar.

****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dua Wajah Satu Hati   Bab 7: Ayo Menikah

    Satu hari sebelumnyaMatcha's POVTok... Tok... Tok.. Ketukan pintu kamar terdengar, aku berjalan ke arah pintu, saat membuka pintu ternyata itu adalah Bi Tuti, seorang pembantu rumah tangga dipekerjakan di rumah kami. Aku menatapnya, kemudian Bi Tuti menyampaikan jika ibu dan ayah. "Itu, den, dipanggil nyonya sama tuan di bawah.""Oh, oke, Bi." Ucapku, dengan bergegas turun ke bawah. Rumahku sederhana walaupun memiliki dua lantai, tipikal rumah di pinggir pantai pada umumnya. Bi Tuti yang memiliki andil besar membersihkan rumahku. Aku menuruni anak tangga, ternyata di ruang tengah ada ayah dan ibu yang sedang mengobrol. Aku duduk di singel sofa, kemudian bertanya kepada mereka, "ada apa?" Tanyaku. "Umur kamu udah berapa tahun ini?" Tanya ibu, yang membuatku bingung, tumben sekali ibu bertanya soal usiaku yang bisa dikatakan tidak muda lagi ini. "26, Bu, kenapa sih?" Tanyaku, sedikit kesal, aku tak suka ditanya umur, karena memang mengingatkanku jika bukan lagi remaja. "Tuh udah

  • Dua Wajah Satu Hati   Bab 6: Menurunnya perekonomian Vanilla

    Vanilla's POV Hari demi hari berlalu dengan beban yang semakin berat. Restoran seafood yang kubangun dengan penuh harapan dan kerja keras kini mengalami masa-masa sulit. Pelanggan yang biasanya ramai mulai berkurang, dan omset pun menurun drastis. Aku bisa merasakan setiap sudut restoran yang dulunya penuh tawa kini dipenuhi dengan keheningan yang mencekam. Padahal baru berjalan dua bulan, namun sudah sepi, sepertinya pelanggan sudah bosan dengan makanan yang ada di restoran kami. Meskipun masih ada beberapa pelanggan setia yang datang, pendapatan harian tidak cukup untuk menutupi biaya operasional. Gaji karyawan, bahan baku, sewa tempat—semuanya terasa seperti beban yang tak tertahankan. Aku mulai kehabisan cara untuk menarik lebih banyak pelanggan. Promosi, diskon, bahkan event kecil di restoran tidak banyak membantu. Suatu sore, setelah pelanggan terakhir pulang, aku duduk sendirian di salah satu meja di sudut restoran. Tumpukan buku rekening dan tagihan ada di depanku. Aku

  • Dua Wajah Satu Hati   Bab 5: Enchanted

    Vanilla's POVKalau dibilang masih ada rasa, sepertinya iya. Ada sisa-sisa rasa yang tersimpan di lubuk hati terdalam. Wu Hao, adalah orang yang pernah aku cintai dengan begitu besar. Melihatnya tertawa dengan gadis lain membuatku bertanya-tanya, apa kurangnya aku dibandingkan dengan sekretarisnya itu? Aku menangis dalam diam, aku sadar sekarang berada di rumah Matcha. Aku bahkan memakai pakaian milik adik perempuannya yang sedang kuliah di Bandung, karena pakaianku basah terkena air. Derap langkah kaki terdengar, itu Matcha, ia membawakanku secangkir teh hangat. "Minum dulu, supaya badan kamu anget." Ucapnya. Aku mengangguk, kemudian mengucapkan terima kasih. Pikiran mengenai aku menaruh perhatian lebih pada Matcha bisa jadi karena parah Matcha dan mantan suamiku sangatlah mirip. Bukan karena perasaan benar-benar suka, lagipula aku baru mengenal lelaki itu satu bulan kurang, mustahil untuk menyukainya dalam waktu singkat. "Ayo aku anter ke restoran." Ucap Matcha, aku hanya mengan

