Home / Romansa / Duda Incaran Shana / 14. Hari Berat

Share

14. Hari Berat

Author: Viallynn
last update Huling Na-update: 2025-02-18 22:29:19

Salah satu hal yang membuat Ndaru enggan memimpin kerajaan bisnis Atmadjiwo adalah waktu. Dia seolah tidak memiliki waktu lagi selain untuk bekerja. Ndaru pernah menjadi wakil direktur Guna sebelum pindah ke Surabaya, dan itu cukup menguras waktu dan tenaganya. Bahkan beberapa kali Ndaru harus berdebat dengan mendiang istrinya karena kesibukannya.

Semenjak Farah meninggal, akhirnya Ndaru memutuskan untuk melepas semuanya. Dia rela melepas jabatan pentingnya untuk memimpin anak perusahaan Atmadjiwo Grup di Surabaya. Ndaru hanya ingin mengganti waktu yang tak pernah istrinya dapatkan agar lebih fokus mengurus Juna.

Namun ternyata itu tidak berlangsung lama. Haryadi meninggal dan membuatnya mau tidak mau kembali ke Jakarta. Bukan lagi untuk menduduki posisi wakil direktur, melainkan menjadi direktur utama, memimpin semua kerajaan bisnis Atmadjiwo Grup.

Terpaksa? Awalnya iya. Namun Ndaru berusaha untuk berpikir realistis. Lahir dengan darah Atmadjiwo tentu tidak bisa membuatnya
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Duda Incaran Shana   129. Pertengkaran Hebat 2

    Darma, sepertinya pria itu sangat marah. "Kenapa kamu selalu bela dia?! Buka mata kamu Ndaru! Dia bawa kesialan buat keluarga kita!" Suara itu terdengar jelas di telinga Shana. Hatinya terasa tercubit saat mendengar itu. Ternyata begitu pandangan Darma atau bahkan keluarga Atmadjiwo yang lain terhadap dirinya. Menyedihkan. "Jaga ucapan Anda." Shana bisa mendengar Ndaru membelanya. "Saya nggak terima kalau istri kamu tampar anak saya. Kamu mau bela pembunuh kakak kamu itu?!" "Saya bukan pembunuh." Shana muncul dan mengelak tuduhan Darma mentah-mentah. "Kamu! Dasar wanita nggak tau malu. Kamu apakan anak saya?! Berani-beraninya kamu tampar dia!" Shana menatap Darma lekat. Tidak peduli pada tatapan jengah Ndaru. Jelas pria itu kesal dengan kedatangan Shana yang sudah ia larang. "Saya hanya melakukan hal yang sama dengan apa yang anak Bapak lakukan." Shana menunjuk pipinya. "Anak Bapak juga tampar saya," balasnya tenang. "Kamu pantas ditampar. Kamu sudah bunuh me

  • Duda Incaran Shana   128. Pertengkaran Hebat 1

    Rumah adalah tempat ternyaman. Menjadi pelindung yang paling aman. Shana baru merasakan itu sekarang. Setelah beberapa bulan hidup di istana dengan terkekang. Shana akui, kehidupannya dengan Ndaru mengalami banyak perubahan. Hubungan mereka berputar drastis sejak malam itu. Malam di mana mereka memutuskan untuk menyatu tanpa memikirkan tujuan awal mereka bersatu. Meski Ndaru masih terlihat acuh tak acuh, tetapi Shana bisa merasakan gunung es di hati pria itu mulai mencair. Ya, Shana merasakannya. Seperti saat ini, pemandangan di hadapan Shana sekarang adalah pemandangan yang sulit untuk ditemui saat dulu. Jauh berbeda dengan sekarang. Senyum Shana merekah dengan mudahnya melihat interaksi Ndaru dan Juna yang menggemaskan. Ndaru mulai lepas, bahkan saat di depannya. Getaran pada ponsel membuat Shana mengalihkan pandangannya. Dia meraih ponselnya di atas sofa dengan dahi berkerut. Ada nama Nendra di sana. Membuat Shana ragu untuk mengangkatnya. Shana kembali menatap Ndaru

  • Duda Incaran Shana   127. Dari Hati

    Bagaimana dengan Putri? "Di mana Shana?" tanya Ndaru begitu melihat Bibi Lasmi membersihkan ruang tamu. "Bapak pulang?" Bibi Lasmi terkejut. "Ibuk di kamar, Pak." Tanpa menjawab, Ndaru kembali berjalan cepat. Dia naik ke lantai dua dan melihat Roro yang berdiri di depan kamar Shana. "Pa—" Ndaru mengabaikan Roro dan menggeser tubuhnya dari pintu. Tanpa mengetuk, Ndaru masuk ke dalam kamar Shana dan menutupnya rapat. Membuat si pemilik kamar terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba. "Pak Ndaru?" Shana menatapnya bingung. Ndaru menatap wanita itu lekat. Melihat dari atas ke bawah dan kembali ke atas dengan pandangan lamat. Berharap menemukan titik yang tak biasa di matanya. "Kok Pak Ndaru pulang?" Ndaru menghela napas panjang dan berjalan mendekat. "Mbak Putri ke sini?" Shana tersenyum kecut. "Pasti Roro yang bilang." "Di mana dia?" "Sudah pulang." "Kenapa panggilan saya nggak diangkat?" Kening Shana berkerut dan mengambil ponselnya di atas nakas. "

  • Duda Incaran Shana   126. Rasa Malu

    Mengingat kejadian tadi pagi membuat senyum Shana kembali merekah. "Tuh, senyum-senyum lagi. Ibu kasmaran beneran, nih," goda Roro membuyarkan lamunan Shana. Shana berusaha untuk tenang. Dia merasa wajahanya memanas dan tentunya warna merah tak bisa lagi terhindarkan. Sial! Apa benar dia kasmaran? Telepon rumah berbunyi, membuat Roro dengan sigap mengangkatnya. Setelah mendengar ucapan seseorang di seberang sana, Roro menatap Shana lekat. "Siapa?" tanya Shana bingung. "Bu Putri, Bu. Bu Putri ada di depan." Shana menahan napasnya. Dia meletakkan tepung di tangannya dengan wajah kaku. "Minta dia masuk." Dengan cepat Roro menggeleng. "Nggak bisa, Bu. Bapak bilang Ibu nggak boleh keluar dan tidak boleh dikunjungi. Oleh siapa pun itu, termasuk keluarga Bapak." "Nggak apa-apa, Ro. Saya aman, ini di rumah saya sendiri." "Saya mohon jangan buat posisi saya sulit lagi, Bu. Ini hari pertama saya masuk." Roro memohon. "Benar, Bu. Jangan buat Bapak marah. Saya n

  • Duda Incaran Shana   125. Penjara Istana

    Senyum Shana merekah. Dia tertawa begitu menyadari kebodohannya. Dia terkekeh saat tak sengaja menjatuhkan satu butir telur. Membuat Bibi Lasmi menggelengkan kepalanya sabar. "Kalau gini rasanya kayak saya ngajarin Mas Juna, Bu. Untung Mas Juna di sekolah." Shana kembali tertawa. Tak merasa tersinggung dengan ucapan Bibi Lasmi. Saat ini dia memang berada di dapur, membantu Bibi Lasmi atau lebih tepatnya mengganggu wanita itu yang tengah membuat kue. Entah kenapa Shana menginginkan makanan manis pagi tadi. Dia pernah dengar dari Suster Nur jika kue buatan Bibi Lasmi itu enak. Oleh karena itu dia meminta wanita itu untuk membuatnya. Kini, Shana berinisiatif untuk ikut membantu, meski perannya sebenarnya tak dibutuhkan. Memang benar jika Shana bisa memasak. Hanya saja untuk kue adalah pengecualian. "Kayaknya Ibu bahagia banget hari ini," ucap wanita yang tengah duduk di meja makan. Shana menoleh dan tersenyum. Sedikit menahannya agar senyum itu tak terlalu ketara. "Ya,

  • Duda Incaran Shana   124. Menyusun Rencana

    Keadaan ruang kerja itu tampak menegangkan. Hanya ada dua orang, tetapi keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran. Semuanya demi kekuasaan. Yang akan memberi banyak keuntungan di masa depan. "Kenapa kamu nggak libatkan media di rencana kamu itu?" tanya salah satu pria. "Bukannya bagus kalau Shana menjadi tersangka karena sudah membunuh Arya?" "Jangan gegabah, Mas," balas pria satunya. "Kamu takut akan terdampak karena pemilu sudah dekat?" Jelas. Namun dia tidak bisa mengatakannya dengan lepas. "Nanti Mas juga bisa terdampak." "Dampak baik, kan? Atmadjiwo hancur dan saya yang menang. Calon presiden saya terpilih dan proyek IKN jadi milik saya." Lagi-lagi pria satunya menghela napas panjang. Selama ini dia melakukan pekerjaannya dengan baik. Namun akhir-akhir ini rekannya itu sangat terburu-buru tanpa berpikir panjang. Akhirnya dia yang dibuat repot dengan drama-drama yang ada. "Mas nggak perlu khawatir. Saya jamin Mas yang akan menang nanti. Sekarang keluarga Atmadjiw

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status