  • Dua Wajah Satu Hati   BAB 4: SAKIT HATI

    Vanilla's POV Pagi buta, aku sudah bangun untuk mempersiapkan restoranku. Meskipun matahari belum terbit, aku harus memastikan segala sesuatunya siap sebelum pelanggan mulai berdatangan. Setelah menyalakan lampu, aku membuka pintu restoran dan melangkah keluar untuk menyambut hari baru. Sebenarnya kepalaku masih terganggu oleh kejadian tadi malam, dimana Matcha tiba-tiba saja menciumku, aku terus bertanya-tanya. Saat aku baru saja mulai menyapu teras depan, aku melihat mobil pengantar seafood berhenti di depan restoran. Dengan langkah pelan, aku mendekati mobil tersebut dan terkejut melihat siapa yang turun dari mobil, ah ternyata itu adalah Matcha,. Biasanya, pengantaran seafood dilakukan oleh staf lainnya, bukan oleh Matcha sendiri. Aku merasa sedikit bingung melihatnya, apalagi setelah kejadian kemarin. Matcha terlihat lebih serius dari biasanya saat ia mulai mengeluarkan kotak-kotak berisi seafood segar dari mobil. Dengan gerakan cepat namun teratur, ia menata barang-barang di

  • Dua Wajah Satu Hati   Bab 3: Jatuh Cinta

    Matcha'ss POV Aku merasa bersalah pada Vanilla setelah aku menciumnya begitu saja. Namun aku juga bingung kenapa gadis itu tidak menolak ciumanku itu. Aku kembali ke rumah dengan lesu. "Matcha!" Panggil Riko. Aku menoleh ke arah Riko, ternyata banyak temanku yang berada di depan rumahku. Rumahku memang bisa dijadikan tempat nongkrong. Aku menghampiri mereka dengan wajah layu. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi padaku. Tidak biasanya aku seperti ini, mereka menjadi penasaran. "Kamu kenapa, bro?" Tanya Alfian. "Aku abis nyium cewek." Ucapku dengan lesu. "Udah biasa, terus kenapa murung? Biasanya lo seneng-seneng aja." Ucap Gino dengan tatapan aneh. "Masalahnya cewek yang aku cium gak seharusnya aku cium, kamu ngerti gak?" Tanyaku dengan nada kesal. "Alah, aku jadi bingung sama kamu, biasanya kan kamu suka cium-cium cewek sembarangan." Ucap Riko menimpali. "Masalahnya ceweknya baru abis cerai sama suaminya, dan lagi bunting, dan masalahnya..." "Apa masalahnya

  • Dua Wajah Satu Hati   Bab 2: Matcha Super Baik

    Pagi itu, matahari bersinar cerah ketika aku mengendarai motorku pulang dari pasar untuk membeli beberapa bahan tambahan untuk restoran. Namun, tidak jauh dari rumah, motor Scoopy-ku tiba-tiba mogok. Aku mencoba menghidupkannya beberapa kali, tetapi tidak berhasil. Dengan perasaan frustasi, aku memutuskan untuk mendorong motor ke pinggir jalan. "Ah ini hari sialku ya?" Ucapku dengan nada kesal. Namun aku tetap mendorong motorku dengan sisa tenagaku yang hampir habis ini, bagaimana tidak mendorong motor di siang bolong dengan cuaca panas yang menyebalkan ini. Bahkan keringatku mulai bercucuran. Sepertinya matahari sekarang bertambah satu, panasnya luar biasa, ah aku tidak tahan. Saat sedang mendorong motor, aku mendengar suara mobil berhenti di belakangku. Seorang lelaki keluar dari mobil pick up. Aku menoleh dan melihat Matcha keluar dari mobilnya. "Vanilla, ada apa? Motornya mogok?" tanyanya dengan nada khawatir, ia menghampiriku dengan cepat. Aku tersenyum malu, "Iya, motor i

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status